PART 24 - TER-EXPOSE SEMUA
Aku tahu, mereka semua menganggapku tak setara denganmu. Tapi aku akan berusaha merubah anggapan itu menjadi serasi, karena aku mencintaimu - Kayrasya.
###
GEMPAR? Pasti.
Menyeruak dengan cepat? Sangat.
Semua mengetahui? Tidak juga.
Setelah big pensi Rodriguez yang sukses kemarin di hari Rabu, semua siswa Rodriguez diliburkan untuk beberapa hari dan kembali masuk di hari Senin.
Namun tidak untuk anak OSIS dan komdis.
Selama dua hari satu malam mereka semua menginap di sekolah. Begitupun dengan para komdisnya.
Ketika esok harinya setelah big pensi berakhir, mereka datang lalu membatu membereskan perlengkapan dan juga melakukan evaluasi pensi.
Evaluasi pensi dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui sistem kerja yang seperti apa yang tidak terlaksana dengan baik. Semua koordinator acara ditanyai kendala masing-masing. Agar pada pensi selanjutnya masalah itu bisa diatasi dengan baik.
Karena OSIS secara tidak langsung, mengabdi pada sekolah.
Dan setelah kejadian di malam pensi itu, pasti semua siswa Rodriguez menyangka sebelumnya jika Kayra menerima Dion.
Tapi anggapan itu berubah drastis. Dari desas-desus yang beredar, hampir semua siswanya mengetahui fakta yang sebenarnya.
Bukan, bukan karena Dion berkoar bahwa ia ditolak.
Tidak mungkin!
Itu sama saja masuk ke kandang buaya. Dimana harga dirinya jika itu sampai terjadi?
Masa iya, seorang Dion melakukan hal bodoh hanya karena seorang perempuan. Tidak mungkin!
Dan selama beberapa hari itu juga Jovi dan Dion bertingkah seolah tak terjadi apa-apa atau bisa dibilang perang dingin. w
Walaupun yang lainnya sudah tahu apa yang terjadi.
Yah, bukan karena Dion mereka tahu. Namun ada segelintir anak yang dengan tidak sengaja tahu lebih dahulu.
Ketika malam pensi kemarin hari, ada yang tidak sengaja mendapati Kayra dan Jovi tidur di ruang jurnalis. Apalagi posisi mereka mengundang banyak pertanyaan muncul.
Dan hal itu semakin diperkuat ketika Jovi mengantar Kayra pulang, semua mengetahui itu dengan jelas.
Dan simpati pada Dion tidak henti-hentinya. Mereka pasti beranggapa Dion ditikung.
Ada yang terkagum-kagum dan ada juga yang mencibir. Terutama Kayra yang mendapat cibiran itu.
Secara, Jovi bisa dibilang "Emas Rodriguez."
Jovi menghadapi itu dengan santai. Beberapa pertanyaan yang terlontar dari temannya tak satupun digubrisnya.
Dan di hari Senin ini untuk pertama kalinya masuk sekolah setelah big pensi kemarin. Dengan kelas 12 yang juga menjalani try out terakhir dalam 4 hari. Sebelum menjelang UN di minggu depan.
***
Kayra berjalan pelan dengan hati bergetar.
Bagaimana tidak? Gosip tentangnya sudah menyebar. Mau tidak mau ia juga harus siap menerimanya.
Selama beberapa hari kemarin ia tidak bisa berpikir dengan jernih. Teman-temannya menghujaninya dengan pertanyaan dan Kayra hanya membalas dengan senyuman. Tanpa mengeluarkan kata.
Bahkan di salah satu media sosial menunjukkan fotonya dengan Jovi yang tertidur di ruang jurnalis entah siapa yang mengambil itu.
Kayra dibuat kesal. Ditambah lagi beberpa hari kemarin ia dan Jovi sama sekali tidak ada komunikasi.
Ia tahu jika Jovi sibuk, sehingga ia tidak berani untuk menanyakan kabar maupun yang lainnya.
Di perjalanan menuju kelasnya, suara bisikan, omongan dan cibiran bisa ia dengar.
Ada yang terheran-heran.
Ada juga seolah tidak terima.
Kayra menunduk sambil berjalan. Ia meremas kuat ujung tali tas punggungnya.
Sesampainya di area kelasnya. Pintu kelas tersebut tertutup.
Apa mungkin sudah ada guru?
Kayra berjalan pelan. Jam belum menunjukkan pelajaran dimulai dan hari ini tidak ada jam pagi.
Ia menarik dua gagang pintu tersebut dan terbukalah pintu itu.
Dan seketika biang-biang gombal mendekatinya.
Deka dan Fano berjalan ke arahnya.
"Aapa kurangnyaaa akuuu di daaalam hiiidupmuuu... Hingga kau cuuuurangiiii akuuuuu..."
