2 - POPULASI


The world has enough for everyone's need, but not enough for everyone's greed
- Mahatma Gandhi -

Kali ini, saya ngelanggar janji buat nggak bicara tentang angka, karena apa yang akan saya bahas kali ini nggak bisa dipisahkan dari angka. Dan mungkin terlalu serius buat Wattpad, tapi sejak awal, saya janji 'kan, kalau KOLASE akan berisi opini (yang kali ini disertai banyak sekali fakta) yang menurut saya menarik buat dibahas? Hehehe.

Jadi, beberapa hari lalu saya baca artikel di The Guardian (1) yang menurut saya menarik. Sebenernya, apa yang diungkapkan di sana bukan sesuatu yang bikin saya kaget (karena tiap kali ngobrol dengan temen saya yang orang US, dia selalu nyebut tentang ini) tapi tetep aja, sebuah pengetahuan baru dengan detail yang sebelumnya nggak saya tahu. Saya juga hampir nggak pernah baca artikel-artikel tentang world population dan nggak tahu juga berapa banyak sebenernya populasi kita sekarang. Di artikel itu, disebutkan bahwa salah satu cara buat ngurangin perubahan iklim alias climate change adalah dengan ngurangin jumlah fertilitas atau kelahiran. Okay, mungkin pandangan ini kedengeran terlalu ngagetin buat orang-orang kita, tapi setelah kalian baca angka-angka yang akan saya paparkan nanti, mungkin ada pengetahuan baru yang bisa kalian dapet.

Setelah baca artikel di The Guardian itu, saya penasaran dengan populasi manusia dan berapa banyak sebenernya yang mampu di-sustain oleh bumi kita.

Kalian bisa liat di pojok kanan bawah, itu tanggal saya ambil screenshot ini. Jadi, sampai pukul 10.00 WIB tanggal 13 Juli 2017, jumlah kelahiran di seluruh dunia adalah 161.154, sedangkan jumlah kematian adalah 66.617. Populasi dunia di waktu yang sama adalah 7.517.971.190 miliar manusia. Dan kalau kalian ngunjungin situs di atas (2) angkanya akan bertambah secara otomatis. Saya ngamatin selama satu menit dan angkanya udah bertambah banyak. And somehow, it terrifies me.

Dan jiwa riset saya pun akhirnya keluar, hahahaha. Saya nyari beberapa artikel yang berkaitan dengan populasi dunia dan kira-kira, sanggup nggak sih dunia kita ini nampung kita secara sering banget kita denger kampanye tentang 'go green', 'recycle', dan semacamnya.

Jadi ada artikel di sini (3) yang ngebahas tentang sebenernya berapa banyak jumlah manusia yang bisa disokong oleh bumi kita. Salah satu baris di artikel itu menyatakan:

"It is not the number of people on the planet that is the issue - but the number of consumers and the scale and nature of their consumption," says David Satterthwaite, a senior fellow at the International Institute for Environment and Development in London.

Jadi, menurut dia nih, yang jadi masalah sebenernya bukan jumlah manusianya, tetapi jumlah konsumsi serta skala dan kebiasaan konsumsi itu sendiri. Tapi, kalau dipikir, dengan bertambahnya jumlah manusia, berarti bertambah juga kan jumlah konsumsinya? Logikanya begitu.

Kemudian, ada satu baris lagi di artikel yang sama, yang menyatakan:

It is not the rise in population by itself that is the problem, but rather the even more rapid rise in global consumption (which of course is unevenly distributed) Will Steffen, an emeritus professor with the Fenner School of Environment and Society at the Australian National University.

Lagi, dia bilang bahwa bukan jumlah populasinya yang jadi masalah, tapi konsumsi kita sebagai manusia. Saat ini, di Amerika dan Australia, konsumsi emisi karbon mencapai 16 ton per orang, sedangkan di UK mencapai 7 ton per orang. Menurut artikel di The Guardian, jumlah itu harus dikurangin menjadi 2 ton per orang sebelum 2050 buat menghindari pemanasan global yang sangat parah.

Will Steffen, juga bilang begini:

So Steffen suggests that we should stabilise the global population, hopefully at around nine billion, and then begin a long, slow trend of decreasing population. That means reducing fertility rates.

What is urgently needed, then, is ways to speed up the decline in fertility rates. One relatively easy way to do so might be to raise the status of women, especially in terms of their education and employment opportunities, says Steffen.

