Chappu 七 [Rival]
"Kalian yakin akan memakai pakaian itu setiap hari?"
Pertanyaan Rokusaki ditanggapi dengan gelengan kepala tiga sosok itu. Toko pakaian tidak jauh dari tempat mereka berada saat ini. Rencananya, Rokusaki akan mengajak ketiga tokoh itu membeli sandang yang patut dikenakan sehari-hari. Ia tidak sudi meminjamkan pakaiannya ke orang-orang tersebut. Lebih baik dirinya membelanjakan uang untuk mereka daripada harus berbagi keringat di kerah baju maupun sisi-sisi lain di sekujur pakaiannya.
"Apa kita akan membeli makanan lagi?" tebak Antroma yang kebingungan di depan sebuah toko. Sudah jelas-jelas di sana terpampang beraneka ragam baju dan celana. Namun agaknya wanita itu masih belum mengerti tujuan Rokusaki mengajaknya ke tempat itu.
"Kita akan membeli pakaian. Tidak mungkin kalian memakai pakaian yang sama setiap hari. Itu sangat menjijikkan!" keluh Rokusaki seraya memasuki toko. Di belakangnya, ketiga tokoh itu mengikuti.
Aroma jeruk semerbak melewati hidung setiap orang yang memasuki tempat itu. Antroma serta Olomos dibuat kagum dengan baju-baju beraneka jenis dan warna. Pandangan keduanya tak dapat teralihkan oleh hal lain selain pada setelan kemeja kasual, pakaian santai, dan masih banyak lagi. Sedangkan Azai terlihat biasa-biasa saja. Tampaknya ia tidak begitu tertarik pada model pakaian selain kimono yang ia kenakan.
Satu set kemeja lengkap dengan celana bernuansa kasual diraih oleh Antroma. Tatapan mata penuh binar pada apa yang ia pegang membuat Rokusaki menghela udara dingin dari hidung.
"Ambillah jika kau suka," perintah Rokusaki seraya dirinya melihat-lihat barang lain.
"Aku juga ingin ini, Rokusaki!" seru Olomos sembari menunjukkan mantel musim dingin di tangan kanan, dan celana cokelat panjang di tangan kirinya.
Mantel? Di musim panas seperti sekarang ini?
"Kau memilih pakaian itu? Cuaca sangat panas. Sebaiknya pilih yang nyaman saja," sahut Azai. Rupanya lelaki itu sedikit-banyak mengerti tentang dunia fashion, membuat Rokusaki tertegun sekejap.
Di kursi yang tersedia di dalam ruangan, Rokusaki terduduk, Azai turut menemani. Memilih dan memilah, Olomos bersama Antroma asyik dengan dunia mereka. Kedua orang itu sedang gonta-ganti baju, masuk lalu keluar dari tirai ganti berulang-ulang sampai penjaga toko keheranan melihat tingkah mereka. Untungnya, mereka tidak segila yang Rokusaki khawatirkan, yaitu menanggalkan pakaian mereka di depan banyak orang. Itu jelas-jelas tidak lucu sama sekali.
"Sudah selesai?" tanya Rokusaki memastikan.
Setelah membayar barang belanjaan, mereka berempat segera keluar dari toko. Kini, Olomos dan Antroma mengenakan pakaian yang jauh lebih normal ketimbang sebelumnya. Olomos dengan atasan kaos hijau ketat, memperlihatkan otot-otot di lengan serta dada bidangnya. Mengenakan busana santai berwarna merah muda dengan rok selutut dan rambut diikat, itulah Antroma sekarang. Tampak manis sekilas, padahal sebenarnya ia bersifat menjengkelkan juga sedikit manja.
Dalam perjalanan menuju kedai tempat Rina Kasumi berada, Rokusaki memikirkan satu hal. Ia sama sekali tidak menyadari kejanggalan.
"Kafe di sini kan sangat banyak. Di mana kita bisa menemukan Rina Kasumi di kafe sebanyak itu?" Rokusaki bergumam.
"Coba saja kau lihat di benda kotak gepengmu. Siapa tahu ketemu," saran Olomos yang langsung disambut bulatan bibir Rokusaki.
"Maksudmu ponsel? Hmm, iya juga ya."
Segera lelaki itu pun membuka layar kunci ponsel, kemudian mengecek akun media sosial milik Rina Kasumi. Tak dapat diragukan lagi, apa yang Olomos usulkan amatlah cerdas. Ia mendapati sebuah foto; buku dan pensil yang diletakkan di atas meja, ditemani secangkir minuman dengan latar belakang kedai kopi. Ia tidak begitu tahu perihal kedai kopi atau pun kedai makan lainnya. Namun tagar lokasi yang ditunjukkan di dalam foto tersebut sudah cukup memberi petunjuk.
"Bersabarlah, Azai-san. Setelah ini kau akan bertemu dengan orang yang menciptakanmu."
***
Berjalan menyusuri trotoar yang ramai pejalan kaki, Rokusaki bersama rombongannya--seperti kelompok geng liar saja--tiba di sebuah kedai kopi. Suara lonceng berdering tatkala pintu kedai dibuka. Dua orang berpakaian pelayan menoleh ke arah pintu. Salah satu dari mereka menyapa dengan sapaan khas.
"Irasshaimase!*" sambut pelayan perempuan di dekat pintu. Sekilas perempuan itu membungkuk wajar kepada empat pelanggannya.
