TAKE CARE
Jangan mengelak, kamu tahu aku ada. Dan sebenarnya kamu takut, kan?
Alan meneguk ludahnya. Semalaman dia tidak bisa memejamkan matanya setelah kabur saat bertemu Nefa. Gadis itu, hampir saja mencekiknya jika Alana tidak datang mencarinya. Alan masih ingat perkataan Nefa, dan suara lirih gadis itu.
"Jangan mengelak, kamu tahu aku ada. Dan kamu takut kan?"
Saat itu Alan sadar jika wujud gadis itu memang Nefa tapi dia bukan Nefa. Seketika Alan bangkit, namun Nefa menahan tubuhnya lalu menindihi pria itu dengan mencekik leher Alan. Mungkin jika Alana telat, dia sudah tinggal nama malam itu.
Alana membuka pintu kamarnya tiba-tiba. Gadis itu membawakan semangkuk bubur ayam, seadanya. Alan yakin rasanya sangat mengerikan. Pasalnya Alana tidak bisa memasak, kecuali mie instan.
"Makan dulu gih."
"Lo gak ngeracunin gue kan?" tanya Alan bangkit dengan muka pucat dan kantung mata yang besar. Alana mengangkat tangan membentuk peace. Sambil menatap makanannya, Alana menyunggingkan senyum lebarnya, menanti komentar Alan.
"Senyumnya biasa aja, gue jadi ngeri." Alana mendongak, lalu terkekeh geli. Alan menyuap satu sendok bubur yang keliatannya normal itu, lalu menatap Alana kaget.
"Kapan lo bisa masak? Lo beli kan?"
"Gak. Aku masak sendiri, buat Alan."
***
"Eh Nef, kapan-kapan aku ajak colab ya?" Nefa yang mendengar ucapan Nadya hanya mengangguk pasrah. Nadya salah satu dari anggota Ghost Hunter yang sering mengajak Nefa untuk ikut dengannya dalam penelusuran tempat-tempat angker. Nefa sih iya-iya saja, toh dia sudah biasa menghadapi hal tersebut. Tidak dengan Nadya yang memang tak peka.
"Beneran ya, awas kalau nanti sibuk."
"Itu emang sibuk Nad, apalagi sekarang aku pindah apartemen."
Nadya yang tengah membereskan berkas-berkas di laptopnya langsung mengarahkan matanya ke Nefa, "Kamu pindah beneran?"
"Iya, mau ke apartemen baruku gak?" Nadya tampak menimbang-nimbang dulu sebelum akhirnya mengiyakan ajakan Nefa.
"Tetanggamu baik-baik aja kan?" Nefa mengerutkan hidungnya lalu menggeleng. "Gak juga sih," jawabnya membuat alis tebal Nadya yang dilukis itu terangkat sebelah.
"Kenapa? Mereka cuek?"
"Mungkin." Nadya memandang Nefa heran. Gadis itu menggeleng, lalu fokus lagi ke laptopnya, sesekali melihat Nefa yang diam, sekilas. Nefa duduk dengan tenang di bangkunya, tangannya bergerak-gerak tak wajar. Terkadang seperti mengusap-usap kukunya, lalu menggigitinya.
"Nefa?"
Nadya terdiam saat melihat tatapan kosong Nefa. Tersadar jika itu bukan Nefa, Nadya menggeser kursinya agak jauhan dengan Nefa. Memang hal ini bukan kali pertamanya, tapi sampai saat ini Nadya belum bisa menghadapi sesuatu yang merasuki Nefa disaat yang tak diinginkan.
"Siapa?" tanya Nadya.
"Arabella, ini Arabella." Ucap Arabella lirih, tepat seperti berbisik. Suaranya lembut, tidak seperti Nefa yang cempreng.
Nadya mengusap dadanya tenang, rupanya teman Nefa yang masuk, pikirnya. Lalu memajukan tubuh untuk melihat Arabella. "Ara mau ngomong sesuatu ke aku?"
"Jaga Nefa."
Dua kata itu membuat Nadya memicingkan matanya, namun belum sempat dia bertanya balik, detik berikutnya Nefa memijit pelipisnya sambil meringis. Sadar begitu saja.
"Arabella masuk ya tadi?"
"Kamu sengaja ngebuka?"
"Dia yang pengen." Ucap Nefa santai.
Nadya yang agak merasa janggal dengan perkataan Arabella langsung to the point saja menanyakan maksud Arabella berkata demikian. Nadya yakin jika memang ada yang tidak beres saat ini.
"Kamu kan bisa cerita, siapa tahu aku bisa bantu, Nef." Nadya meyakinkan. Tak dijawab dengan mantap, Nefa memilih mengajak Nadya untuk ke apartemennya dan menunjukkan apa yang dia dapatkan di kamar tetangganya itu.
Sesampainya di lorong apartemen, Nadya maupun Nefa mendengar suara orang marah-marah yang terdengar jelas sekali. Diikuti suara perempuan yang tengah menyolot. Nefa membulatkan matanya melihat Randi, Alan dan Alana sedang berdebat di depan pintu kamarnya. Lagi-lagi, batin Nefa langsung mempercepat langkahnya.
"Ada apa?" tanya Nefa seketika membuat Alan melangkah mundur.
"Nefa, mereka bikin gaduh untuk kesekian kalinya. Mereka ini gak bisa menghargai tetangga. Saya lagi kerja." Ucap Randi menggebu-gebu, apalagi saat dia mengucapkan itu, Alana tanpa dosa meledeknya dengan memelet-melet lidahnya.
Nadya hanya jadi penonton di kejauhan. Dia tak mau ikut campur seperti Nefa.
"Lo mau belain cowok cupu ini?" tanya Alana angkuh. Randi menganga tak percaya dengan ucapan Alana, terlebih gadis itu menunjuk wajah Randi sambil terus mengatai-ngatainya.
"Alana, kamu bisa sedikit sopan gak sih?" Nefa yang bukan korban pun ikut terbawa dalam emosi melihat Alana bersikap begitu. Gadis itu otomatis menarik rambut Nefa yang pendek, membuat empunya terteriak kecil.
"Jangan bela dia, bodoh!" Mata Nefa melebar saat bisikan dari mulut Alana terdengar olehnya. Gadis itu menatapnya disertai seringaian yang sangat Nefa ingat.
"Kamu ingat aku kan?" Tanya Alana sambil tersenyum, melihat Alana yang kemasukan membuat Nefa segera memegang tangan Alana, lalu memelintirnya.
"Alan! Randi, Alana kemasukan!" ucap Nefa panic saat Alana melebarkan matanya kaget. Kukunya yang panjang terawat mencakar lengan Nefa hingga berdarah. Melihat kondisi Nefa yang terancam, segera Nadya menarik kepala Alana dengan memegang jidatnya. Mengapit leher Alana dengan lengannya.
"Nef, cepet keluarin." Suruh Nadya kepada Nefa yang bingung melihat Randi. Tiba-tiba menghilang saat Alana kemasukan.
"Nefa..."
"Kemarin malam lo, sekarang sodara gue. Setannya suka sama gue atau apa nih?" tanya Alan yang ikutan panik memegangi saudara kembarnya. Sayang kepanikannya masih saja terbesit rasa percaya dirinya. Nefa menggeleng heran.
"Nefa..."
"Apa ini alasan Arabella minta aku jagain kamu?"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top