Jadi dari populasi 7,5 milyar saat ini, harus mulai dikurangin secara perlahan ketika populasi mencapai 9 miliar. Yang dibutuhkan, masih menurut Will Steffen, adalah mempercepat proses pengurangan tingkat fertilitas, dan salah satu caranya adalah meningkatkan tingkat pendidikan wanita dan kesempatan kerja. Saya setuju banget dengan ini. Edukasi buat kaum perempuan masih belum merata, terutama di negara-negara miskin dan berkembang. Di artikel yang sama juga disebutkan:

The UN Population Fund has calculated that 350 million women in the poorest countries did not want their last child, but did not have the means to prevent the pregnancy. If these women's needs were met, it would have a significant impact on global population trends. According to this reasoning, creating a sustainable population is as much about boosting women's rights as it is about reducing consumption of resources.

Ada 350 juta wanita di negara-negara miskin yang sebenernya nggak pengen punya anak yang terakhir (asumsinya lebih dari 1 berarti ya?) tapi nggak mampu buat menghindari kehamilan. Jika apa yang mereka mau (dengan nggak pengen punya anak ) ini bisa dipenuhi, maka fertilitas bisa banget dikurangi.

Saya juga nemu ini di (5)

Dari tabel di atas, bisa kita liat kalau ngurangin kelahirna pengaruhnya besar banget buat mengurangi emisi karbon. Dan sebenernya, lewat hal-hal kecil, kita bisa kok ngebantu bumi kita bertahan sedikit lebih lama buat layak ditempati.

Dari gambar di atas, kalian bisa liat prakiraan (forecast) mengenai jumlah populasi dunia sampai tahun 2050. Ngebayanginnya aja udah semakin sesek banget dunia kita ini. Dan Ini adalah 20 negara dengan populasi terbanyak.

Sedangkan dari sini (4) akan ada fakta-fakta yang menurut saya menarik, tapi juga ngeri. Salah satunya adalah ini:

From 2017 to 2050, India, Nigeria, the Democratic Republic of the Congo, Pakistan, Ethiopia, the United Republic of Tanzania, the United States of America, Uganda and Indonesia will contribute the most to population growth.

Dari tahun ini sampai 2050, ada 9 negara yang akan punya kontribusi paling besar dalam pertumbuhan populasi dan Indonesia salah satunya. Bahkan, India diperkirakan akan melampau Cina dalam jumlah populasi. Jadi, sebagai warga negara Indonesia, bisa atau lebih tepatnya, mau nggak sih, kita peduli dengan lingkungan? Ini ngeri lho kalau semakin lama semakin dipikirin.

Saya tahu, menikah dan punya keturunan adalah dambaan (bahkan mungkin tujuan) banyak orang. Dan saya juga sadar, pilihan buat nggak punya keturunan itu sangat-sangat personal, dan siapa pun nggak berhak buat nge-judge. Saya sendiri nggak akan menikah (kecuali ada cowok yang ngelamar saya, hahaha) dan kalaupun pengen punya anak, the world is full of children that can be adopted. Tapi secara logika, punya anak sekarang nggak cuma masalah ngasih sandang, pangan, dan papan. Edukasi jadi satu faktor yang menurut saya akan semakin mahal ke depannya. Jika tingkat fertilitas nggak dikontrol, sedangkan kemampuan ekonomi kita nggak berubah alias stagnan, maka masalah yang ada justru akan bertambah. Rendahnya edukasi akan berujung pada kemiskinan, dan pada akhirnya, akan balik lagi ke fertilitas yang naik. Dengan edukasi, banyak orang yang akan melek dengan fakta mengenai bumi kita dan berapa lama kita akan bisa bertahan di sini. Misi-misi NASA yang sedang nyari planet lain buat ditempati juga belum ngasih kepastian di mana dan kapan manusia bisa 'diungsikan' ke planet di luar bumi. Jadi, sementara mereka nyari alternatif lain, nggak ada salahnya 'kan kita mulai dari kecil dulu?

