SARAH


Masa lalu itu bagian dari pelajaran hidup yang tak terulang.

Nefa terdiam sambil mendaratkan bokongnya di kursi. Dia sadar jiwanya baru terisi dengan wujud Sarah yang tiba-tiba menyergapnya. Dia sepertinya tahu kalau Arabella baru saja keluar meninggalkan ruangan.

Nefa…Kamu tahu, aku benci.”

“Benci dengan siapa?” tanya Nefa berkomunikasi di dalam alam bawah sadarnya yang terus menunjukkan tempat di mana adegan sadis itu mulai terlihat.

Nefa tercekat saat melihat ruangan penuh dengan topeng. Ada kapak dan segalanya benda tajam. Ada seseorang yang memakai penutup wajah datang menghampiri Sarah. Gadis itu tergantung.

“Posisi ini!” gumam Nefa terus memperhatikan gerak gerik pria itu, meski sebenarnya dia sangat ngilu melihat hal begini. Pria itu sepintas membelai wajah Sarah lalu mengayun benda tajam ke arah gadis itu. Nefa menutup telinganya. Teriakan kesakitan Sarah makin membuatnya ngilu. Nefa ingin mengakhiri adegan ini, namun Sarah lagi-lagi membawanya pada masa yang lain. Masa yang kelihatannya paling Sarah ingat selain akhir hidupnya.

“Dia siapa  Sarah?”

Nefa tak mendapat jawaban atas pertanyaannya, melainkan hanya dapat adegan di mana Sarah tengah bersama dengan seorang pria. Kenangan manis melekat dalam ingatannya Sarah.

“Nefa! Nefa!”

Alana mengguncang Nefa sekuat tenaga, menyadarkan Nefa yang sedari tadi menutup telinganya.

“Nefa…” Ucap Alana senang  menghambur memeluk Nefa yang mengerjap polos, dia sadar.

Ditatapnya Alana, Alan dan Randi yang tengah cemas.

“Aku baik-baik aja.”

“Kamu indigo?” tanya Randi tiba-tiba.

Alana mengiyakan terlebih dahulu. Namun tidak sama responnya dengan Alana yang menerima hal itu, justru Randi sebaliknya. Pria itu bangkit, pamit saat mendapat jawaban atas pertanyaannya.

“Aneh tuh orang!”

“Ran!” panggil Nefa menghentikan langkah pria itu. Randi berbalik dengan tampang tenang.

“Kamu udah lama tinggal di apartemen ini?” tanya Nefa penasaran. Alan dan Alana saling menatap, tidak menaruh rasa curiga atau apapun saat Nefa melontarkan pertanyaan itu.

“Cukup lama. Kenapa? Kamu mau tanya siapa Sarah?” tanya Randi membuat kerutan di wajah Nefa.

“Kamu tahu aja ya apa yang pengen aku tanya.”

“Karena kamu tadi sebut nama dia. Tapi aku cuma tahu kalau Sarah itu sempat menghuni kamar Alana, dan dia gadis yang baik. Dia punya kekasih, namanya Revan.”

“Lo kenal Sarah?” timpal Alana. Randi mengangguk lemah, “Sedikit,” lanjutnya.

Randi melangkah menuju pintu sambil memohon pamit. Nefa menatap Alana, lalu menggenggam tangan gadis itu.

“Aku harus cari Revan.”

“Gimana caranya lo nyari orang itu?” tanya Alan dengan wajah meledeknya.

Nefa menghembuskan napas pasrah.

“Lo mau gue bantu gak?” tanya Alana. Alan mengumpat kasar mendengarnya, dia tidak setuju jika Alana ikut campur dalam masalah seperti ini. Dia tidak ingin adiknya terluka, itu saja.

“Emang lo mau bantu Nefa dengan cara apa hah?”

“Kita bisa tanya sama pemilik kamar.” Nefa menatap Alana tak percaya, lalu berteriak girang. Keduanya sama-sama excited, tidak dengan Alan yang datar. Alan sudah bisa menduga kalau hal ini akan lebih berbahaya ketimbang kabur dari rumah mereka dulu.

Keesokannya, Alana membawa Nefa menemui ibu mereka. Pertama-tama, Alana harus tahu siapa orang yang menawarkan kamar berhantu itu pada ibunya. Tak lama menunggu, ibunya langsung memberikan alamat si pemilik.

“Lo yakin mau ikut gue dalam memecahkan kasus ini? Kita bakalan ngehadapin sesuatu yang besar, Lana.” Alana yang menyetir mobil, hanya tersenyum.

“Anggap aja kita impas karena kemarin narik rambut lo.”

“Itu sih karena dalam diri kamu ada Sarah.” Jawab Nefa sambil terkekeh. Alana ikut  tertawa sambil terus menyetir mengikuti arahan dari google maps. Selang beberapa menit kemudian mereka tiba disebuah rumah tua yang tidak berpenghuni.

What? Kok…” ucap Alana tidak selesai saat keluar mobil. Nefa tak jauh beda, gadis itu melongo. Siapa yang bisa dia tanya tentang keberadaan pemilik rumah ini? Tetangga dari rumah itu juga sepertinya tidak ada.

Nefa dan Alana sama-sama bingung.

“Kita tanya penduduk sini deh… lo tunggu di sini. Jangan macem-macem ya.” Ucap Alana selayaknya meninggalkan adik kecil sendirian. Nefa menggeleng heran melihat Alana sudah menjauh dari mobil menuju sebuah rumah.

Nef, ada sesuatu di dalam.”

Arabella terbang menuju rumah itu. Nefa bisa melihat sesuatu yang mengintip dari jendela. Menempel seperti memerhatikan Nefa dari dalam. Arabella berhenti di depan pintu. Berbalik lagi menuju Nefa yang memundurkan langkahnya.

Sosok yang mengintip itu semakin nampak. Telapak tangannya yang kurus dan panjang itu menempel di kaca jendela, wajah pucatnya tengah dihiasi senyum tipis. Nefa menjilat bibirnya yang kering, merasakan energi negatif yang cukup kuat.

“Non…”

“Iya?”

“Ngapain di depan rumah ini? Lagi nyari orang?” seorang pak tua yang sedang lewat berhenti di depan Nefa. Ikut menatap rumah itu dengan wajah khawatir. Nefa menghela napas saat sosok itu perlahan menghilang.

“Lagi nungguin teman, Pak. Oiya pak, pemilik rumah ini ke mana ya?” tanya Nefa. Bapak tua yang tengah memegangi sepedanya itu menghela napas berat.

“Pemilik rumah ini udah meninggal Non.” Nefa tercekat. Dia tiba-tiba teringat Sarah.

“Kalau boleh tahu nama pemilik rumah ini siapa pak? Apa benar Ibu Ranti?” Bapak itu kaget. Bukannya mendapat jawaban benar, Nefa justru salah. Sontak gelengan kepala bapak tua itu membuat Nefa gugup mendadak, ada satu nama yang tiba-tiba terbesit dalam pikirannya.

“Namanya Sarah.”

Bulu kuduk Nefa berdiri seketika saat melihat sosok itu mengintip lagi, kali ini dengan senyum lebarnya. Seolah menertawakan Nefa yang kini pucat pasi.

“Dia gak bisa mendekati kamu selama ada aku, Nef.”

Tbc

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top