PART 25 - HADIAH LAH!

Hal yang menyenangkan adalah ketika bisa melihatmu tersenyum karenaku
###

SORE harinya setelah pulang sekolah, Jovi melajukan motornya menuju kompleks perumahan tempat tinggal Kayra. Ia sangat cemas dengan kondisi cewek itu. Sampai-sampai try out tadi ia tidak bisa fokus sama sekali.

Banyak pertanyaan yang terlontar dari teman-temannya tadi. Namun tak satupun digubrisnya. Menurutnya untuk apa? Itu bukan suatu hal yang patut diperbincangkan.

Sesampainnya di depan gerbang rumah Kayra, security di sana membukakan gerbang. Mungkin ia sudah tahu siapa Jovi. Karena beberapa kali Jovi sering datang ke sana.

"Makasih, Pak," kata Jovi sambil melepas helm-nya. Lalu berjalan menuju pintu utama yang terbuka.

"Assalamu'alaikum," ucapnya.

Beberapa saat kemudian seorang asisten rumah tangga menghampirinya.

"Temannya Non Kay ya?" kata wanita itu. Jovi tersenyum manis.

"Kayranya ada?"

"Oh... Ada, Mas. Silahkan masuk." Wanita itu mempersilakan Jovi.

Dan detik itu juga Maria keluar dari kamarnya dengan pakaian yang rapi dan juga membawa tas tentengnya.

"Jovi!" wajah Maria berbinar ketika melihat Jovi.

Jovi kemudian mencium punggung tangan Maria.

"Kayranya ada, Tan?" tanyanya.

"Ada, di kamarnya. Kamu kok repot-repot sih Jo ke sini. Kamu kan habis try out, pasti capek," ujar Maria.

"Nggak juga, Tan," balasnya sopan.

"Oh ya, Bik. Kalau Kayra mau sesuatu tolong ambilin ya. Saya mau keluar dulu."

"Iya, Bu," jawab wanita itu. Ia berdiri di samping Maria.

"Om Andrew ada?" tanya Jovi.

Maria tersenyum sekilas. Di pikirannya saat ini adalah; Sikap Jovi sangat sopan dan tata kramanya sangat bagus.

"Oh... Dia belum pulang Jo. Mungkin nanti malam. Yaudah, Tante pergi dulu."

"Hati-hati, Tan," ujar Jovi. Maria melangkah menuju pintu utama.

"Mas-nya mau dibuatin minum apa?" tawar wanita itu.

"Nggak usah, Bik," jawab Jovi.

"Nggak apa Mas. Mas tunggu ya, oh ya. Non Kay ada di kamarnya kok, nanti Bibi anter ke sana."

Jovi kemudian melangkah menapaki anak tangga.

***

Sedangkan di kamarnya, Kayra baru saja merapikan rambutnya. Ia sudah mengenakan piyama tidurnya. Keadaannya mulai membaik sejak tadi.

Ia masih belum bisa melupakan semua perkataan orang yang mencibirnya. Ia merutuki itu semua. Hingga terjadi lah tadi, ia pingsan.

Dan tadi siang ibunya berucap bahwa wanita itu sebenarnya sudah tahu hubungannya dengan si komdis itu.

"Please Ma... Jangan bilang ke papa," katanya memohon. Ia tidak ingin sang ayah mengetahuinya. Walaupun ia tidak pernah melarang sang anak untuk menjalin hubungan di usianya yang saat ini.

"Oke, oke... Syaratnya... Kamu harus rajin belajar, Mama nggak mau dengar nilai kamu turun dan kamu harus tahu mana waktunya belajar dan main-main," ujar maria.

"Siap!" Kayra menyahuti sambil memberi hormat.

"Udah, kamu istirahat dulu."

"Oke."

Kayra mengingat percakapannya tadi dengan ibunya. Sedikit melegakan.

Seketika ia mendengar pintu kamarnya diketuk.

Mungkin Bibi. Pikirnya.

Ia berjalan untuk membukakan pintu.

"Iya, Bi?..." Mata Kayra melotot sempurna ketika melihat siapa yang saat ini berada di depannya.

"Hai!" ujar Jovi sambil tersenyum manis.

"Kak Jo? Ngapain di sini?" tanyanya sambil mengedarkan pandangan ke depan kanan kiri.

"Nggak suka dijengukin? Oh... yaudah, Kak Jo pulang aja." Jovi berbalik namun tangan Kayra menahannya.

"Ih... Bukan gitu..."

"Terus?"

"Ya, kan..." Kayra dibuat gugup hanya dengan tatapan Jovi.

"Kak Jo capek loh kakinya. Nggak disuruh duduk?" ujar Jovi mengkode.