Hal pertama yang harus dibenahi adalah tentang 'banyak anak banyak rejeki' atau pikiran bahwa 'rejeki akan dateng sendiri kalau punya anak' yang buat saya itu konsepsi dan pola pikir yang salah dan menyesatkan. Lepas dari berbagai sedikit fakta (dan angka) yang saya sebutkan di atas, punya banyak anak berarti tanggungannya juga semakin bertambah. Saya nggak belajar ekonomi atau soal lingkungan, dan lagi-lagi, ini logika goblok saya. Kebutuhan akan bertambah, konsumsi akan ngekor, dan biaya hidup ... damn! Makin mahal! Mungkin program KB pemerintah harus mulai dievaluasi ulang. Dua anak bisa dikurangin jadi satu, atau kalau mau ekstrem banget, tetep dengan dua anak, dan jika ada anggota keluarga yang punya lebih dari dua, akan ada sangsi. Tapi, ini mungkin akan nimbulin masalah baru, jadi, cara utama memang lewat pendidikan, sih. Itu buat saya penting banget. Nggak harus tinggi-tinggi sampai S3 juga, tapi minat baca yang harus ditingkatkan.

Seperti kita tahu, minat baca di Indonesia masih sangat rendah. Kalau nggak salah, nomor 2 terendah dari 61 negara. Sebenernya, baca itu nggak harus melulu buku, tapi artikel-artikel, koran, itu juga bisa disebut baca 'kan ya? I'm a firm believer that reading will make us more aware of our surroundings. Jadi, cara paling utama saat ini adalah meningkatkan minat baca. Dan jangan cuma baca Wattpad, hahahaha. Ada banyak banget artikel atau bahan yang bisa dibaca buat bikin pengetahuan kita makin luas. Saya sebagai orang yang suka nulis, baca udah jadi kewajiban. Tiap hari saya pasti baca (nggak cuma status Facebook atau caption di Instagram ya? hahahaha) entah itu buku atau artikel yang topiknya macem-macem. Mulai tentang fashion, buku, film, sedikit politik, sampai artikel yang remeh temeh sekalipun. Saya nggak bisa kalau sehari aja nggak baca, rasanya ada yang kurang. Buat yang bahasa Inggrisnya mumpuni, bisa cek Quora, itu akan banyak banget info yang bikin pengetahuan kalian bertambah. Saya bisa lupa waktu kalau udah buka aplikasi Quora.

Oh ya, seperti yang saya sebutin tadi, bahwa selain ngurangin jumlah anak, kita bisa ngurangin menggunakan kendaraan pribadi, dan mengurangi konsumsi daging. Tiap kali belanja, saya selalu bawa tas sendiri, kebiasaan yang saya dapet pas masih di Italy dulu. Karena saya dan teman serumah selalu belanja bareng, jadi kami pasti bawa tas ransel yang gede dan tas kanvas itu buat tempat belanjaan. Ini hal yang pas saya terapkan di Indonesia, dipandang agak aneh. Bahkan, nggak jarang, kasirnya bilang kalau tas plastiknya gratis. Jujur, susah memang buat hidup tanpa plastik, bahkan mungkin mendekati mustahil, tapi dengan mengurangi, berarti kita juga punya andil, meski kecil. Soal daging, saya memang udah berhenti makan red meat (sapi, kambing, dsb) meski masih mengonsumsi ayam dan ikan. Tapi, ini murni demi alasan kesehatan, bukan ikut-ikutan tren jadi vegetarian, meski saya sekarang jauh lebih suka mengonsumsi sayuran dibanding 10 tahun lalu.

Anyway, ini aja dulu bahasan di KOLASE. Topiknya memang berat ya, dan kalaupun ada yang kuat baca sampai akhir, saya salut banget dengan kalian yang mau ngeluangin waktu. Terlepas nanti ini punya pengaruh atau nggak, saya nggak bisa pastiin. Saya sekadar sharing, sekaligus ngeluarin sedikit opini tentang populasi dunia. Ke depannya, saya nggak yakin pengen bahas hal seserius ini lagi, hahaha. We'll see.

Ada beberapa topik yang pengen saya bahas buat bagian selanjutnya, salah satunya adalah tentang musik Latin dan efeknya. Saya masih cari-cari artikel yang mungkin bisa nguatin keinginan buat bahas tentang itu, sih.

Anyway, have a great weekend, peeps!

Regards,
Abi

(1) https://www.theguardian.com/environment/2017/jul/12/want-to-fight-climate-change-have-fewer-children?CMP=fb_gu

(2) www.worldometers.info

(3) http://www.bbc.com/earth/story/20160311-how-many-people-can-our-planet-really-support

(4) https://www.weforum.org/agenda/2017/07/11-facts-about-world-population-you-might-not-know/

(5) http://www.sciencealert.com/here-are-the-best-ways-to-actually-reduce-your-carbon-footprint-according-to-science

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top