PART 37.2 - OTAK KOTOR JOVI

"KAK JO , kita mau kemana?" tanya Kayra dengan kepala yang didekatkan ke depan.

"Ke mana aja, yang penting kamu senang," ujar Jovi. Cowok itu mengendarai motornya dengan kecepatan sedang. Membelah jalanan ibu kota di siang hari. Terik yang panas pasti terasa mengenai kulit siapapun yang berada di sana.

"I-iya deh." Kayra berucap pasrah sambil terus berpegangan di pundak Jovi, sedangkan kardus tadi ia pangku.

Ciiit

Bukk

"Awsshh!" keluh Kayra sambil mengusap keningnya karena Jovi tiba-tiba mengerem mendadak lalu menepikan motornya.

"Kamu nggak apa?" Jovi melirik ke belakang untuk memastikan Kayra setelah mematikan mesin motornya. "Iya nggak apa, cuma kening Kay aja yang sakit kebentur helm Kakak," jawabnya.

"Maaf ya, soalnya di depan nggak tahu tuh, ada apaan," kata Jovi. Kayra langsung mengarahkan pandangannya ke depan. Sepertinya ada sesuatu yang sudah terjadi namun ia tidak bisa melihat dengan jelas apa itu karena banyak orang mengerumuni.

"Kayaknya ada kecelakaan deh, Kak. Bakal macet pasti."

Jovi mengangguk sependapat. "Kita pulang aja ya, Kak?" bujuk Kayra pelan sambil mendekatkan wajahnya ke samping kanan Jovi.

"Jangan pulang dulu, Peri Cantik. Kakak pengen sama kamu dulu." Jovi bersuara memelas.

"Ya terus kita mau kemana? Kay nggak mau kalau jauh-jauh, Kay takut, belum izin ke mama. Lagian juga ini cuacanya panas. Kepala Kay pusing Kak," ucapnya manja, Jovi tersenyum geli dibuatnya.

"Kita ke tempat Kakak gimana?" tawar jovi.

"I-iya deh, nggak apa," ujarnya kemudian. Sebenarnya ada rasa khawatir tiap kali gadis itu ke apartemen Jovi. Kekhawatiran pasti ada memang, apalagi Jovi tinggal sendirian di sana.

"Jawaban yang bagus." Jovi tersenyum jahil lalu kemudian menyalakan mesin motornya kembali dan berputar arah menuju apartemen.

***

Ting

Pintu lift terbuka, Jovi dengan semangat menggandeng tangan Kayra. Sedari tadi di lobi bawah sampai ke lantai tiga, Jovi menggandeng tangan Kayra protektif. Sedang tangan yang lain ia gunakan untuk membawa kardus berisi surat tadi.

Setelah pintu apartemen terbuka dengan segera Jovi berjalan ke arah samping dan membuka gorden serta pintu kaca geser di sana.

Kayra menatap sekelilingnya. Ia masih berdiri di depan pintu yang sudah ditutup.

Cewek itu bisa merasakan aroma ruangan langsung menyeruak masuk ke indera penciumannya. Tubuhnya perlahan menjadi rileks.

Dengan segera ia melepas sepataunya. Seperti waktu itu, ia mengambil beberapa helai tisu untuk alas di sepatunya. Kayra menyisihkan sepatunya di sebelah rak yang berada di samping kanan pintu masuk.

Ia mengamati sepatu-sepatu di sana. Dominan berwarna hitam dan abu-abu. Sangat identik dengan Jovi.

"A... Di...Das... Ne--"

"Dek!" belum sempat Kayra menyelesaikan ejaannya di kotak sepatu yang berada di rak tadi, suara Jovi mengagetkannya.

"Iya?" sahutnya. Ia berjalan mendekat ke Jovi. Dilihatnya Jovi meletakkan tas punggungnya di sofa.

Kayra dengan sendirinya duduk di sofa tersebut. "Mau minum apa?"