Tidak terlalu ramai orang di dalam ruangan itu. Hanya beberapa meja yang terisi, salah satunya oleh sesosok gadis remaja berusia sekitar delapan belas tahun. Gadis itu mengenakan gaun panjang berwarna merah hati. Di kepalanya, terpakai beret putih yang sangat cocok digunakan pada gadis bermuka tirus itu.
Perlahan, Rokusaki berjalan mendekati sang gadis yang tengah fokus berkutat bersama alat-alat gambarnya. Cara ia duduk hingga memegang pensil terkesan begitu anggun. Ia terduduk tepat di bawah kipas angin yang berputar konstan tanpa suara.
"Sumimasen," ucap Rokusaki.
Sang gadis menoleh, kemudian berbicara, "Biar kutebak. Kau pasti Chocomilk-sensei yang karyanya semakin melambung tinggi akhir-akhir ini, bukan?"
Rokusaki tercekat. Bagaimana gadis itu bisa tahu? Seingatnya, dirinya sama sekali tidak pernah memublikasikan wajah atau pun penampilan fisik yang lain di media sosial.
"Duduklah! Jangan lupa untuk menyuruh orang-orangmu mengambil kursi juga."
Hanya terdapat dua kursi untuk satu meja. Olomos dan Antroma duduk sedikit berjauhan. Sedangkan Azai tampak tidak sabar ingin menanyakan banyak hal kepada gadis itu sehingga ia memutuskan untuk berdiri di sebelah Rokusaki. Tatapan tajam ditujukan dari sang kesatria kepada gadis itu.
"Aku tahu kalian berdua akan menemuiku setelah insiden di Distrik Adachi tempo hari. Salah seorang penggemar beratku yang kebetulan sedang membaca komik di sana mengatakan hal yang sangat tidak masuk akal padaku. Saat itu dia datang dengan napas tersengal-sengal dan raut wajah ketakutan. 'Orang dalam komikmu itu hidup dan menghancurkan restoran!' Dia berseru seperti itu," terang sang gadis dengan jemarinya masih bermain-main pensil di atas kertas.
"Jadi kau sudah mengetahui kenyataan yang sebenarnya, Rina-sensei?" tanya Rokusaki.
"Seperti itulah. Bahkan Yang Mulia Azai Nagamasa sampai repot-repot datang kemari hanya untuk menemuiku." Rina berdiri meletakkan peralatan menggambarnya, kemudian membungkuk di hadapan Azai sembari berucap, "Salam, Yang Mulia!"
"Cih!"
Mendengar decihan Azai, Rina tersenyum miring. "Aku tahu. Kau kesal gara-gara aku membuatmu mati di medan pertempuran Anegawa dalam komikku. Namun, asalkan kau tahu. Antagonis di dalam sebuah kisah manapun senantiasa ditakdirkan mengalami kekalahan. Entah itu mati, ditangkap lalu dipenjara, atau mungkin disiksa. Letak keseruannya memang di situ."
"Dalam sejarah, aku mungkin seorang pengkhianat kakak ipar. Namun, ikatan sumpah setia kepada sekutu jauh lebih tinggi martabatnya ketimbang ikatan pernikahan. Itulah yang disebut dengan kesatria sejati."
Seketika Rina tertawa amat kencang mendengar penuturan dari Azai. "Tidak kusangka tokoh ciptaanku secerdas ini."
"Sudah, sudah. Untuk apa kalian membahas alur cerita? Yang saat ini menjadi masalah adalah mengapa tokoh-tokoh ini keluar dari dalam komik yang kita buat," sela Rokusaki seraya menatap Rina serius.
"Mengapa? Yaa jalani saja," sahut Rina dengan santainya.
Sang lelaki geleng-geleng kepala mendengar jawaban dari gadis itu.
"Kita akan memikirkannya nanti. Saat ini, fokuslah pada pekerjaan masing-masing. Ah, kalau boleh, Yang Mulia Azai Nagamasa ikut bersamaku saja. Karena dia adalah ciptaanku," pinta Rina seraya menyesap secangkir kopi yang sudah dingin.
Setelah pertemuan yang cukup lama dengan gadis pencipta Azai Nagamasa, akhirnya Rokusaki memutuskan untuk pulang bersama Olomos dan Antroma. Ia membiarkan Azai bersama dengan gadis itu.
Yah, semoga saja tidak terjadi apa-apa dengan mereka berdua.
Apa yang gadis itu katakan masih terngiang-ngiang di pikirannya. Ia pikir, mungkin sebaiknya mereka menjalani pekerjaan sebagaimana biasa.
Berjalan melenggang tanpa memesan apapun di kedai kopi, ketiga orang itu keluar bersamaan dengan lagi-lagi bunyi bel yang digantung di atas pintu kedai. Sedangkan Rina masih terduduk, menatap mereka dari balik dinding kaca seraya menyunggingkan senyum.
Seorang lelaki tukang khayal, ditinggal pergi ayahnya sejak usia lima tahun. Kehidupannya setelah itu amat menyedihkan. Kita lihat saja, apakah kau masih bisa bertahan di persaingan pasar komik nanti, atau justru menjadi orang sinting gara-gara khayalanmu itu, rivalku?
- TBC -
Footnote:
*Irasshaimase!: artinya "Selamat datang!" Ini adalah ungkapan untuk menyambut pelanggan ke toko.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top