Suara mendramatisir itu berasal dari Deka. Kedua cowok itu tersenyum tidak jelas ke arahnya.
"Yaaang... Kemarin ku melihatmu... Bersama dengan... Komdis itu... " Fano menyahuti dengan jahil.
Kayra diam tidak tahu maksud mereka.
Sedangkan dilihatnya Raka duduk di mejanya sambil menumpukan kaki.
Tatapannya sulit ditebak.
Dan temannya yang perempuan hanya segelintir yang sudah datang, juga sama mereka duduk dengan pandangan terarah ke dirinya.
"Sakitnya tuh disini di dalam hatiku... Sakitnya tuh di sini melihat komdis itu!" lanjut Deka.
Dua cowok itu menghalangi Kayra untuk masuk.
"Kay mau duduk Kak, minggir dong," kata Kayra.
"Et... Et.. Et... Jawab pertanyaan kita dulu dong!" kata Deka.
"Bener apa enggak kamu sama si Jovi komdis ituuuuu?" tanyanya mendramatisir dan bernada.
"Em... Kak Deka udah tahu gitu... Minggir dong Kak!" jawab Kayra.
Namun dua cowok itu tetap menghadangnya dan tidak memberinya jalan.
"Kak... Please," mohon Kayra.
"No, no, no no!" kata Fano sambil menggerakkan telunjuknya pertanda tidak.
"Ada apaan ini?" tiba-tiba Ratih datang dari arah belakang Kayra. Ia baru sampai.
"Ini... Kay nggak dibolehin masuk," kata Kayra.
"Minggir nggak lo berdua!" bentak Ratih.
"Enggak!" ucap mereka bersamaan.
Ratih kesal. Karena mereka tak kunjung menyingkir.
"Dia udah buat hati gue, sakiiit.... Backstreet di belakang gue," kata Deka alay.
Kayra diam. Kepalanya tiba-tiba pusing, sedari pagi tadi badannya memang tidak fit.
"Alah... Minggir nggak lo!" Ratih mendorong dada dua cowok biang gombal itu.
"Jangan ikut campur urusan orang," kata Ratih.
"Eh... Gue kan juga orang, berarti gue juga boleh ikut campur dong..." kata Fano seolah tanpa dosa.
"Udah Kak, Kay pusing. Kay tahu semua pasti benci Kay..."
Seketika tubuhnya limbung, namun dengan cekatan Fano menahannya.
"Eh, Kayra, Kayra!" semua mulai panik dan teman-temannya mulai mengerubutinya
"Cepet bawa dia ke UKS!" kata Ratih panik lalu mengambil tas Kayra.
Fano mulai mengendong Kayra ke arah UKS sebelah ruang lintas minat.
Di perjalanan, tatapan tidak mengenakkan tersirat ketika Fano membawa Kayra yang pingsan.
"PMR!" teriak Fano.
Dua anak PMR lalu membantunya meletakkan Kayra di ranjang UKS.
Ratih dan beberpa anak lainnya menyusul untuk melihat keadaannya.
Raka juga menyusul.
Anak PMR mulai melakukan pertolongan untuk membuat Kayra sadar.
Mereka melepas sepatu, kaus kaki, kancing teratas kemeja Kayra agar ia tidak kesulitan bernapas.
Kayra tak kunjung sadar. Temannya mulai panik.
***
Sedangkan Jovi yang baru saja datang dan memarkirkan motornya kemudian berjalan menuju kelasnya.
Dan seketika ada anak kelas 12 yang menghampirinya dengan berlari.
"Jo! Pacar lo pingsan tuh!" ucapnya.
Jovi tertegun.
"Dia dimana sekarang?" tanya Jovi cemas.
"UKS sebelah ruang LM."
"Oh, thanks Van!"
Jovi kemudian berlari menuju tempat yang dimaksud.
Dilihatnya di depan ruang UKS banyak anak kelas 11.
"Permisi!" ucap Jovi dan mencoba masuk.
Semuanya ternganga melihat kedatangan Jovi.
Jovi langsung menuju tempat Kayra.
Anak PMR yang berada di sana memberi bau-bauan yang menyengat seperti minyak kayu putih namun Kayra tak kunjung sadar.
"Dek!" panggil Jovi.
Jovi menepuk pipi Kayra pelan. Lalu melepas tas punggungnya dan menaruhnya di meja ruang sana.
"Hei! Kak Jo di sini, kamu bangun ya," kata Jovi. Jovi menatap sendu ke Kayra.
Beberapa anak yang mengerubungi di depan ruang UKS tadi mulai kembali ke kelas masing-masing.
"Dia kenapa?" tanya Jovi.
"Dia tadi pingsan, badannya tiba-tiba panas banget," jawab Ratih.
