PART 33.3 - SARAPAN BERSAMA DAN PENJELASAN
Terima kasih karena kamu sudah mau menerimaku apa adanya dan maaf karena ada sesuatu yang kusembunyikan -- Jovian.
###
KAYRA merutuki dirinya sendiri. Niat hati ingin memberikan ciuman sekilas namun ia terperangkap oleh lengan Jovi. Hingga ia tidak bisa berkutik sama sekali.
Jovi melepaskan ciumannya. Dan detik selanjutnya Kayra langsung menelusupkan wajahnya di dada Jovi.
Cowok itu tersenyum jahil. Ia tahu, Kayra pasti sangat malu.
Lalu tangannya mengelus sayang rambut gadis itu.
"Tidurlah, Peri Cantik."
Kayra tidak menyahuti. Sedangkan tangan kanannya bergerak menarik selimut hingga ke kepalanya.
Ia benar-benar malu.
Mau ditaruh di mana mukanya ini? teriak batinnya.
Jovi yang melihat tingkah aneh Kayra yang perlahan-lahan bergeser posisi ke samping kiri hanya bisa menggeleng gemas.
"Terima kasih, Peri Cantik, atas hadiahnya," kata Jovi dengan seringai jahilnya.
Kayra yang mendengar itu seketika wajahnya memerah padam di balik selimut.
***
Hari pun berganti. Matahari mulai menampakkan diri dari persembunyiannya.
Serorang wanita paruh baya yang sudah rapi walaupun dengan pakaian biasa memasuki kamar Kayra.
"Hhh... Anak ini, kebiasaan kalau lagi halangan, bangunnya," ucapnya pelan lalu membuka pintu kamar sang putri.
Ia agak sedikit terkejut melihat apa yang terpampang di hadapannya.
Putrinya tidur berhadapan dengan cowok yang notabenya adalah kekasih gadis itu.
Ia tersenyum sekilas lalu berjalan menuju sisi ranjang Kayra.
"Hei, Sayang. Bangun, udah pagi. Ayo mandi!" Maria menguncang pelan bahu Kayra. Dan seketika gadis itu membuka mata.
"Ini, jam berapa, Ma?" tanyanya sambil mengucek mata.
Maria menghela napas. "Jam enam."
Lalu tanpa aba-aba Kayra turun dari ranjang dan menuju kamar mandi. Sedangkan Maria mengamati cowok yang masih terlelap di ranjang putrinya tersebut.
Kemudian ia berjalan mendekati Jovi. Ia menyentuh kening cowok beralis tebal tersebut.
"Udah turun, syukurlah." lalu dengan pelan maria melepas plaster fever tersebut tanpa membuat Jovi terbangun.
Setelah itu ia lalu keluar dari kamar putrinya.
"Jovi keadaannya gimana, Ma?" tanya Andrew ketika Maria berjalan menuju meja makan.
"Udah baikan, Pa."
"Oh... syukurlah."
***
Kayra sudah siap dengan penamilannya. Ia sudah selesai mandi dan juga berganti pakaian. Ia mengenakan T-shirt birunya serta celana pendek putih.
Ia menata rambutnya di depan cermin sambil mengolesi wajahnya dengan cream pelembab. Kayra benar-benar tidak terlalu berambisi menjadi cantik. Ia hanya sekadar memakai cream di pagi hari dan sedikit lip gloss agar bibirnya terlihat tidak kering.
Tanpa ia sadari, sejak Kayra mengeringkan rambutnya tadi, Jovi sudah terbangun dan diam-diam mengamati aktivitas cewek itu.
Momen seperti ini memiliki kesan tersendiri baginya.
Setelah selesai dengan dandanan sederhanannya. Ia berbalik untuk melihat Jovi. Seketika ia terjengkat kaget melihat Jovi menatapnya terang-terangan.
"Ka- Kak Jo?" tanyanya khawatir.
"Nggak usah kaget gitu, Kak Jo cuma lihat kamu dandan aja, kok," ujarnya lalu bangkit.
Kayra tersipu malu.
"Em... Kak Jo udah enakan, badannya?"
Jovi mengangguk.
"Em... Kak Jo mau cuci muka aja apa mau mandi sekalian?"
"Mau mandi." Jovi berdiri lalu mendekat ke arah Kayra.
"Kak Jo kan masih sakit. Mending cuci muka aja Kak," tuturnya.
"Nggak apa, Peri Cantik. Atau... Kamu mau mandiin Kakak?"
Dan detik itu pula Kayra memberi tatapan horornya pada Jovi.
