PART 14 - PENGUNGKAPAN PERASAAN
Apa pantas jika aku bersanding denganmu yang nyatanya lebih di atasku?
###
Seperti biasa, setiap pergantian jam aksel adalah hal yang lumayan melegakan bagi anak aksel. Dimana mereka bisa melepas lelah letihnya selama beberapa saat. Seperti biasa juga Dion tidak henti-hentinya menggoda Kayra. Baik itu sebuah tatapan jahil maupun tangan-tangan jahilnya itu.
Ia mulai beraksi kali ini.
Saat ini ia dengan sengaja membalik kursinya untuk menghadap langsung ke Kayra yang tempat duduknya pas di belakangnya.
Sementara itu Kayra masih mengutak-atik buku pelajarannya dan tidak menghiraukan Dion yang terang-terangan menatapnya.
Jovi sendiri mengalihakn pandangannya ke arah lain.
Ia seperti kambing congek saja melihat kedekatan mereka berdua. Jovi beranggapan jika Kayra dan Dion sudah... berpacaran.
Kenyatannya pasti seperti itu. Pikirnya selama ini.
Ia semakin mencoba menjauh dari Kayra. Baik sikapnya maupun yang lainnya.
"Serius amat sih, sampe cowok ganteng di depan kamu ini dicuekin?" Dion mulai berbicara.
Seperti biasa, nadanya mendramatisir jika sudah mengeluarkan rayuan belum keringnya itu.
Kayra tetap tidak menggubris. Tapi tetap saja ada hal yang Dion lakukan untuk memancing perhatian gadis itu. Dasar!
"Aduh, Kak Dion. Kay itu lagi mencoba memahami materi! Dari tadi Kakak gangguin Kay mulu!" sungutnya merasa kesal.
Dion malah tertawa terbahak-bahak hingga semua anak aksel mengalihkan pandangan ke arahnya.
"O, ouw!" Dion memasang tampang innocent.
Sekilas pandangan Dion mengarah ke samping Kayra. Jovi diam dan arah pandangannya mengarah keluar jendela.
"Jo! Lo nggak apa-apa?" pertanyaan Dion membuyarkan lamunan Jovi. Ia kemudian menoleh ke arah temannya itu.
"Nggak apa." suara Jovi terdengar serak.
Beberapa saat kemudian Dion berucap lagi. "Eh, Jo! Itu... itu hidung lo!" Dion menunjuk hidung Jovi yang tiba-tiba mengeluarkan darah.
Kayra sontak saja menoleh ke Jovi.
"Gue keluar dulu," ucapnya sambil membungkam mulut serta hidungnya. Ia berjalan cepat menuju pintu keluar.
Dion mengangguk.
Kayra terlihat khawatir.
Apa kak Jo sakit lagi? Batinnya.
"Hei!" tegur Dion pada Kayra.
"Ah, iya?" sahutnya terlihat sangat polos.
"Sini, mana yang susah?" kata Dion lalu mengambil buku aksel matematika yang berada di meja Kayra.
Kayra hanya bisa melongo seketika.
"Yang ini?" Kayra mengangguk.
"Setelah difaktorkan lalu dikalikan dengan yang ini." Dion menunjuk hasil tulisannya di buku tersebut.
Kayra hanya bisa ber "O."
"Tuh, kan bisa." Dion mengembangkan senyumannya.
"Satu bulan ke depan ada big pensi terakhir kelas 12. Kamu mau ikut jadi pengisi acara nggak?" tanyanya dengan tangan masih sibuk menuliskan jawaban di buku Kayra.
"Enggak deh, Kak. Kay sibuk, takutnya nggak bisa bagi waktunya. Lagi juga Kay harus meliput acaranya pasti." Kayra berucap pelan.
Benar memang yang dikatakan Kayra, karena ia mengikuti ekstra kejurnalisan yang pasti berpeluang besar untuk ikut andil meliput acara itu. Ditambah lagi ia mengambil divisi reporter dan photographer.
"Ouw..." Dion mengangguk perlahan.
"Over Leadership tampil loh," ucap Dion kemudian. Kayra hanya manggut-manggut sambil ber "O.".
"O doang?" Dion menatap tak percaya.
"Terus Kay harus bilang apa Kak Jo?" ucapnya cepat. Sedetik kemudian ia menutup mulutnya.
Salah! Salah! Rutuknya kemudian.
"Jo?" tanya Dion memastikan.
"Em... maksudnya Kak Dion," ungkapnya cepat. Kayra masih salah tingkah.
