Chappu 三 [Machi]
Terik mentari di tengah-tengah ibu kota pada pukul sembilan cukup menyengat kulit. Pagi menjelang siang. Hari biasa, dengan kesibukan manusia yang juga biasa-biasa saja. Kendaraan di sekitar lalu-lalang, lancar tanpa kemacetan. Tampak dua orang berjalan sejajar dengan diikuti seorang lelaki di belakangnya, menyusuri trotoar. Yang di depan terlihat menikmati perjalanan, sedangkan yang satunya kerepotan membawa dua kantong plastik yang dipenuhi berbagai macam makanan ringan, bahan makanan instan, serta beberapa minuman berwadah kaleng maupun kotak. Raut muka kelam tertoreh. Sang lelaki amat lesu, ditambah lagi sengatan cahaya matahari mulai membuatnya merasakan gerahnya musim panas.
Hah, dasar merepotkan! Habis sudah uangku.
"Keluar dari kertas itu rasanya seperti ini, ya," gumam Antroma. Mulutnya sembari mengunyah stik biskuit rasa stroberi, menimbulkan bunyi 'klik' saat camilan itu digigit.
"Aku pikir, ini pasti ada hubungannya dengan Tukang Gambar Amatir," sahut Olomos di sebelahnya. "Bagaimana menurutmu, Tukang Gambar Amatir?" lanjutnya.
"Berhentilah memanggilku 'Tukang Gambar-itu'! Namaku Rokusaki. Ro-ku-sa-ki." Si pemilik nama tersebut memberi sedikit tekanan pada nada suaranya.
Tanpa memperhatikan pembenaran nama dari sang lelaki, Antroma justru menoleh ke samping, lalu berucap, "Semacam perubahan antardimensi yang disebabkan oleh keteledoran Tukang Gambar Amatir. Pembelokan jalur ruang dan waktu."
"Kita memerlukan seseorang yang ahli dalam bidang ini. Seorang pakar dimensi, mungkin?" Olomos menambahkan.
Kalian berdua benar-benar tidak mendengarkanku. Hah, dasar!
Melihat kedua insan itu semakin berceloteh tak jelas juntrungnya, akhirnya Rokusaki menyahut dengan nada malas, namun berhasil membuat kepala mereka memutar ke belakang secara serentak.
"Kita butuh seorang pustakawan."
***
Perpustakaan sains. Pusat buku-buku beserta informasi mengenai ilmu pengetahuan berikut orang-orang yang ada di dalamnya. Antara yakin tidak yakin, karena kehidupan di tempat Rokusaki tinggal amat sangat normal. Apa yang saat ini dialaminya bisa jadi hanya nol koma nol-nol sekian persen dari berjuta kenyataan dalam sejarah hidup manusia. Pada artinya ialah anomali, ketidaknormalan.
"Apakah ini tempat yang kita cari?" Antroma memandangi sekeliling bangunan tinggi nan kokoh. Jika diamati lebih jeli, bangunan tiga lantai itu belum lama direnovasi.
"Aku kurang yakin," jawab Rokusaki.
Dan bahkan tidak yakin.
Beberapa pasang mata menatap ke arah tiga orang itu dengan tatapan penuh tanda tanya. Bagaimana tidak? Pakaian mereka amatlah mencolok. Sudah seperti model tokoh kartun Jepang, atau maskot yang biasanya berdiri di depan sebuah toko sembari menawarkan barang dagangan. Yah, meskipun pada kenyataannya merekalah tokoh yang sesungguhnya.
"Apa salahnya mencoba?" Olomos angkat bicara. Dari ketiganya--atau bahkan tidak termasuk sang komikus, dialah yang penampilan fisiknya begitu mencuri perhatian banyak pejalan kaki. "Roku-siapa, kau duluan."
Sembari melangkah menuju pintu masuk, Rokusaki menggerutu dalam hati.
Apa maksudnya 'Roku-siapa'? Memangnya namaku sesulit itu untuk disebut? Padahal kan itu nama yang--
"Roku-kun?"
Eh?
"Sedang apa kau di sini? Ah, ini hari liburmu ya." Seorang perempuan bersetelan hitam rapi berdiri tegak, menyapa tiba-tiba. Terlihat ia baru saja melangkah keluar dari pintu kaca perpustakaan.
Rambut gaya bob, alis tegas, serta kacamata minus yang wanita itu kenakan membuat aura cantik nan wibawanya menyeruak. Tingginya kira-kira sekitar seratus tujuh puluhan, sedikit lebih tinggi ketimbang Rokusaki.
"Eh, anu, yaa aku dan kedua teman baruku--"
"Mereka ini teman-temanmu? Wow, kostum Antroma dan Olomos yang keren! Para penggemar komik Chocomilk sangat mengidolakan dua tokoh utama ini," potong si perempuan sembari bersemangat menceritakan dua tokoh sentral dalam komik yang Rokusaki garap.