"Kak Jo mesum!" sungutnya lalu memukul lengan Jovi.
"Aduuuh... lagi sakit malah dianiaya." Jovi memasang tampang merajuk yang dibuat- buat.
Yang namanya Kayra gampang jika dibohongi. "Maaf, maaf." dan sekarang giliran cewek itu mengelus dengan sayang lengan Jovi yang terkena pukulannya tadi.
"Kak Jo, mandi dulu Peri Cantik." Jovi menangkup kedua pipi Kayra dengan satu tangannya. Hingga membuat bibir Kayra terlihat seperti ikan.
"Ikan koi," ucapnya lalu berlalu menuju kamar mandi.
"Ih... Nyebelin!" Kayra mengusap kedua pipinya lalu berjalan keluar kamar.
Biar saja komdis menyebalkan itu keluar kamar dengan sendirinya. Pikirnya.
***
"Jovi udah bangun, Dek?" tanya Andrew di meja makan. Kayra duduk berhadapan dengan sang ibu.
"Udah, Pa. Lagi mandi."
"Kok mandi? Dia kan masih sakit." Maria menyahuti.
"Dia sendiri yang minta Ma," jelas Kayra.
Maria ber "Oh."
"Papa berangkat jam berapa?" tanya Kayra.
"Jam tujuh, Sayang. Emang kenapa?" Andrew berucap lembut.
"Nggak apa."
Maria kemudian berdiri.
"Bentar, Mama ambilin sarapannya ya."
Kayra dan Andrew mengangguk bersamaan. Andrew sudah siap dengan setelan jasnya. Pria itu tengah membuka-buka dokumen di map yang ada di depannya.
Tak lama kemudian dua orang asisten rumah tangga membawa beberapa makanan dengan Maria juga ikut membawakan minumannnya.
"Mama sengaja nyuruh Bi As sama Mbak Mila buat masak ini. Sekalian buat Jovi," kata Maria.
"Iya, nggak apa Ma," ujar Kayra. Jarang memang jika di pagi hari mereka sarapan sesuatu yang berbau nasi. Biasanya hanya sekadar roti.
Di meja tersebut sudah terpampang beberapa makanan. Seperti nasi goreng, nasi putih, ayam goreng, telur ceplok ,tumis daging dan sayur sop.
Tidak lama kemudian Jovi terlihat menurui anak tangga. Cowok itu sudah memakai kembali sepatunya dan jaket tersandang di lengan kanannya.
Rambutnya masih basah. Kayra sempat terperangah melihat Jovi yang bagaimanapun keadaannya selalu tampan.
Kali ini ia melihat Jovi tampak segar.
"Sini, Jo. Makan dulu."
"Nggak usah Tan, Jovi mau pulang aja. Terima kasih sudah mau menolong Jovi," ujarnya.
"Nggak apa, udah, sini!" sahut Andrew.
"Nggak apa Om, Jovi pulang aja," tolaknya sopan.
"Kamu makan dulu, Om tahu badan kamu pasti lemas," bujuk Andrew pengertian.
"I-iya Om." dengan suka rela Jovi berjalan ke arah mereka. Ia mengambil tempat di sebelah Kayra. Lalu ia meletakkan jaketnya di sandaran kursi tersebut.
"Kamu harus makan, Jo," ujar Maria. Kayra mengangguki.
"Iya Tan."
Jovi termenung seketika melihat keharmonisan keluarga Kayra. Andai saja keluarganya juga seperti itu, tapi sepertinya tidak mungkin. Batinnya.
"Kok ngelamun?" tegur Maria.
"Eng-nggak kok Tan." Jovi tersenyum sekilas.
"Ambilin dong, Dek, Jovi," ujar Andrew dengan senyuman jahil.
"Apa? I-iya Pa," ucapnya gugup lalu mengambil piring yang berada di depan Jovi.
"Kak Jo mau yang mana? Nasi goreng apa nasi putih?"
"Nasi putih aja."
Kayra mengambilkan nasi untuk Jovi.
"Segini, cukup?" Jovi mengangguk.
"Pakai sayur juga, Sayang," kata Maria. Lalu Kayra menuangkan sayur sop dan menaruh ayam goreng di piring Jovi.
Jovi tersenyum sekilas.
"Ini, Kak." kayra menaruh piring tersebut di depan jovi.
"Terima kasih," ujarnya pelan.
Mereka berempat mulai menikmati makanan tersebut.
"Udah berapa lama, Jo, sama anak, Om?" pertanyaaan Andrew membuat keduanya langsung menatap pria itu.
Sedangkan Maria hanya tersenyum kecil.