"Terserah Kakak. Oh ya Kak, Kay boleh ke balkonnya nggak?" ujarnya lalu berdiri.

"Boleh," jawab Jovi sembari membuka kancing kemejanya.

Tanpa menunggu lama, Kayra berjalan menuju balkon. Ia mengamati pemandangan dari atas balkon. Gedung-gedung pencakar langit memenuhi setiap sudut ibu kota. Seolah berlomba-lomba mana yag lebih inggi dan unggul.

Walalupun begitu, ia masih bisa merasakan sejuk di siang hari ini serta angin semilir menerpa rambutnya.

"Bagus banget," gumamnya. Setelah dirasa cukup, Kayra kembali masuk ke dalam. Ia mencari keberadaan Jovi. Dilihatnya cowok berkaos putih itu tengah mengambil sesuatu dari lemari esnya.

Sedangkan Kayra menaruh tas punggungnya di sofa dan ia sendiri duduk di karpet berbulu yang ada di bawah. Tidak ada meja di sana, sehingga tempat itu terlihat luas dan tidak sempit.

"Mau dinyalain AC nggak, Dek?" tawar Jovi. Cowok itu berjalan dengan membawa dua botol minuman serta banyak camilan.

"Nggak usah Kak, enakan gini." Kayra tersenyum kecil sambil menatap Jovi.

"Loh, kok duduknya di bawah?" Jovi menaruh botol serta camilan yang ia bawah di depan Kayra.

"Enakan di sini, kaki Kay capek," ungkapnya sambil tersenyum menampakkan deretan giginya yang tersusun rapi.

"Beneran?" kayra mengangguk.

"Di sini cuma ada ini aja, Kak Jo nggak bisa masak. Kalau kamu lapar, Kak Jo pesenin makanan di café bawah, ya?"

"Jangan repot-repot Kak. Kak Jo pasti capek," ungkapnya.

"Nggak apa, sekalian. Pasti kamu lapar kan?" cowok itu berjongkok di depan Kayra. Tersenyum manis seperti biasanya.

"Kenapa nggak masak mi instan kayak dulu aja?" ucapan Kayra malah dibalas dengan senyuman kecil oleh Jovi, lalu cowok itu berucap, "Masa, kamu ke sini lagi suguhannya mi instan mulu?" reflek tangan Jovi mengacak gemas rambut Kayra.

Cewek itu cemberut dibuatnya. "Bentar ya, Kakak pesenin."

Jovi berdiri lalu mengambil ponselnya yang berada di tas punggungnya tadi lalu menelepon yang dituju. Cowok itu berjalan pelan ke dapur sambil mengucapkan pesanannya. Sedangkan Kayra dengan senang mengambil minuman yang diberikan Jovi tadi. Tepat sekali, siang-siang diberi minuman dingin. Pikirnya.

Gadis itu duduk bersila. Lalu pandangannya tertuju pada kardus tadi yang Jovi letakkan di sofa. Ia mendekat untuk mengambil kardus itu dengan berjalan menggunakan lutut. "Banyak banget."

"Kak Jo! Suratnya nggak dibuka?" ucapnya agak keras ke arah Jovi yang berada di area dapur.

"Buka aja nggak apa. Kakak mau mandi, kalau ada yang datang, bukain pintu. Mungkin orang yang nganter makanannya. Tinggal ambil aja, udah dibayar," jawab Jovi santai lalu cowok itu menaruh ponselnya di meja makan dekat dapur.

Ia mengangguk.

Kayra yang mendapat respon positif dari Jovi dengan bersemangat membuka kardus tersebut. Cewek itu mengubrak-abrik ratusan surat di kardus bekas air mineral tersebut.

"Untuk Kak Jo-vi-an," ejanya pada satu surat yang ia ambil acak.