Rokusaki kikuk, dihadapkan pada seorang wanita cerewet yang senantiasa memarahinya. Tentu saja itu terjadi jika ia melakukan sebuah kesalahan. Meski demikian, Rokusaki amat menghormati sang wanita.
Mizuki Aiko, seorang editor yang bekerja di penerbit swasta. Ia bertugas menangani bagian revisi komik garapan seorang kreator--kebetulan saat ini ia memegang karya Rokusaki. Sifatnya yang tegas membuat jiwa Rokusaki terdorong setiap kali putus asa melanda.
"Omong-omong, apa yang kau lakukan di perpustakaan sains?" Rokusaki berusaha mengalihkan perhatian Mizuki dari kedua teman barunya. Ia tahu, wanita itu akan mengajukan berlusin pertanyaan di saat ia menyetorkan hasil kerjanya nanti.
"Tadinya aku mencari referensi untuk penelitian adikku. Ada tugas praktikum di sekolahnya, dan aku yang disuruh mencari bahan-bahan literasi di perpustakaan. Sungguh adik yang merepotkan sekali!" keluh Mizuki selagi memperlihatkan tas paper berisi beberapa buku tebal di dalamnya.
"Lalu, bagaimana dengan pekerjaanmu? Apakah semua berjalan lancar?"
"Tentu saja. Kemarin pimpinan editor menyuruhku menangani dua naskah novel. Keduanya fantasi. Aku sendiri menyukainya, meskipun aku lebih spesifik ke komikmu. Kau tahu sendiri, kan?"
Rokusaki terkekeh mendengar penuturan Mizuki. Sedang wanita itu beberapa kali melirik jam di tangan kirinya. Meski tidak terlihat buru-buru, ia memutuskan untuk segera pergi dari tempat itu.
"Sebaiknya kau ajak teman-temanmu ke tempat rekreasi, bukannya ke perpustakaan sains."
Rokusaki melongo.
"Satu lagi."
"Apa?"
Sambil mengamati plastik kantong yang Rokusaki bawa, Mizuki berkelakar, "Lain kali gunakan jasa kurir belanja. Hihihi."
Sang editor pun berlalu.
Rokusaki tak peduli. Ia kembali menaruh atensi pada bangunan elegan di depannya. Ia seharusnya tidak terlalu berlama-lama mengobrol dengan Mizuki, tepatnya ini sudah hampir tengah hari.
"Siapa wanita bawel itu?" Antroma tiba-tiba bersoal.
"Editorku."
Antroma mengganggut paham. Di sisi lain, antara perasaan yakin tidak yakin, ketiga orang itu melangkahkan kaki menuju pintu masuk transparan. Pintu kaca yang bersih, seperti model plastik yang ada di etalase pribadi Rokusaki. Ia selalu membersihkannya tiga hari sekali.
Mereka langsung disambut oleh hawa dari pendingin ruangan perpustakaan yang membuat sejuk tubuh. Maklum saja, di luar panas sekali.
"Kalian, kemarilah! Harap isi catatan terlebih dahulu!" Seorang pria tua menyuarakan perintah dengan lantang. Sontak Rokusaki dan Antroma berbalik badan, memastikan suara itu ditujukan untuk mereka. Sedangkan Olomos sudah terlebih dahulu berjalan ke salah satu rak buku.
"Maaf. Saya kira hanya peminjam yang mengisi catatan," ujar Rokusaki seraya mengisi secarik kertas dengan nama, alamat, serta beberapa hal lainnya menggunakan pena di tempat si pria tua.
Seusai mengisi catatan, ia bersama dengan perempuan yang daun telinganya tertutup alat komunikasi canggih itu menyusul Olomos. Ternyata lelaki tersebut sedang berbincang dengan seseorang di sebuah meja persegi cukup lebar, dengan tiga buah buku tebal-tebal tertumpuk di atasnya. Mereka duduk saling berhadapan.
"Ini teman baruku, namanya Hayama. Dia seorang ahli fisika," terang Olomos.
Sejak kapan makhluk 'dua dimensi' bisa memperkenalkan orang lain?
"Salam kenal, Hayama-san. Saya Akibara Rokusaki."
"Dia adalah pencipta kami, tukang gambar yang terkenal itu. Yaa meskipun sedikit menyebalkan dan ceroboh, sih," Antroma tanpa tedeng aling-aling mengatakan sesuatu yang membuat lelaki berasma Hayama kebingungan.
Menyebalkan dari mana, hey?
Rokusaki menepuk jidat. Ia lupa memberitahu kepada Antroma dan Olomos soal identitas dirinya. Seharusnya mereka tidak mengatakan bahwa Rokusaki adalah seorang kreator komik yang terkenal itu. Apalagi soal 'pencipta' yang Antroma sebutkan tadi.