Sedangkan Fano dan Deka yang juga berada di ruang tersebut merasa bersalah.
"Gue minta maaf Jo. Gue tadi nggak bermaksud... " ucap Fano menyesal.
Jovi tidak bisa berpikir dengan jernih. Ia tidak tega melihat kondisi gadisnya yang terkulai tak berdaya.
"Sebaiknya kalian masuk ke kelas kalian biar gue aja di sini!" kata Jovi.
Keduanya pun keluar sesuai keinginan Jovi. Raka tetap berada di sana.
"Kita bawa ke rumah sakit aja, tanyain ke Pak Evan, mobil sekolah mana kuncinya," kata Jovi gusar. Dua anggota PMR tadi langsung keluar UKS.
"Dek, bangun!" ucap Jovi.
Raka yang melihat Jovi begitu peduli dengan Kayra hanya bisa tersenyum lega. Walaupun ia agak sedikit kesal karena Kayra sempat menyembunyikan hubungannya dengan si komdis itu.
Tidak lama kemudian dua anggota PMR tadi kembali. "Jo, mobilnya lagi dibawa."
"Arghh... " Jovi mengerang frustasi.
"Pakai mobil gue aja Kak." Raka menawarkan.
Jovi diam sesaat.
"Beneran?" tanyanya memastikan.
Raka mengangguk dan dengan segera keluar menuju area parkir guru untuk membawa mobilnya ke arah gerbang.
"Dek, bangun. Jangan buat Kak Jo khawatir." Jovi masih berusaha membuat Kayra sadar.
Jovi menggengam telapak tangan Kayra yang dingin itu.
Ratih yang melihat Jovi begitu khawatir pada Kayra menatap iba pada mereka.
"Dek!"
Dan seketika Kayra membuka matanya.
Jovi tersenyum lega.
"Kay di mana?"
"Kamu di UKS," jawab Jovi.
"Kepala Kay pusing Kak... " keluhnya dengan suara lirih.
"Sabar ya, habis ini kakak antar kamu ke rumah sakit."
Kayra langsung menggeleng.
"Kenapa?"
"Kay nggak mau... Kay mau pulang... " mata Kayra berkaca-kaca.
Jovi berdecak.
"Oke, Kak Jo anter kamu pulang."
"Rat, tolong izinin ke guru BK biar dikasih surat izin." Jovi menoleh ke Ratih.
Ratih mengangguk. Kemudian ia keluar.
"Kamu kalau sakit, jangan makasain masuk Dek," jelas Jovi.
Kayra diam.
Sedangkan dua anggota PMR tadi mengemasi sepatu Kayra dan memasukkan ke dalam paper bag.
"Kak, lo bawa aja mobil gue, tadi gue udah izinin dan gerbang depan udah dibuka," kata Raka.
Jovi mengangguk.
Dengan sigap ia menggendong Kayra ala bridal style.
Kayra yang kaget dengan apa yang dilakukan Jovi hanya bisa diam dan mengalungkan kedua tangannya di leher Jovi.
Raka membukakan pintu mobilnya ketika mereka sudah berada di jalan arah keluar. Tatapan penuh tanda tanya tersirat dari beberapa siswa yang melihat mereka.
"Makasih," kata Jovi lalu ia mendudukkan Kayra di kursi depan dan memasangkan sabuk pengamannya. Lalu kedua PMR tadi meletakkan tas Kayra dan paper bag-nya di dashboard mobil SUV hitam itu.
Lalu Jovi berjalan ke tempat kemudi. "Sekali lagi makasih."
Jovi menepuk pundak Raka.
Raka tersenyum tipis.
Jovi mengendarai mobil tersebut. Dan dua satpam sudah siap membukakan pintu gerbang.
"Kak... " ucap Kayra lirih.
Jovi yang dilanda cemas makin panik.
"Hei, kamu tenang ya." Tangan kiri Jovi mengelus sayang rambut Kayra.
"Aggrh... " Jovi mengerang karena ada sedikit kemacetan.
Setelah sekitar sepuluh menitan akhirnya lalu lintas kembali normal. Jovi melajukan mobil tersebut dengan kecepatan tinggi.
"Kak Jo tahu Dek, kamu pasti kebanyakan mikir. Please... Jangan hirauin omongan mereka. Percaya Kak Jo. Kak Jo sayang kamu." Jovi menuntun punggung tangan kanan Kayra ke bibirnya.
Ia mengecup ringan punggung tangan tersebut.
Kayra diam mendapat perlakuan seperti itu.
***
Setelah beberapa saat kemudian akhirnya mereka sampai di perumahan A Raya, tempat tinggal Kayra.
Jovi membunyikan klakson mobil itu ketika sudah berada di depan gerbang rumah Kayra.