Raut wajah kayra seketika berubah cemberut melihat hiasan di amplop tersebut. "Ih... apaan sih, ada love-love-nya segala!" gerutunya sambil membuka amplop tersebut.

Kak Jovi, aku ucapin selamat ya Kak. Walaupun Kakak nggak ke Oxford tapi Kakak tetap jadi idolaku kok. Oh ya Kak, Kakak tahu nggak, dari kelima komdis cowok, yang paling bikin aku jatuh hati itu cuma Kakak. Yah... walaupun pilihan Kakak bukan aku, tapi nggak apalah.

"With love Cindy. Ihhh..." Kayra semakin menggerutu setelah selesai membaca isi surat pertama yang ia baca. "Duuuh!" cewek itu menaruh asal kertas yang ia bawa lalu mengambil surat yang lain lagi.

"I love you Kak Jo, Kak Jo tahu nggak, Kak Jo tuh, ganteeeng banget," eja Kayra sesuai dengan intonasi tulisan yang memang seperti itu adanya. Wajahnya semakin dibuat kesal kala membaca setiap kata yang tertulis di kertas warna biru tersebut.

"ihhh... ih!" ia melempar asal surat tersebut walaupun masih setangah yang ia baca.

Dan lagi, sekitar lima menitan, ia sudah membaca setidaknya dua puluh surat dan yang membuat wajahnya cemberut yaitu isinya. Tidak ada satupun yang tidak membahas ketampanan Jovi, cinta pertama, kedua, komdis ganteng, intinya cinta dan cinta. Kayra dibuat kesal membacanya dan di sebelah kanannya sudah ada tumpukan surat yang selesai ia baca.

"Huh! Nyebelin semua!" kesalnya lagi lalu meminum minuman di botol tadi hingga habis.

Ting tung

"Itu mungkin yang ngantar makanannya." Bergegas Kayra berjalan cepat menuju pintu.

Ia membuka pintu tersebut dengan semangat. "Ini, Mbak," ucap pria bertopi oren lengkap dengan seragamnya itu, pria itu memandangi Kayra dari atas hingga bawah.

"Iya, makasih." Kayra mengambil pesanan tersebut.

"Sama-samaaa," jawab pria itu dengan senyuman genit ke Kayra. Kayra yang merasa geli hanya bisa tersenyum tipis lalu menutup pintu kembali.

"Lumayan berat, Kak Jo pesen apa aja ya." Ia melihat bungkusan yang dibawanya.

Setelah itu, Kayra kembali duduk di tempatnya tadi dan membuka lagi surat.

"Punya Kay mana ya...?" gumamnya sambil mengbrak-abrik kardus tersebut. Ia mengernyit kesal karena tak kunjung ditemukan surat itu. Jelas lah, secara, ratusan surat.

"Aha! Ini dia." ia mengangkat ke depan wajahnya surat yang darinya sendiri. Akhirnya ketemu. Batinnya.

"Belum dibuka, ah, Kay malu, mending Kay umpetin di paling bawah aja ya." ia berpikir sejenak kemudian dengan hati-hati ia menyelipkan surat miliknya ke bagian paling bawah serta menatap kembali surat-surat yang belum ia buka agar terlihat rapi lagi.

Ceklek

Tidak lama kemudian ia mendengar gagang pintu terbuka, ia berdiri.

"AAAA KAK JOOO!!" ia berteriak histeris dan reflek telapak tangannya menutupi matanya.

"Kamu kenapa sih, teriak-teriak?" tanya Jovi sambil berjalan pelan. Ia mengacak rambutnya yang basah. Cowok itu hanya mengenakan handuk yang melilit di pinggangnya, sedangkan bagian atasnya telanjang.

Kayra masih menutup matanya. Ia benar-benar kaget melihat Jovi yang baru saja keluar kamar mandi. "Kak Jo... udah pakai baju belum?" tanyanya pelan dengan kedua telapak tangan masih melekat di wajahnya.

"Kalau belum kenapa?"

