SEBUAH CERITA MASA LALU
Kamu perantara. Dan aku seonggok nyawa yang tak bersahabat dengan masa laluku.
Alana memijit pelipisnya. Pusing yang menderanya beberapa menit lalu mulai berkurang setelah dia tertidur cukup lama. Dilihatnya Alan dan dua gadis tengah tertidur tak jauh dari kasurnya. Alana tak terlalu ingat dengan apa yang menimpanya.
“Nefa?” gumamnya saat melihat gadis itu masih terjaga dengan tubuh yang telentang. Matanya terbuka tanpa berkedip. Alana sangsi mendekati Nefa mengingat Alan pernah dicekik olehnya.
Sedangkan Alan dan Nadya benar-benar tertidur setelah perjuangan mengeluarkan hantu yang merasuki Alana. Tak ambil pusing, Alana membaringkan tubuhnya lagi, memiring ke arah Nefa dan temannya. Alana terus memperhatikan Nefa yang tetap tenang tanpa pergerakan apapun.
Melihat Nefa begitu Alana jadi agak takut. Apa dia tidur? Batin Alana.
Gadis itu bangun, lalu menatap Alana tiba-tiba.
“Nefa, lo kenapa?” tanya Alana ringan, dia tak ingin membangunkan saudaranya.
“Aku? Aku gak apa-apa. Aku ke balkon ya, kamu tidur aja.” Ucap Nefa, secepatnya dia bangkit menuju balkon. Dilihatnya Arabella terbang menembus pintu kamar Alana, mengikuti langkah Nefa yang lunglai.
“Kamu mau ngebiarin dia masuk?” tanya Arabella meyakinkan Nefa. Gadis di sebelahnya itu mengangguk, siap untuk menuntun hantu yang bergelantungan di atap itu untuk berkomunikasi dengannya. Karena sedari tadi hantu itu bahkan tak membiarkan Nefa tenang untuk sesaat.
Nefa tertegun. Dia diam sambil duduk di sofa, membiarkan Arabella berada di ruang tengah. Dia tahu Arabella akan sedikit menganggu jika berada di dekatnya saat ini, terlebih dia kini sudah menyatu dengan makhluk itu.
Potongan reka adegan kematian gadis yang berada di tubuhnya itu sedikit ngilu. Nefa meringis, air matanya jatuh.
Penyiksaan.
Ditusuk.
Dibunuh.
Digantung.
Nefa mengusap air matanya saat suara gadis itu memenuhi isi kepalanya.
“Namaku… Sarah.”
Nefa terdiam cukup lama untuk mencermati setiap kilas balik kematian—Sarah-- yang hantu itu tunjukan padanya. Meski agak buram, Nefa tahu jika gadis malang itu dibunuh oleh seorang pria yang mungkin seumuran dengannya, Sarah.
Nefa mengusap lelehan ingusnya lalu menatap pintu balkon. Di sana berdiri Alan yang tengah melipat tangannya.
“Lo nangis bukan karena Alana kerasukan kan?” tanya Alan hampir menciptakan tawa ringan di bibir Nefa. Gadis itu menggeleng, lalu menutup akses untuk hantu itu berkomunikasi dengannya. Nefa tidak mau tiba-tiba menangis, atau apapun itu.
“Gue awalnya gak percaya. Tapi setelah lihat ini, lo mungkin benar.” Nefa memicingkan matanya saat Alan menyodorkan ponselnya. Ada percakapan antara Alan dan pengelola apartemen.
“Kamar atas masih kosong.” Ucap Alan membuat pupil mata Nefa melebar.
Akhirnya, batin Nefa lega. Dia merasa baru mendapat angin segar atas kepercayaan yang Alan berikan padanya. Pria itu pun menambahkan satu hal yang membuat Nefa agak terkejut.
“Pernah ada kasus bunuh diri di sini, beberapa tahun lalu. Kamar ini kosong cukup lama, karena pemiliknya meninggal. Sempat terbengkalai, yah pemiliknya gak mau rugi, dia renovasi lagi.” Ucap Alan membuat kerutan di dahi Nefa muncul, ada keganjilan yang dia temukan.
“Apa nama pemiliknya Sarah?” tanya Nefa lalu menatap layar ponsel Alan dan merujukkan pupil matanya ke satu balasan. Alan mengangguk pelan sebagai jawaban.
“Namanya Sarah.”
Dadanya bergemuruh, sosok Sarah yang menggantung terbalik membuat seluruh bulu di tubuhnya berdiri serentak. Tak jauh dari Nefa, Arabella terus memantau membuat hantu itu tak berkutik untuk masuk ke tubuh Nefa lagi. Arabella tahu, Nefa akan lelah.
Alan melangkah untuk duduk di dekat Nefa tanpa menaruh ketakutan seperti sebelumnya. “Apa rencana kamu setelah ini?” tanya Nefa setelah Alan duduk sambil menatapnya.
“Gue sama Alana mungkin pindah. Kata temen lo, Alana udah kebuka. Dia mungkin rentan untuk dimasuki lagi.” Sahut Alan tidak sejutek pertemuan pertama mereka. Senyum Nefa merekah seadanya, ada sedikit niatan dalam hati Nefa untuk mencari tahu tentang Sarah.
“Kamu tahu gak, kalau Sarah itu sebenarnya dibunuh.” Nefa memutar tubuhnya untuk berhadapan dengan Alan. Bibir tebal pria itu merapat, bingung mau menjawab apa. Dia agak shock, pasalnya setelah semua kejadian ini, ucapan Nefa seperti boomerang baginya.
“Polisi mengatakan ke public kalau Sarah bunuh diri, padahal dia dibunuh. Aku barusan lihat, Lan.” Alan tak menyahut, dia menatap mata Nefa yang sama sekali tak menunjukkan keraguan dalam ucapannya itu.
“Aku bisa lihat itu, Sarah yang nunjukin.” Tambah Nefa menggebu-gebu. Ada perasaan ingin mencari titik terang untuk Sarah, memang bukan hal mudah. Dia bisa saja membantu Sarah dengan cara lain untuk bisa berproses, tapi saat Sarah merasukinya, Nefa merasakan sebuah rasa dendam yang lekat dengan Sarah.
“Sarah dibunuh Lan.”
“Terus, lo mau ngebuka kasus bunuh diri itu jadi kasus pembunuhan? Nef, walau kita baru pertama kali bicara sepanjang ini, gue berharap lo gak ngelakuin hal gila itu.” Ucap Alan sedikit kesal dengan arah percakapan Nefa. Dia tahu Nefa berkeinginan untuk membantu, tapi gadis itu juga harus memakai akal sehatnya.
“Lan, kamu gak tahu apa yang Sarah rasakan. Dia ingin tenang, tapi gak bisa.”
“Nefa, lo jangan ngajak gue dalam kegilaan lo.” Ucap Alan kesal. Nefa menghela napas panjang, lalu menatap ke arah Arabella yang seperti memintanya untuk mencukupkan percakapan mereka.
Sayang, suara keduanya malah membangunkan Alana dan Nadya.
“Gue bisa bantu.” Ucap Alana mantap. Dan Alan yang mendengar hanya mengumpat kesal.
“Lo kenapa selalu ikut campur dalam hal gila hah!” Kesalnya.
Tbc
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top