Revan?
Dia hanya bagian masa laluku.
Nefa memejamkan matanya. Lalu kembali dia buka saat Alana datang menyentuh bahunya. Gadis itu memiringkan wajahnya menatap Nefa yang pucat pasi sambil terus melihat ke arah rumah kosong itu.
"Kamu dapat informasi?" tanya Nefa datar.
"Ibu Ranti itu gak ada. Penghuninya Sarah." Jawab Alana to the point saja, namun gadis itu sadar jika Nefa sepertinya lebih dulu tahu hal itu. Melihat Nefa yang diam membuat Alana memberi jarak antara dirinya dengan gadis itu.
"Nefa..." panggil Alana memastikan jika gadis itu sadar. Pasalnya Alana sudah mulai memahami bagaimana Nefa. Gadis itu tak jarang menjadi sosok lain.
Tak ada jawaban dari panggilannya, Alana mengulurkan tangannya hendak menyentuh Nefa. Gadis itu tiba-tiba menoleh dengan tatapan kosongnya.
Yang mengejutkannya, Nefa kemudian memiringkan kepalanya. Alana menutup mulutnya, takut kalau sekarang yang dia hadapi bukan Nefa.
"Hihihi..."
Alana sontak berteriak histeris. Gadis itu berlari menuju samping mobilnya, merunduk menyembunyikan diri dari Nefa yang terus tertawa. Jika saja tawa Nefa biasa mungkin Alana akan ikut tertawa, tapi ini...melihat Nefa saja Alana tahu jika itu bukan Nefa.
"Kamu gak apa-apa?"
Alana mendongak. Matanya mengerjap melihat Nefa tengah merunduk memastikan keadaannya. Alana bangkit, melihat ke arah tempat Nefa berdiri tadi. Dia mengusap rambut depannya, melongo sebentar lalu menatap Nefa lagi. Dengan wajah tanpa dosa dia mencubit pipi Nefa.
"Ih, kenapa sih Lan?"
"Ini Nefa kan?"
"Iyalah, kenapa? Ada yang nyamain aku ya?"
Alana langsung mengangguk. Nefa mengulum senyumnya, dilihatnya rumah kosong itu. Sosok berbaju putih itu tertawa. Lalu menghilang perlahan, digantikan dengan sosok besar berbulu yang muncul.
"Cepat balik sana. Itu sih sarangnya..."
Arabella mengusulkan untuk mereka segera pulang saja. Sosok tinggi besar dengan bulu itu sudah pasti Nefa tahu. Gadis itu menarik Alana masuk ke mobil.
"Yuk balik. Ada yang ileran lihat kita berdua." Alana meremang mendengarnya. Pikirannya mulai kacau perlahan karena kejadian tadi. Tanpa banyak bertanya lagi, Alana langsung menekan pedal gas meninggalkan tempat itu.
Sepanjang perjalanan, hanya ada bunyi deru mobil. Nefa lebih banyak diam, sedangkan Alana berusaha menetralkan pikirannya yang kacau. Berteman dengan Nefa tidak semudah itu ternyata.
"Tadi lo ke mana?"
"Ada bapak tua yang nunjukkin sesuatu ke aku."
Alana menoleh penasaran.
"Kuburan Sarah." Ucap Nefa lagi-lagi membuat bulu halus di tubuhnya merangkak naik lagi. Lama-lama dia harus cukuran juga kalau begini terus.
"Bapak itu bilang, Sarah mati bunuh diri. Jadi wajar kalau rumah itu berhantu. Tapi menurutku ada yang aneh dari cerita orang-orang." Alana masih mendengarkan meski kelihatannya gadis itu sama sekali tidak menatap Nefa.
"Keganjilan pertama dari kematian Sarah. Kenyataan sebenarnya dia di bunuh. Kedua, bapak itu bilang kalau mayat Sarah tergantung di sana. Padahal mayatnya di kamar apartemen kalian. Aku jadi berpikir kalau ada dua mayat yang sebenarnya dibunuh sama pelaku."
"Dan mereka kira itu Sarah." Imbuh Alana sambil memutar setir memasuki basement apartemen mereka untuk parkir.
Nefa mencukupkan kisahnya.
"Nefa!" suara seseorang menghentikan kedua gadis itu. Alana melipat tangannya di dada saat tahu siapa yang memanggil Nefa. Pria jangkung tetangga mereka itu tengah menenteng belanjaan cukup banyak. Dengan senyuman merekah, Randi mendekati Nefa. Mengikuti langkah kecil gadis tersebut.
"Kamu bisa masak kan? Masak bareng yuk, aku belanja banyak." Ucap Randi membuat Alana mendecih. Entah kenapa Alana mulai jengah dengan Randi. Ya, sudah tahu gimana kesan pertama mereka bertemu waktu itu.
"Alana diajak juga kan?"
Randi menimbang-nimbang dulu sebelum akhirnya mengiyakan. Sayangnya, Alana yang lebih dulu menolak.
"Gue ogah. Nef, kita kan ada urusan. Masaknya kapan-kapan aja." Alana berusaha mempengaruhi Nefa hingga akhirnya dengan penuh ketidak nyamanan, Nefa menolak ajakan Randi.
Alana segera menarik lengan Nefa meninggalkan Randi dengan wajah masamnya.
"Ngapain sih ngeladenin itu orang?"
"Ken-"
Nefa tercekat. Sedangkan Alana kaget karena pegangan tangannya disentak oleh Nefa.
Sosok itu memukul-mukul pintu kamarnya dengan kepala. Membiarkan darah yang mengalir dari kepalanya menghiasi pintu kamar Nefa. Tanpa aba-aba, kepala yang asik terantuk di pintu itu berbalik menatap Nefa.
Dengan seringaiannya sosok itu kembali memukulkan kepalanya dengan keras.
"Nefa!" panggil Alana mengguncang tubuh gadis itu.
"Woi, lo kenapa Nef?"
Telunjuk Nefa mengarah pada pintu kamarnya sendiri.
"Ada Sarah, Lana..." ucap Nefa beriringan dengan Arabella yang melayang mendekati sosok Sarah yang tiada henti membolongi kepalanya sendiri, selang beberapa detik saat Arabella mendekat. Sarah menghilang.
"Masuk kamar gue aja lah!" ucap Alana langsung menarik Nefa yang terdiam mencerna adegan tadi. Dalam pikirannya, sosok itu seperti tengah memberikan isyarat tentang kematiannya.
"Kenapa temen lo kek orang habis ketemu setan?" celetuk Alan yang asik dengan televisi besarnya.
"Dia emang bisa ngelihat hantu dodol!" imbuh Alana gemas.
Melihat ekspresi Nefa yang masih tegang itu membuat Alana segera mendekatinya, menyentuh wajah Nefa.
"Kalau lo takut, lo bisa ajak kita berdua nginep kok." Kekehnya membuat lengkungan di wajah Nefa terbit. Dia merasa jika Alana terlihat cocok menjadi kakaknya.
"Terus gue?" sanggah Alan.
"Punya otak digunain ya bang..." Alan mengerutkan bibir mendengar adiknya sendiri berkata begitu.
Tbc
Huh.... Ngejar target itu emang epic🤣🤣🤣
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top