"Ooh, jadi kau Chocomilk? Aku sangat menyukai komik buatanmu. Aku tak pernah absen membeli komikmu yang keren itu. Tidak kusangka akan bertemu denganmu di sini. Boleh minta tanda tangan?"
Rokusaki tahu, komiknya sangatlah terkenal saat ini. Mungkin yang paling disukai se-prefektur Tokyo. Sudah sepantasnya ia mengatakan "Terima kasih atas pujiannya" kepada Hayama. Namun, tampaknya ia tidak menghendaki sesuatu seperti itu. Ia hanya menanggapi perkataan si lelaki berkaos putih itu dengan senyuman, sesekali terkekeh.
"Tolong jangan memberitahu identitasku pada orang lain!"
***
"Jadi begitu, ya. Aku baru dengar hal yang seperti itu. Di ilmu fisika, belum ada teori yang jelas mengenai distorsi ruang dan waktu. Apalagi berhubungan dengan kalian berdua yang tiba-tiba keluar dari komik. Sekalipun ada teori fisika yang menjelaskan semacam teori relativitas umum, lubang cacing, ah, teori itu juga belum diketahui kebenarannya," jelas Hayama. Pendapat yang dikemukakannya membuat para pendengar berpikir, tenggelam dalam bayang-bayang kejadian alam semesta.
"Lalu, bagaimana dengan hubungan singularitas?"
"Hubungan singularitas sepertinya sangat tidak mungkin. Fenomena-fenomena seperti itu bukanlah suatu hal yang sudah ada. Kalian pun sebenarnya adalah tokoh fiktif, bukan?" Si fisikawan itu menerangkan.
Berpikir lagi, perkataan Hayama memang benar. Tokoh fiktif yang menjadi nyata merupakan sebuah keajaiban. Ini bukan soal teori yang dapat secara gamblang dijelaskan. Keajaiban dunia lain. Seperti inikah misteri alam semesta?
"Lagi pula, jika teori seperti lubang cacing itu terjadi, maka bukan hanya dua orang ini yang akan keluar. Melainkan banyak sekali material yang ikut bermunculan."
"Benar-benar membingungkan." Olomos meraup wajahnya dengan telapak tangan.
"Sebenarnya, ekhem, bukan hal serumit fisika yang kupikirkan. Aku lebih tertarik dengan kalian berdua."
Olomos dan Antroma saling memandang. Tubuh mereka sedikit menggigil gara-gara pendingin ruangan yang suhunya disetel rendah. Mereka sama sekali belum pernah mendapati hawa seperti itu selain di rumah Rokusaki dan perpustakaan.
"Kalian ini sebenarnya apa?"
"Kami? Apa?"
Hayama mengangguk. "Apakah kalian manusia, atau bukan?"
"Mana kami tahu. Yang jelas, kami ini adalah dua orang yang sama-sama berasal dari tempat yang tidak pernah kau pikirkan sebelumnya, yaitu kertas."
Rokusaki berniat mengatakan sesuatu, "Sebaiknya kita--"
"Ya Tuhan, apa itu?"
Terdengar kegaduhan dari luar sana. Dentum keras seperti bunyi bom atom membuat seluruh penghuni perpustakaan panik. Semua orang berhamburan keluar ruangan. Tak terkecuali Rokusaki dan kawan-kawannya. Mereka penasaran dengan suara tersebut.
Cukup jauh dari pandangan, kepulan asap gelap menguar dari sebuah titik di bagian selatan Distrik Adachi. Bisik dan gumam sana-sini disuarakan. Beberapa orang menunjuk ke arah kepulan asap itu.
Mungkinkah itu serangan teroris?
"Firasatku mengatakan, ini tidak beres," Antroma beropini, diikuti anggukan Rokusaki dan Hayama di sebelahnya.
Tanpa berpikir panjang, Antroma bersama Olomos spontan bergerak cepat menuju tempat itu. Yang satu berlari kencang dengan kekuatan istimewanya, sedang satunya lagi terbang dengan sebuah perangkat jet dari punggungnya. Hal seperti itu membuat banyak sekali orang mengalihkan perhatian. Ada yang takjub, ada juga yang terheran-heran.
"Sebaiknya kita susul mereka, Hayama-san."
Tak ketinggalan, Rokusaki dan Hayama bergegas mengikuti dua makhluk merepotkan itu. Keduanya memberhentikan taksi kosong yang sedang lewat.
"Segera ke tempat itu, Pak Taksi!" pinta Rokusaki seraya menunjuk ke arah kepulan asap.
Apa yang sebenarnya terjadi di Distrik Adachi?
- TBC -
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top