Dion nyengir tidak jelas.
Sepertinya senyuman milik Dion itu sangat murah. Sedikit-sedikit senyum. Kayra sampai heran dibuatnya.
Beberapa saat kemudian guru mata pelajaran geografi masuk. Tapi tidak dengan Jovi.
Kayra menoleh ke sampingnya. Merasa ada yang hilang, tidak seperti biasanya.
***
Kelas aksel sudah selesai. Tapi Jovi maih belum datang. Guru yang mengajar tadi sampai bertanya dimana Jovi. Dan mereka menjawab jika Jovi masih di toilet.
Semua anak aksel mulai keluar ruangan. Begitupun dengan Kayra. Tapi ia masih khawatir.
Ada apa dengan Jovi. Tidak mungkin jika Jovi pulang begitu saja. Ponsel dan tasnya masih ada di mejanya.
"Kita cari Jovi yuk?" ajak Dion pada Kayra. Kayra mengangguk.
"Apa perlu dibawain tasnya?" Kayra bertanya.
Dion mengangguk.
Kayra mulai memasukkan buku serta ponsel Jovi ke dalam tas Jovi.
"Ayo Kak!" ucap Kayra antusias sambil menyandangkan sebelah tas Jovi.
Drrt... Drrt...
"Bentar." Dion mengangkat ponselnya.
"Iya?"
"..."
"Oke, saya ke sana sekarang."
Dion menaruh ponselnya di sakunya lagi.
"Maaf, ya. Kakak nggak bisa ikut kamu. Ada keperluan mendadak. Kamu bisa sendiri kan?" ucap Dion tidak enak.
"Yaudah nggak apa."
"Ma-af," ucap Dion lagi.
Kayra mengangguk. Kemudian mereka keluar ruang aksel bersama. Bedanya Dion melangkah menuju arah parkiran sedangkan Kayra masih diam. Ia bingung. Mau mencari Jovi dimana.
Dengan sedikit berusaha keras menahan beban di punggungnya karena ketambahan tas Jovi, ia berjalan menuju toilet cowok yang lumayan jauh.
Sesampainya di sekitar toilet itu, Kayra mengedarkan pandangannya ke samping kanan kiri. Tapi tidak terlihat.
Masa ia harus masuk ke toilet cowok? Ya kali.
Akhirnya ia hanya duduk di bangku dekat tempat itu.
Keadaan sekolahnya tidak terlalu sepi. Ada juga siswa selain anak aksel datang untuk ekstrakurikuler. Di lapangan basket terlihat ada yang tengah berlatih.
Apa Kak Jo belum keluar ya? Pikirnya.
Namun beberapa saat kemudian pandangannya mengarak ke seorang cowok yang tengah berdiri dan bersandar di depan dinding sebuah ruangan. Cowok itu menunduk.
Kayra bangkit dari duduknya. Ia tidak bisa melihat dengan jelas wajah cowok itu.
Kayra berjalan mendekat.
Mencoba memastikan jika itu benar Jovi.
Benar saja itu Jovi.
"Kak Jo!" panggilnya pelan.
Jovi mengangkat kepalanya.
Kayra sedikit terkejut melihat wajah Jovi yang terlihat sangat, sangat pucat.
"Kak Jo sakit?" tanyanya khawatir.
Jovi tetap bergeming.
Kayra melangkah lebih dekat dengan Jovi. Sedetik kemudian tubuh Jovi limbung ke depan.
Untung saja dengan sigap Kayra menangkapnya.
"Kak Jo! Kak Jo kenapa?" Kayra mulai khawatir. Tidak ada jawaban dari mulut Jovi. Kepala Jovi bertumpu pada bahu Kayra.
"Kak, jangan buat Kay takut...." Suara Kayra terdengar gemetar.
"Kak Jo...." Panggilnya lagi. Kayra hampir menangis.
Kayra menoleh ke samping tidak ada orang yang bisa dimintai bantuan.
Kayra tetap memeluk tubuh Jovi yang pasti tinggi dan beratnya lebih darinya.
Jovi tidak sadarkan diri.
Karena ia khawatir. Dengan langkah pelan dan tetap memeluk Jovi. Ia melangkah beberapa langkah ke sebuah ruangan di depannya.
Ya, ke UKS. Untung saja itu UKS-nya dekat.
Dengan perjuangan sedikit, Kayra berhasil mengarahkan Jovi ke dalam UKS.
Mereka berdua masih berdiri. Jovi masih menutup matanya.
