UNBELIEVE


Aku tahu kamu melihatku.

Nefa bergetar saat seringaian yang perempuan itu tunjukkan padanya. Nefa dapat melihat perempuan berbaju lusuh itu menginjak langit-langit kamar dengan posisi terbalik hingga kepalanya menggantung dengan rambut yang tak menutupi wajahnya, kini. Nefa membisu saat suara lirih itu kembali membisikinya.

“Ada penjaga…” seketika perempuan itu berlari di atap saat melihat Arabella mengintip dari pintu. Kepalanya masuk sedangkan badannya masih tertinggal di luar. Nefa menghela napas panjang sambil menatap kakak beradik yang diam-diam mengambil nasi panas dari rice cooker mereka. Makan dengan senang sedangkan Nefa harus menahan serangan gaib yang membuatnya tak berkutik.

Perempuan itu membalikkan badannya, menyeringai. Senyum lebarnya bahkan mengalahkan jidatnya Arabella saking lebarnya. Nefa dapat melihat ada luka koyak disekitar bibirnya, menampilkan gusi berwarna kemerahan. Matanya hitam pekat. Nefa mungkin pernah melihat hantu lebih seram dari itu, tapi karena energinya negative Nefa kewalahan sendiri.

“Nefa, lo kenapa?” tanya Alana selesai menyantap woku. Alan menatapnya sebentar lalu fokus ke ponselnya. Nefa menarik napas lagi, lalu menunjuk pada langit-langit kamar mereka yang kini tepat berada di atas Alan.

“Kenapa?”

“Dia mulai aneh.” Timpal Alan menumpukan tangan di dagunya.

“Mungkin aku kelihatan aneh, tapi aku bisa melihat mereka yang gak bisa kalian lihat. Maaf sebelumnya, tapi kamar ini dihuni sama hantu perempuan.”

“Jangan kasih tau….” Ucap hantu itu kini melangkah dengan rambutnya yang menjuntai ke bawah. Raut sedih muncul di wajahnya yang pucat itu. Nefa meneguk ludahnya.

“Dia menginjak atap kamar kalian. Dia yang bikin suara gaduh setiap malam.” Ucap Nefa mantap. Alan dan Alana diam, lalu terkikik geli.

“Hantu? Suara gaduh itu dari kamar atas.” Ucap Alan meledek Nefa yang mukanya merah padam. Dia sudah mengira bakalan begini respon mereka. Tapi pantang menyerah, Nefa kembali menunjuk atap kamar dan bilang, “Dia lagi natap Alan.”

Alan menatap ke atas lalu berdadah ria seolah meledek perkataan Nefa yang memang benar. Tapi sekalipun Nefa benar, ucapannya adalah hal yang tidak dapat dipercaya kembaran itu. Melihat respon dua kakak beradik yang kini meledeknya membuat Nefa keluar kamar itu sesegera mungkin.

Dia menutup wajahnya. “Serem banget, Ra.” Ucapnya pada Arabella yang melayang di depannya. Perempuan berdarah belanda itu melongokkan kepalanya ke pintu menatap sosok yang terus merapalkan kata, “Jangan kasih tau…”

“Aku udah buka, tapi dia gak mau kasih tau apa maksudnya ngomong gitu.” Nefa melangkah menuju kamarnya. Bayangan wajah hantu itu membekas diingatannya.

Dilain sisi, Alan dan Alana saling diam, Alan tepatnya. Pria itu tengah memikirkan omongan Nefa tentang suara gaduh yang beberapa malam dia dengar dari kamar atas.

“Kenapa dia tahu kalau akhir-akhir ini gue sering denger bunyi gaduh dari atas? Padahal gue gak bilang ke siapapun.” Batinnya mengetuk-ngetuk meja makan. Alana yang tengah melihat ke balkon berpaling pada kakaknya itu, “Lo kepikiran omongan Nefa?”

“Gak.”

“Terus lo ngelamunin apa dari tadi?” tanyanya sabar. Alan mengerucutkan bibirnya, dia jadi agak bimbang.

“Lo beneran gak pernah denger bunyi orang loncat-loncat di atas?” tanya Alan sekali lagi meyakinkan gadis itu.
Alana sekejap merasa angin merayap di badannya, menimbulkan rasa merinding yang membuat dia langsung mengusap tekuknya.

“Gak sih. Beneran emang ada bunyi itu?” kali ini Alana yang balik tanya. Alan menggeleng masih tidak percaya, tapi darimana Nefa tahu kalau dia mendengar bunyi itu? Pertanyaan itu memenuhi ruang kepalanya. Merasa aneh jika hanya dia yang dengar, sedangkan Alana sama sekali tidak. Apa perkataan Nefa benar?

“Gimana kalau lo cek kamar atas besok.” Usul Alana cemerlang. Alan mengiyakan dengan semangat, setidaknya hal itu bisa membuktikan ucapan Nefa benar atau tidak. Alana pun bergegas menuju kamarnya setelah agak lama bercengkrama dengan Alan. Pria itu duduk manis di sofa. Jam dinding mereka berdetak lambat, meninggalkan jejak bunyi detik yang menggema. Baru pukul 11 pikir Alan, terlalu dini untuk tidur mengingat jam tidurnya bahkan lebih larut dari itu.

“Alan…” suara lirih perempuan membuat bulu kuduknya meremang. Alan menatap sekitarnya, berharap kalau itu hanya keisengan Alana. Dia tahu Alana itu jahil.

“Alan…” jelas sekali ada yang memanggilnya kali ini. Merasa dipermainkan, pria bertubuh jangkung itu beranjak dari sofa menuju pintu. Membuka dan tak menemukan siapapun. Alan mengusap tekuknya, melangkah menuju kamar Alana. Dan benar saja, gadis itu tidur.

Merasa jika hal ini semakin ganjil, Alan bergegas membuka pintu kamarnya dan menuju pintu Nefa. Dia mengetuk kamar gadis itu.

“Alan?” tanya Nefa dengan muka yang masih segar. Alan melirik kamar gadis itu dan melihat pemandangan gambar-gambar sketsa berserakan juga sebuah laptop yang menunjukkan seseorang.

“Gue mau bicara sama lo.”

“Masuk.” Ajak Nefa tidak segan memperlihatkan kertas-kertas bergambar sesuatu yang Alan ngeri melihatnya. Pria itu menatap Nefa yang sedang membereskan gambarnya, juga mematikan sambungan vidcall.

“Gue sebenarnya gak percaya sama hal gituan.”

“Terus?” tanya Nefa menunjukkan seriangaiannya. Alan merinding saat tatapan Nefa terlihat kosong. Senyum gadis itu terlihat lebih lebar dari biasanya.

“Tapi…”

“Tapi kamu tahu aku ada kan?”

Tbc

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top