"Oh... iya, iya, masuk aja."

Jovi tersenyum kemenangan. Sambil mengamati kamar Kayra yang dominan berwarna biru muda itu.

Mereka berdua masuk ke kamar Kayra. Tanpa Kayra sadari, kaki Jovi menutup pintu itu.

Kayra gugup. Jovi duduk di pinggiran ranjangnya, begitu pun dengannya. Ia masih bisa mencium aroma parfum Jovi saat ini. Walaupun Jovi baru saja pulang sekolah.

"Kok diem? Masih nggak enak ya, badannya?"

"Udah, mendingan kok," jawabnya cepat.

"Kak Jo minta maaf. Karena Kak Jo kamu jadi kayak gini." Tangan Jovi mengelus sayang rambut Kayra.

"Enggak, jangan salahin Kakak," balasnya. Ia menatap Jovi.

"Kamu kira Kak Jo nggak tahu? Kak Jo tahu kamu di-bully dengan perkataan sama mereka."

Kayra diam.

"Kak Jo nggak pernah hirauin itu semua."

Tangan Jovi berpindah menggenggam telapak tangan Kayra. "Semua cibiran itu kita harus lalui. Anggap aja mereka iri soalnya..."

"seorang Jovian bisa jadi pacarnya Kayra cewek cantik dan pintar. Siapa yang nggak mau?" ucapnya sambil tersenyum.

Kayra dibuat merona. Dalam kenyataan yang tidak diketahui Jovi, mereka semua iri karena Kayra lah yang menjadi pacar seorang Jovian. Cowok idaman yang sempurna di mata semua cewek Rodriguez.

"Besok kalau kamu masih belum sehat benar, nggak usah maksain sekolah ya."

Kayra mengangguk.

"Kok nggak dimakan buburnya?" ungkap Jovi ketika melihat semangkok bubur di nakas sebelah ranjang.

"Udah."

Jovi ber "Oh."

Kemudian ia melepaskan tas punggungnya. Dan menekuk kemejanya sesiku.

"Kak Jo mau minum apa?"

"Enggak usah," tolak Jovi.

"Em... mau makan? Ayo!" Kayra berdiri.

"Enggak! Di sini aja." Jovi menarik lengan Kayra. Hingga gadis itu terduduk lagi.

Kayra mengernyit melihat wajah Jovi. Senyuman nakal sejak tadi tersirat dari wajah komdis itu.

"Kalau kamu udah nggak apa, Kak Jo mau pulang. Tapi Kak Jo minta sesuatu sebentaaar aja," kata Jovi degan nada jahil.

"Apa?"

Detik selanjutnya jari telunjuk Jovi beralih ke depan bibirnya sendiri.

Kayra masih bingung. Otaknya lambat jika menyangkut hal-hal yang tak biasa.

Satu detik.

Dua detik.

"Apa sih, Kak, ini?!" Kayra menirukan Jovi, sehingga telunjuknya berada di bibirnya.
Jovi tersenyum jahil sambil mengedipkan sebelah matanya.

Kayra melotot. "Ih... Kak Jo!" Kayra memukul paha Jovi berulang kali.

"Aw! Aduh sakit... Jangan dianiaya dong, nanti kalo nggak ganteng lagi gimana?" keluh Jovi seraya mengusap-usap pahanya.

"Salah sendiri pikirannya begituan!" Kayra mengerucutkan bibir.

"Enggak apa dong, sekali-kali," jawab Jovi dengan entengnya.

Kayra menggeser duduknya menjauh sedikit dari Jovi.

Jovi menyugar rambutnya sekilas. Ia tahu reaksi Kayra akan seperti ini. Karena itu tadi ia diam-diam menutup pintu kamar Kayra. Ia tidak ingin siapapun mengganggu rencananya.Terutama wanita yang Kayra panggil 'Bibi'. Pasti wanita itu tidak mau masuk jika tahu kamar itu terkunci.

"Tau ah! Nyebelin!"

"Tapi ganteng," sahut Jovi.

"Nggak nyambung, Kak!" elak Kayra.

"Yah... disambungin!"

Kayra semakin geram. "Nggak ada selotip!"

"Nyambungnya pakai perasaan, Dek!" jawab Jovi.

"Ih... Kak Jo kok makin nyebelin sih!"

"Karena Kak Jo ganteng." Lagi-lagi Jovi membanggakan dirinya.

"Pede amat!" Kayra membuang muka ke arah lain. Setidaknya jangan sampai menatap cowok di sampingnya saat ini.

Jovi bangkit dari duduknya. Kayra menatapnya heran. Tanpa disangka Jovi berjongkok di depannya. Tidak lupa senyuman andalannya ia tunjukkan.

