PART 28 - THOMAS ALVA EDISON

Ujian bukan untuk ditakuti,tapi untuk dilewati.
###

KETUJUH komdis saat ini sudah berada di ruang osis setelah jam pelajaran sudah selesai. Dion memimpin rapat tersebut.

"Oke, langsung saja. Agenda rapat kita kai ini untuk membahas regenerasi OSIS dan komdis," ujar Dion.

Dion menatap keenam temannya itu.

"Untuk regenerasinya, satu minggu setelah UN," lanjutnya lagi.

"Kandidatnya?" tanya Kevin.

"Nah, untuk itu dari kalian tolong tulis dua nama anggota OSIS yang menurut kalian layak," ucapnya dengan bahasa formal. Yah... karena ini memang sebuah rapat organisasi.

"Untuk anggota komdis sendiri itu kita bicarakan dengan komite. Yang jelas nanti aka nada voting dengan beberapa guru, anggota OSIS dan ketua ekstra. Dan jumlahnya belum bisa dipastikan. Entah lebih atau kurang dari jumlah kita."

Semua mengangguk setuju.

"Dari lo Dave!" Dion berucap pada David yang duduk di kursi paling kanan.

David berdiri lalu mengambil spidol di meja depan Dion. Ia menuliskan dua nama kandidat yang menurutnya pantas.

Di papan tersebut David menuliskan nama: Andhika Wiratama dan Andrean Wijaya.

"Selanjutnya," kata Dion.

Jovi maju dengan santainya. Seolah melupakan sejenak perang dingin yang terjadi antara Dion dan dirinya.

Jovi ternyata menuliskan dua nama yang sama dengan yang dituliskan David.

"Lanjut!"

Bryan maju. Dan begitu seterusnya sampai keenam komdis itu selesai menuliskan nama. Dan Dion saat ini sudah memegang spidol.

Ia mengamati nama kandidat yang tertera di sana. Dominan memilih Andhika Wiratama. Masih ingat bukan? Andhika adalah salah satu OSIS pendamping di kelompok Archimedes dulu bersama Farrel.

Namun keputusan dari ketujuh komdis bukanlah keputusan mutlak. Mereka hanya memilihkan kandidat yang nantiya akan dipilih oleh semua siswa dan warga Rodriguez high school.

"Sesuai keputusan, kita ambil 3 kandidat."

Mereka mengangguk setuju.

"Yang pertama, Andhika lalu... Andrean dan yang ketiga... Davina Felicia." Dion memberi ceklis di samping nama yang ia sebutkan tadi.

"Setuju!"sahut keenam komdis bersamaan.

"Oke, terima kasih. Dan tolong beritahu pada semua nggota OSIS daftar nama kandidat ini agar ketiganya siap dan bisa menyiapkan visi dan misi mereka."

Frisya menuliskan nama-nama kandidat tersebut pada buku catatannya. Mengingat ia menjabat sebagai sekretaris umum di OSIS.

"Untuk pemilihan ketua OSIS senin depan dan komdisnya setelah pemilihan ketua OSIS. Setuju?" tanya Dion.

Semua mengangguk paham.

"Terima kasih atas kesediannya menghadiri rapat hari ini. dan untuk Frisya dan yang lainnya tolong sampaikan pada anggota OSIS yang lain. Saya akan membicarakan siapa kandidat komdis dan berapa jumlahnya untuk periode selanjutnya," lanjut Dion dan mereka semua mulai membubarkan diri.

***

Ujian nasional sudah dekat dan tinggal menghitung hari. Di hari Jumat ini pihak sekolak melakukan do'a bersama di aula atas. Yang dihadiri oleh semua siswa dan dewan guru.

Seorang siswa laki-laki yang pastinya kelas 12 berdiri di depan mereka semua dengan membawa mic.

"Terima kasih atas kesediannya adik-adik kelas untuk datang ke aula. Saya mewakili siswa kelas 12 mengucapkan beribu terimakasih terutama untuk pahlawan kita. Semua guru. Yang sudah bersedia menyalurkan ilmunya untuk kita. Tanpa kalian kita bukan siapa-siapa Pak, Bu," ujarnya dan sekitar puluhan guru yang duduk di kursi samping depan terlihat tersenyum bangga dan haru.

"Untuk semua kelas 12, dimohon berdiri dan menghadap ke utara," katanya lagi.

Dan sekitar seratus lima puluh siswa berdiri sesuai perintah. Begitupun dengan para komdis.

Mereka semua berbaris membuat 8 banjar barisan.

"Saya, Oca mewakili semua siswa kelas 12 sekali lagi mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kalian semua. Bapak dan Ibu guru, adik-adik kelas, dan semua warga sekolah," kata cowok itu.

Yah... yang menjadi perwakilannya adalah Oca salah satu personil PMS band.

Oca menghadap ke kelas 10 dan 11 yang duduk di kursi.

"Dan... besok Senin, adalah hari pucak dari tiga tahun kita menimba ilmu di sini. Tidak ada kata menyesal yang terucap. Semua tergantikan dengan kata pujian dan ucapan terima kasih," ujarnya mantab dengan meletakkan kepalan tangan di depan dada kanannya. Ia teerlihat tersenyum bangga.

"Dan mungkin kurang dari satu bulan, kita sudah tidak di sini lagi. Karena itu... untuk semuanya. Kami meminta dengan sangat do'a serta restu sebagai pegagan kita di masa mendatang," lanjutnya. Suasana hening dan haru mulai terasa.
Semua kelas 10 dan 11 terlihat mengangguk.