Jovi menalan ludahnya. Ia benar-benar gugup harus berkata apa.
Apa harus segugup ini jika bertemu dengan calon mertua?
"Ih... Papa! Kak Jo kan lagi makan, jangan ditanyain!" sahut Kayra lebih dulu. Jovi hanya bisa diam.
Andrew dan Maria manggut-manggut.
"Anak Om, cerewet ya, Jo?" tanya Andrew lagi. Jovi hanya menyahuti dengan senyuman manis.
Sedangkan Kayra mencebikkan bibir.
"Jangan heran ya Jo, dia manja banget anaknya," timpal Maria.
"Ih... Mama!" kesal Kayra. Gadis itu menusuk-nusuk ayam goreng di piringnya dengan garpu.
"Nggak apa Tan," sahut Jovi. Kayra sontak menoleh ke cowok di sampingnya tersebut.
"Huuuh Kak Jo sama aja!" ucapnya dalam hati.
"Kamu kenapa sih, Dek? Orang Mama sama Papa nanya Jovi," kata Andrew.
Kayra semakin dibuat iri. Sebenarnya yang anak mereka dia tau Jovi sih?
"Tau ah!" Kayra melanjutkan makannya sedangkan ketiga orang itu tertawa melihat kekonyolan gadis itu.
"Oh ya, Jo. Om dengar kamu bakal ke Oxford ya?" tanya Andrew setelah meminum air putih di hadapannya.
Jovi sontak kaget.
Kenapa harus hal itu yang ditanyakan? Batinnya.
"Jovi... Jovi nggak jadi ke sana, Om." Ketiga orang di hadapan Jovi sontak terkejut. Terutama Kayra.
"Kak Jo, Kak Jo ngomong apa sih?" kata Kayra dengan wajah tidak percaya.
"Kamu membatalkan undangan Oxford?" tanya Andrew penuh keingintahuan.
"Bukan membatalkan, tapi Jovi menunda, Om."
"Menunda apa, maksud kamu? Kamu nggak nerusin sekolah kamu?" tanyanya seolah mengintrogasi.
"Jovi punya alasan sendiri menunda itu semua. Jovi memilih kuliah di UI saja, Om. Dan Jovi yakin, bagaimana pun caranya, Jovi pasti akan ke sana." Maria dan Andrew mendengarkan dengan saksama.
"Fero tahu tentang itu?"
"Tahu Om. Jovi juga sudah membicarakan hal ini sama Pak Warnoto dan katanya, Oxford memperbolehkan karena undangan itu tanpa batas jadi Jovi bisa masuk ke sana kapan saja," jelasnya.
"Ehm... Om baru tahu tentang keistimewaan seperti itu. Dulu waktu Om kuliah di sana nggak ada."
Jovi menanggapi dengan senyuman tipis.
"Begitulah enaknya menjadi orang pandai, apapun keinginannya pasti sesuatu itu yang akan menghampiri kita," kata Andrew.
"Kebijakan itu kayaknya buat orang-orang tertentu deh, Jo."
"Iya, Om. Jovi dengar hanya Jovi yang mendapatkan itu di Oxford."
"Wah, hebat kamu Jo! Apapun keputusan kamu nanti jangan sampai merugikan kamu Jo," ucap Andrew terlihat bangga.
"Iya, om."
Maria dan anaknya mengamati pembicaraan dua laki-laki di hadapannya tersebut dengan hikmat.
"Lalu, Om dengar, juga ada teman kamu yang juga dapat kesempatan itu ke Harvard ya?"
"Iya Om. Itu Dion," ujar Jovi.
"Hhh... Yasudah Jo. Om doakan kamu akan meraih apapun yang kamu inginkan," ujar Andrew lalu berdiri.
"Amiiin. Terima kasih, Om."
"Papa berangkat dulu, Ma," pamitnya dan Maria langsung mencium punggung tangan suaminya tersebut. Begitupun denga Kayra dan Jovi.
"Hati-hati Pa."
Andrew kemudian berjalan keluar.
"Habisin makannya Jo," kata Maria.
"Udah Tan, Jovi juga mau pamit." jovi mengambil jaketnya.
"Kamu bener nggak apa?"
Jovi mengangguk.
"Ada yang ketinggalan nggak?"
"Enggak Tan."
Kemudian Jovi mencium punggung tangan maria.
"Jovi pamit dulu, assalamu'alaikum."
"Temenin ke depan, Sayang, biar Jovi ngambil motornya di garasi," perintah Maria pada anaknya.
"Iya, Ma."
Mereka berdua kemudian berjalan beriringan ke depan.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top