"Coba bilang kalo Kak Jo nggak ganteng!" perintah Jovi. Cowok itu menatap lekat Kayra.

Kayra dibuat salah tingkah. Ia tidak mungkin berkata yang tidak sesuai dengan kenyataan. Apalagi itu sudah terpampang nyata di hadapannya.

"I...." Kayra meringis gugup.

"Apa?" sahut Jovi.

"Kak..."

"Kak Jo nggak dengar!" katanya.

"Kak Jo..."

"ganteng!" sedetik selanjutnya kedua telapak tangan Kayra ditutupkan ke wajahnya. Ia malu sekali.

"Tuh, kan." Jovi bergumam. Baru kali ini ia mendengar Kayra mengatakan ia tampan.

Sifat sombongnya seketika muncul.

Kayra masih menutup wajahnya namun ia memberi cela agar bisa mengintip Jovi yang tetap berjongkok di depannya.

"Kak Jo... Jangan senyum gitu!" ungkapnya kesal.

"Emang kenapa? Bentar... jadi kamu ngintip ya?" tebak Jovi sambil memajukan wajahnya. Tangannya mencoba membuka kedua telapak tangan Kayra yang menutupi wajah lucu itu.

"Ih... Kak Jo nyebelin!"

Jovi berhasil menurunkan kedua tangan Kayra dari wajahnya.

"Kalo nyebelin, kasih ini aja!" Jovi menyentuh bibir bawah Kayra dengan ibu jarinya sambil tangannya mengelus pipi gadis itu.

"Enggak!" Kayra menggeleng sambil mengatupkan rapat bibirnya.

"Oh... Oke fine!" Jovi beranjak dari jongkoknya.

"Kak Jo keluar aja, mau cari..."

"Nggak boleh!" putus Kayra sambil berdiri.

Jovi tersenyum nakal. Membayangkan apa yang ada di pikiran Kayra barusan ketika ia mengatakan kata-kata itu.

"Apa? Kak Jo mau dengar, lagi!" Kayra menutup mulutnya.

Haih...Bodoh! Bodoh! rutuknya. Itu sama saja ia menyerahkan diri ke kandang musuh.

"Enggak! Siapa yang ngomong!" lagi-lagi Kayra mengelak.

Jovi mendekatkan badannya ke Kayra. Sedangkan gadis itu berjalan pelan mundur. Takut dengan apa yang akan dilakukan cowok berusia 17 tahun itu.

Jovi makin mendekat. Lalu memegang lengan atas Kayra. "Inget, Dek! Walaupun Kakak jarang solat, suka keluar malam, suka balapan... Aaaaw!" kata-kata Jovi tidak selesai karena Kayra mencubit pinggang atasnya.

"Awsh... Ini namanya kekerasan!" keluh Jovi.

Jovi masih merintih sambil mengusap-usap pinggangnya dari balik kemeja. Kayra meringis terkejut. "Sakit ya, Kak?" tangan Kayra bergerak menyentuh kemeja Jovi. Jovi masih mengelus pinggangnya.

"Maaf."

"Uh... Udah, nggak apa." Jovi menghalangi tangan Kayra yang ingin menyentuh kemejanya.

"Lagian sih, Kak Jo!"

"Kenapa? Heran, Kak Jo suka balapan?"

Kayra mengangguk.

"Kak Jo dari dulu suka balapan?" Jovi mengangguk.

Tidak heran jika motor sport Jovi beberapa kali Kayra lihat berganti body. Mulai dari warna sampai tampilan luarnya.

"Nggak boleh tahu, balapan," kata Kayra memperingati.

"Boleh lah... Kan di sirkuit. Lagian seru tahu, bisa adu kecepatan sama Kevin... David... Dion.. Bryan... Oca... terus dapat taru..."

"Udah, nggak usah dilanjutin!" sebal Kayra.

"Kamu kenapa sih? Nggak suka?"

"Itu bahaya Kak!" ujarnya. Jovi tersenyum sekilas. "Nggak bahaya, kan Kakak udah jago." Jovi berucap dengan pedenya.

"Ya, ya, ya! Jadi Kak Jo bad boy?" tebak Kayra.

Jovi mengernyit sambil tertawa sinis.

"Hari gini, ada bad boy yang dipuja-puja? Negara nggak bakal maju! Negara menginginkan generasi produktif! Bukan yang hanya bisa menyalahkan semua pada negara akan nasibnya." Jovi berucap panjang lebar.

Kayra mencoba mencerna ucapan Jovi.

Memang, kadang kata-kata Jovi juga berisi nasihat dan sesuatu yang Kayra sendiri sulit mengerti.