Dan seorang penjaga rumah menghampiri mobil itu.
"Pak, bisa bukain gerbangnya?" ucap Jovi.
"Non, Kay!" katanya ketika melihat Kayra lemas tak berdaya di kursi depan.
Dengan cepat penjaga rumah itu membukakan pintu.
Jovi memasukkan mobil ke karangan rumah.
Ia keluar setelah mesin mobil dimatikan.
Lalu membuka pintu sebelah kiri. Dengan sigap ia menggendong Kayra lagi.
Mata Kayra terpejam.
Penjaga rumah tadi ikut mengikuti Jovi sambil membawakan tas Kayra.
Dan ketika mereka sudah berada di pintu utama, Maria dengan tergesa-gesa menghampiri mereka dari dalam. Mungkin ia sudah tahu dari guru BK yang menghubunginya.
"Ada apa dengan Kayra Jo?" tanya Maria.
"Kayra pingsan Tan."
Raut wajah cemas sangat terpatri jelas di wajah Maria.
"Yaudah, sekarang kamu bawa dia ke kamarnya aja Jo. Di atas." Jovi mengangguk.
Setelah sampai di kamar Kayra Jovi membaringkan gadisnya itu.
Maria kemudian duduk di sisi ranjang. menunggu penjelasan Jovi.
"Maaf, Tan. Ini semua pasti gara-gara Jovi," kata Jovi.
Jovi menjelaskan singkat apa yang terjadi di big pensi. Dan otomatis ia menceritakan jika dia dan Kayra ada hububgan
***
"Tante sudah tahu Jo jika kamu ada hubungan dengan anak Tante. Pesan Tante... Jaga dia. Jangan sakiti dia Jo... Tante percaya sama kamu," jelas Maria.
Jovi mengangguk mengerti.
"Yaudah gih, kamu kembali lagi ke sekolah. Biar Kayra Tante yang urus. Sekali lagi terima masih ya Jo. Kamu habis ini try out kan?"
"Tapi Tan... "
"Udah nggak apa, biar Kayra sama Tante."
"Yaudah, Jovi pamit dulu." Jovi mencium punggung tangan Maria lalu berjalan pelan keluar kamar.
***
Sedangkan di kelas Jovi, bisa dipastikan heboh.
"Jovi kemana?" tanya Dion khawatir, karena Jovi belum terlihat.
"Lo nggak benci sama dia Yon?" tanya salah satu temannya. Dion tahu maksudnya.
"Membenci seseorang yang jelas-jelas sahabat kita malah akan membuat keadaan makin rumit!"
Cowok itu manggut-manggut. "Bener?"
Dion hanya tersenyum miring.
"Ck. Ngapain? Dia bukan jodoh gue mungkin," ucapnya dengan enteng.
"Lo pasti sakit banget." cowok itu menepuk pundak Dion.
"Lo tahu nggak, pribahasa 'Mung nyawang, tapi ora nyanding'? Nah! Itu gue!" jawab Dion sebal.
Cowok tadi hanya diam manggut-manggut.
Apa setegar itu Dion?
Apapaun masalahnya, Dion tidak mungkin membenci Jovi yang sudah dianggapnya sebagai saudara.
Apalagi gara-gara seorang perempuan.
Jangan!
"Pacarnya Jovi pingsan!" tiba-tiba teman ceweknya masuk dengan berucap demikian.
Dion tenganga.
"Terus?" tanya cowok di samping Dion tadi.
"Dia diantar pulang sama Jovi!"
Dion menggertakkan giginya.
Apa kondisi Kayra parah? Sehingga harus dibawa pulang? Pikirnya.
Dion tahu jika Kayra menjadi bahan omongan sebagian siswa di Rodriguez. Karena itu ia sangat ingin melindungi gadis itu. Namun ia tidak punya hak.
***
Sekitar sejaman, Kayra kemudian siuman.
"Bibi... Bawain tehnya!" panggil Maria.
Sedari tadi Maria tidak berpindah tempat. Setelah dokter yang dipanggilnya tadi pulang dan mengatakan jika Kayra kelelahan, ia bisa bernapas lega.
"Ma... " panggil Kayra.
"Iya, sayang. Kamu mau minum?" tawar Maria.
"Kak Jo mana?" tanyanya dengan suara serak.
Maria tersenyum tipis.
"Jovi udah balik ke sekolah, Sayang. Kan dia sekarang try out," jelasnya.
Kayra mengangguk.
"Udah nggak pusing lagi?"
Kayra mengangguk.
"Ini Non!" asisten rumah tangga itu datang dengan membawa nampan berisi bubur dan teh hangat.
"Kamu makan dulu ya?"
Kayra mengangguk.
Lalu mencoba duduk dan bersandar di bantal yang ditaruh di belakang punggungnya.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top