"Kak Jo," panggilnya lagi.
Dengan kasar Kayra menjatuhkan dua tas di punggung serta bahunya itu.
Pelan-pelan ia mulai mendudukkan lalu membaringkan tubuh Jovi yang tidak bisa dibilang ringan itu ke ranjang di hadapannya.
Bisa ia rasakan suhu badan Jovi panas.
Pikirannya mulai berkecamuk. Ia sangat khawatir dengan kondisi Jovi saat ini.
"Hah..." Kayra menghembuskan napasnya kasar. Dilihatnya Jovi masih belum sadar.
Ia mengambil minyak kayu putih yang berada di lemari UKS. Lalu mengarahkan dua jarinya yang sudah ia lumuri dengan cairan itu ke depan hidung Jovi.
Berharap Jovi bisa sadar.
Kayra menarik kursi di sebelah ranjang UKS di sana. Lalu ia menghempaskan pantatnya di sana, dengan tangan masih berada di depan hidung Jovi.
"Kak Jo!" panggilnya lagi. Ia bisa melihat sedikit reaksi Jovi.
Dia bergerak.
"Ma..." panggil Jovi dalam keadaan matanya masih tertutup.
"Mama... Jovi takut Ma. Maafin Jo Ma... gara-gara Jovi Mama nggak ada... Jo mau ikut Mama..." Jovi meracau dalam tidurnya. Sangat lirih.
Kayra tercengang.
"Kak Jo... bangun." ia mengguncang-guncang lengan Jovi. Tapi Jovi tak kunjung membuka mata.
"Ma... Jovi mau ikut Mama...," racaunya lagi.
Kayra bingung dengan apa yang diucapkan Jovi.
Kak Jo manggil mamanya? Emangnya mamanya udah nggak ada? batinnya.
Dengan cepat Kayra membungkam mulutnya sendiri dan membulatkan matanya.
Apa mungkin mamanya Kak Jo udah nggak ada? Tebaknya dalam hati.
"Kak Jo... bangun." giliran tangannya menepuk pelan pipi Jovi. Suhu badan Jovi masih tinggi.
Ia tidak tahu harus berbuat apa.
Tiba-tiba tangan kiri Jovi menggapai tangan Kayra lalu menggenggam erat di samping pipinya.
Matanya masih terpejam.
Kayra terdiam. Merasakan hembusan napas Jovi di tangannya.
Tidak terasa matanya berkaca-kaca. Ia sedih melihat kondisi Jovi seperti ini. Ini adalah kali keduanya ia mendapati Jovi sakit.
Dengan cepat ia menghapus air matanya itu.
"Kak, ini Kay. Kak jo bangun ya?" Kayra mengelus pelan rambut yang menutupi kening Jovi.
Perlahan tapi pasti, Jovi membuka matanya.
Kayra berdiri.
Jovi dengan pelan bergerak untuk duduk. Kayra memegangi punggung Jovi untuk membantunya.
"Kak Jo berbaring aja," ucapnya pelan. Tapi Jovi masih bergeming. Tatapannya sulit ditebak.
Tiba-tiba Jovi menarik lengan Kayra agak keras, sehingga membuat gadis itu terduduk di pinggiran ranjang.
Kayra menatap tak percaya. Perlahan Jovi memajukan badannya.
Ia memeluk Kayra.
"Terima kasih," ucapnya serak.
Jovi masih belum melepaskan pelukannya pada gadis itu.
"Jangan pergi... aku mohon." suara Jovi terdengar gemetar.
Kayra hanya diam.
Tangan Kayra bergerak mengelus punggung Jovi pelan.
"Kumohon, jangan pergi." Kayra tidak mengerti dengan ucapan Jovi.
Bahu Jovi bergetar.
Kayra berpikir jika Jovi menangis. Tapi tidak mungkin.
Dengan perlahan Kayra mendorong pelan badan Jovi untuk menjauh. Ia terkejut melihat Jovi menangis pelan sambil menunduk.
Baru kali ini dia melihat Jovi menangis, pasti ada hal buruk yang sudah terjadi.
"Apanya yang sakit Kak?" tanya Kayra. Jovi masih menunduk lalu menggeleng.
"Kak Jo ungkapin semua yang ingin Kak Jo ungkapin. Biar Kak Jo puas. Kak Jo marah? Ungkapin semua. Kay akan dengerin," ucap Kayra mencoba meyakinkan. Berharap Jovi bisa meluapkan apa yang sedang dipikirkannya.
Tidak ada balasan dari Jovi.