"Kak Jo nggak suka dipanggil bad boy, bad boy yang banyk penggemarnya cuma di dunia fiksi." Jovi bergidik ketika mengucapkan kata-kata itu.

"Kakak ganteng kayak gini jadi bad boy? Rugi sama tampang."

Kayra manggut-manggut. Membiarkan Jovi menyombongkan dirinya.

Entahlah..

"Jadi nggak nih? Kalo enggak, Kak Jo pulang aja," ujar Jovi lalu menyandang tasnya lagi.

"Enggak! Kak Jo pakai lipstick."

Detik itu pula Jovi dibuat tertawa terbahak-bahak mendengar kata-kata Kayra.

Kayra cemberut. Sejak dulu itulah yang ingin Kayra ungkapkan setiap melihat bibir Jovi yang terlihat agak memerah itu.

Jovi menghentikan tawanya. "Hei! Kamu kira Kak Jo cowok apaan? " tanyanya.

"Habisnya... Bibirnya selalu merah," sahut Kayra.

"Iya kalau bibir kamu," balas Jovi.

"Ih...Kay serius!"

"Oh... Oke! Kalau kamu nggak percaya. Sentuh aja! Luntur apa enggak!" tantang Jovi. Lalu menuntun jari Kayra ke bibirnya.

Gadis itu gugup seketika.

Ia bisa merasakan bibir Jovi yang kenyal. Jovi mengusapkan jari Kayra pada bibirnya yang lembab.

"Tuh, kan!"

Kayra dibuat semakin bingung. Jarinya tidak ada bekas lipstick!

Jovi berjalan maju ke Kayra dalam hitungan detik ia mendekap gadis itu dan memegang pinggang Kayra.

"Kak Jo!" Kayra memprotes. Ia mencoba melepaskan kekangan Jovi pada tubuhnya.

"Sstt..."

Entah sadar atau tidak bibir Jovi sudah mendarat di bibir Kayra. Kayra melotot.

Ciuman kali ini tidak seperti dulu yang hanya sekadar menempel. Tapi ia bisa merasakan bibir Jovi bergerak. Iya... bergerak melumat bibir mungil itu. Kayra saking terkejutnya hanya bisa memejamkan matanya.

Jovi melepaskan sebentar ciumannya karena tahu Kayra kehabisan napas. Lalu kembali mencium bibir itu.

Ia melumat lembut... sangat lembut. Seolah tidak ingin menyakiti gadisnya itu.

Jovi tahu pasti Kayra sangat terkejut mendapat perlakuan darinya. Terlihat... badannya menegang.

Jovi tersenyum di sela ciumannya. Entah wangi atau rasa cerry bisa ia rasakan dari bibir Kayra.

Jovi melepaskan ciumannya setelah menghisap lembut bibir bawah Kayra.

Ia tersenyum melihat Kayra yang masih menutup matanya.

Sangat cantik. Batinnya.

Bibir mungil, mata yang bagus... dan kepolosannya sangat disukai Jovi.

"Merci," kata Jovi. Kayra tidak berani menatap Jovi. Ia menunduk.

"Kak Jo, pulang. Cepat sembuh." Jovi mencium kening Kayra lalu berbalik menuju pintu. Sedangkan Kayra masih menunduk. Ia mencoba menstabilkan detakan jantungnya.

Apa yang terjadi padanya, yang dilakukan Jovi? Semuanya bercampur di pikirannya.

Jujur, itu adalah kali pertama Kayra mendapatkan perlakuan yang menurutnya... hah... sulit diungkapkan.

Ia mendengar Jovi memutar gagang pintu. Ia menoleh ke depan.

Jadi pintunya tadi dikunci? Pikirnya. Ia merasa tidak pernah mengunci pintu itu. Jadi siapa?

***

Sesampainnya di lantai bawah. Jovi melihat pelayan tadi. "Mas Jovi!"

Jovi tersenyum kecil.

"Tadi bibi mau nganterin minumnya Mas, tapi pintunya dikunci."

Ia tersenyum kecil. "Makasih ya, Bi. Jovi pamit pulang." Jovi meninggalkan wanita itu yang termenung sambil membawa nampan.

"Mas Jo! Minumnya!" teriaknya ke arah Jovi.

"Makasih. Nggak apa!" sahut Jovi.

Ia berjalan menuju motornya sambil tersenyum kecil. Mengingat ekspresi Kayra yang menggemaskan.

Ia menyentuh bibirnya.

Hah... apa ia sudah keterlaluan?

Biarlah... pikirnya.

***
Thanks for reading my story and give vote and comments if you like this story guys... love you

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top