Kayra terjengkat kaget, ia bisa merasakan harum sabun mandi semakin dekat dengan indera penciumannya. Ya, Jovi mendekat ke arah gadis itu.

"Kak Jo... cepat pakai baju dong, Kay takut," ucapnya panik. Ia tahu sekarang Jovi sudah berada pas di depannya.

Kayra hanya bisa menunduk dengan tangan masih sama menutupi wajah cantiknya. "Kenapa takut?" Suara Jovi yang sedikit berat membuat bulu kuduknya tiba-iba meremang. Deru napas cowok itu menerpa punggung tangannya. Ditambah lagi detak jantungnya tiba-tiba tidak bisa diajak kompromi.

Sial

Apa yang akan dilakukan Jovi dengan keadaannya yang setengah naked itu?

"Kak Jo, Kak Jo mau ngapain?" ujarnya gemetar. Reflek ia berjalan mundur. Sampai punggungnya membentur pintu kaca geser.

"Kenapa?" tangan Jovi menurunkan telapak tangan Kayra dari wajanhya. Sontak ia langsung memalingkan wajah ke samping.

"Kak Jo... jangan dekat-dekat..." ujarnya lirih. Ia benar-benar takut. Sedari tadi Jovi tidak mendengarkan perkataannnya.

"Kenapa?" lagi-lagi kata itu yang selalu diucapkan Jovi. Senyum sinis tercetak jelas di wajah mantan komdis itu. Ia menatap wajah ceweknya.

Menggemaskan. Batinnya ketika melihat ekspresi Kayra yang ketakutan.

Satu tangan Jovi ia tempelkan di pintu itu untuk mengunci tubuh Kayra. "Di sini cuma ada kita berdua, Sayang." suara Jovi terdengar serak dan berat. Deru napasnya menyentuh permukaan wajah Kayra.

"Kak Jo... minggir..." Kayra bergerak gelisah tanpa menatap Jovi sedikit pun. Ia sangat ketakutan melihat tubuh Jovi yang... menurutnya sangat pamali untuk dilihat. Apalagi oleh lawan jenis.

"Mau kemana?"

"Kak Jo... jangan gini..." keringat dingin mulai bermunculan di dahi dan pelipis gadis itu. Seseorang yang ada di depannya tidak sedikitpun mendengarkan perkataannya.

"Kenapa, udah Kakak bilang kan, di sini nggak ada siapapun selain kita. Jadi jangan khawatir." Ucapan Jovi semakin membuat Kayra parno.

Apa maksudnya? Jangan bilang...

"Kak Jo mau ngapain?" semakin panik karena tangan Jovi yang satunya ikut mengurungnya dan menyudutkannya.

Jovi mendekatkan wajahnya ke samping wajah gadis itu. Tepat di samping telinganya. Kayra berusaha menyingkir namun tubuh Jovi semakin merapat.

"Mau melakukan apa yang biasa remaja ketika sudah memasuki fase dewasa lakukan dengan pasangannya," bisiknya dengan nada serius. Hal itu semakin membuat pikiran Kayra berkecamuk. Keringat dingin pertana kepanikannya semakin tidak terkendali. Apalagi detak jantungnya.

Bagaimana bisa jadi seperti ini? bagaimana dengan dirinya nanti? Tapi kenapa Jovi tiba-tiba seperti ini? masa depannya bagaimana?

"Kak..." lirihnya.

"Kenapa? Takut? Tenang, Kakak nggak akan main kasar." senyum iblis tercetak jelas di wajah Jovi saat ini.

Pelan tapi pasti, jari jemari Jovi bergerak menyentuh leher gadisnya itu, mencoba turun mendekati kerah kemeja Kayra. Kayra semakin bergerak gelisah ketika jari itu mencoba membuka kancing teratasnya. Jantungnya berdetak sangat kencang.

"JOVIAAAN!!!"

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top