"Dan kami... minta maaf jika selama kami disini telah membuat masalah, menyakti hati kalian baik disengaja atau tidak. Beribu ampun sangat kami harapkan. Kami hanyalah seorang manusia biasa,"

"dan untuk semua adik-adik kelas... Kita memohon dengan sangat. Jangan pernah mengeluh dan menyusahkan guru. Apalagi dalam menimba ilmu. Karena apa? Kalian pasti akan merasakan dampaknya di akhir. Kita semua sudah melewati itu,"

"sekali lagi. Kita mohon maaf jika ada salah kata atau perbuatan yang tidak kami sengaja maupun sengaja. Mohon dimaafkan. Karena kami tidak akan bisa menlanjutkan study dengan tenang jika masih ada yang mengganjal."

Semua siswa kelas 12 yang berdiri di belakang Oca terlihat menundukkan kepala.

"Do'akan kami agar bisa melewati ujian nasional dengan baik dan bisa mengharumkan nama sekolah ini di tingkat internasional."

"Amiiin," ujar semua yang ada di aula secara bersamaan.

"Terima kasih sekali lagi," ujar Oca. Lalu ia mengarahkan mic tersebut di depan semua siswa kelas 12.

"TANPA KALIAN KAMI BUKAN APA-APA. SEKALI LAGI TERIMA KASIH," ujar mereka keras dan bersamaan.

"TERIMA KASIH PAHLAWAN KITA. BAPAK DAN IBU GURU. UNTUK PENYEMANGAT KITA, ORANG TUA. DAN UNTUK KALIAN ADEK-ADEK. SEMANGAT! PERJALANAN KALIAN MASIH PANJANG!" lanjut mereka dengan bersamaan.

"UJIAN NASIONAL BUKAN UNTUK DITAKUTI, TAPI UNTUK DILEWATI!"

"UN? WE KNOW WE CAN YES!" kata mereka lagi dengan akhiran semuanya tersenyum mengembang dan dua jari mereka diangkat membentuk huruf "V".

Tepuk tangan bangga tidak ada henti-hentinya.

Lalu tanpa semua ketahui Dion mengambil alih mic.

"Untuk kalian semua! Mungkin kata-kata ini ada benarnya. Tapi ini menurut kita sangat-sangat benar!" kata Dion.

Semua diam ingin mengetahui apa yang akan Dion katakan selanjutkan.

"Ujian bukan untuk ditakuti. Ingat saja kata-kata Thomas Alfa Edison. 'Selembar kertas tidak akan menentukan nasib kita di masa mendatang'."

"Itu pegangan kita. Tapi jangan salah artikan," lanjutnya. Semua tersenyum bangga. Terutama dengan semua kata-kata salah satu emas Rodriguez itu.

"Ujian nasional? B Aja!" kata Dion keras sambil bergaya. Ia memukulkan kepalan tangan kanannya ke depan dada kirinya dua kali lalu mengarahkan ke depan, tangan tersebut. Dengan jari sudah membentuk huruf "V".

Kekocakannya selalu ada saja.

Semua tertawa dibuatnya. Pasti Dion adalah seorang pemimpin yang sangat diteladani karena jiwa kepemimpinannya.

Seketika tanpa diduga semua siswa kelas 10 dan 11 berjalan menuju depan. Mereka berjalan seperti mengantre.

Semua kelas 12 tersenyum melihat kelas 10 dan 11 berjalan ke arah mereka membentuk barisan seperti ular. Mereka bergantian untuk bersalaman satu persatu dengan kakak kelas yang tidak lama lagi itu akan meninggalkan sekolah mereka yang tercinta.

"Semangat, Kak!" kata seorang cowok pada Dion yang berada di banjar paling depan dan ujung paling kanan.

"Mimpi adalah kunci untuk kita menakhlukkan dunia berlarilah... tanpa lelah... sampai engkau meraihnya."

Dua siswa kelas 12 laki-laki dan perempuan terlihat mulai menyanyikan lagu itu. Dengan keyboard di depan mereka.

"Laskar pelangi... Tak kan terikat... waktu...bebaskan mimpimu di angkasa... warnai bintang di jiwa..."

Alunan lagu tersebut mengiringi salaman penyemangat yang terjadi.

"Menari lah dan terus tertawa. Walau dunia tak seindah surga. Bersyukurlah pada yang kuasa cinta kita di dunia... selamanya..."

Dion tersenyum.

"Semoga sukses Kak!"

"Semangat!"

"Iya."

"Sukses untuk kalian semua dan Rodriguez!" ujar Oca dengan menggunakan mic.

Dan sewaktu giliran Kayra sudah berada di depan siswa kelas 12 IPA 1, siulan dan urakan mulai terdengar.

"Ya ampun kak komdiiis... Dedek pacarnya lucu banget sih. Boleh kali bawa pulang." suara lebay itu berasal dari siswa kelas 12 IPS yang terang-terangan menggoda Jovi.

Ketika Kayra bersalaman dengan Jovi tidak lupa ia menampilkan senyuman tipisnya walaupun tidak berucap apa-apa.

"Duuuh boleh kali dibungkus senyumnya..." lagi-lagi barisan cowok di belakang Jovi menyurakinya.

"Comel lagi."

"Bungkus aja senyumnya!"

Jovi menoleh dengan tatapan horror ke deretan kor membahana dan menggelikan itu.

"Ups! Peace Kak komdiiis! B Aja!" sahut salah satu di antara mereka sambil terkekeh.

Barisan berjalan masih berlangsung. Tanpa mereka sadar, sang pemilik yayasan tersebut ternyata hadir. Yah... pria paruh baya berjas hitam yang tengah berdiri di ambang salah satu pintu aula menatap bahagia apa yang telah terjadi di aula tersebut.

"SUKSES UNTUK KALIAN SEMUA!" kata Oca lagi.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top