Entah dorongan dari mana Kayra berani menghapus air mata Jovi.
"Kay akan selalu bersama Kak Jo, Kak Jo nggak perlu katakutan dan merasa kesepian," ucapnya lirih.
"Aku di sini Kak," ucapnya lagi.
Jobi masih bergeming.
Tanpa aba-aba tangan Jovi meraih tengkuk Kayra agar mendekat. Dan - ,
CUP
Jovi menciumnya seraya memiringkan kepalanya.
Kayra membelalakkan matanya sempurna. Benda kenyal nan lembut itu menempel sempurna di bibirnya.
Jovi mencuri ciuman pertamanya!
Ingat itu! Ciuman pertama Kayra, dan itu dengan Jovi.
Satu detik
Dua detik
Tiga detik
Kayra tidak melawan. Sampai akhirnya Jovi melepaskan ciumannya. Kayra gugup harus berkata apa, ia menunduk.
Ia dicium oleh orang yang disukainya!
Ingat itu lagi!
"Apa benar kamu akan selalu di samping Kakak?" tanya Jovi pelan.
Kayra mengangguk ragu. Seolah terhipnotis dengan pesona Jovi begitu saja.
"Be my girl!" Kayra tersentak kaget.
Apa ia tidak salah dengar? Jovi memintanya untuk menjadi pacarnya?
Benarkah?
Kayra menggeleng-gelengkan kepalanya pelan, mungkin saja apa yang didengarnya itu hanya kesalahan telinganya.
"Maaf kalo Kak Jo lancang. Kak Jo tahu kamu suka sama dia dan kamu udah jadi ceweknya," ucap Jovi terdengar kecewa.
Ia mengungkapkan apa yang ia tahu saat ini.
Kayra mengerutkan alisnya.
Heran dengan apa yang dikatakan Jovi.
Dia? Ceweknya?
Maksudnya siapa? Batin Kayra.
"Maksudnya?" tanya Kayra dengan polosnya.
"Kamu udah jadi milik Dion. Maaf... Kak Jo hanya ingin mengungkapkan perasan Kakak ke kamu aja."
Kayra tertegun.
Jadi Jovi menyukainya? Bagaimana bisa sama? Pikirannya mulai kacau.
"Jika perasaan tidak diungkapkan akan menjadi luka yang mendalam, iya kan?" Jovi berucap lirih.
Dalam hatinya ia merasa lega sudah menyatakan perasaan yang sesungguhnya pada gadis di depannya saat ini. Walaupun yang ia tahu gadis itu menyukai orang lain.
"Kay bukan pacarnya Kak Dion."
Jovi mendongak ke Kayra. Apa ia tidak salah dengar?
Kayra menghela napas panjang sebelum berucap. "Sebenarnya... Kay sukanya sama Kakak. Tapi Kak Jo sudah punya. Karena itu Kay pendam perasaan Kay ke Kakak." entah keberanian dari mana Kayra bisa mengucapkan kalimat itu. Ia gemetar setelahnya.
Jovi tersenyum sekilas, namun masih ragu.
"Siapa?" tanya Jovi.
"Kak Felicia." Kayra berucap ragu.
Jovi mengernyit. Jadi selama ini Kayra menyangka jika dia dan Felicia pacaran?
"Felicia bukan siapa-siapa Kak Jo. Dia cuma... teman," ucapnya jujur. Kayra masih belum yakin.
"Aku juga belum yakin jika yang kamu katakan tadi itu benar adanya. Sama seperti kamu, pasti tidak percaya dengan apa yang aku katakan. Walaupun itu memang benar." ujar Jovi.
Kayra terdiam. Mulai mencerna perlahan perkataan Jovi.
"Jadi?" tanya Jovi memastikan.
"Jadi apa?" sahut Kayra dengan polosnya.
"Kita jadian?" ucap Jovi tersenyum kecil.
Sambil tersenyum ragu. Kayra mengangguk pelan. Wajahnya memerah pasti.
Kemudian Jovi kembali memeluknya.
Tubuh mereka menempel erat.
"Terima kasih," ujar Jovi. Kayra balas memeluknya juga.
Akhirnya keduanya bisa mengungkapkan perasaan masing-masing walaupun belum bisa dipastikan antar mereka memang benar-benar sayang atau hanya sekadar omong belaka.
Akhir dari pingsannya Jovi tadi membawanya pada kebahagiaan... kecilnya. Mungkin.
***
If you like this story give vote and comments okay? Thanks
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top