Revan? (2)
Hanya perlu menuntunmu ke jalan cerita sebenarnya.
Nefa duduk termangu sore itu. Sesaat Alana dan Alan pergi pamit untuk ke rumah ibunya. Gadis itu menopang kepalanya dengan tangan yang saling bertumpu di pagar balkonnya. Angin sore berembus lembut menerbangkan helaian rambut pendeknya. Sesekali ia memejamkan mata saat suara-suara yang tak diharapkan terdengar lirih menyapu gendang telinganya.
Nefa lebih menginginkan ketenangan saat ini. Sudah berhari-hari ia berkutat dengan hantu-hantu. Terlebih lagi Sarah yang tak pernah absen menunjukkan diri dengannya, bahkan Arabella saja tidak membuatnya gentar untuk merasuki tubuh Nefa disaat dia melamun.
Dari semua hal yang pernah dia alami, Sarah adalah sosok hantu gigih yang terus menunjukkan kode-kode pada Nefa. Gadis berambut pendek itu kadang merasa ada serangkaian cerita yang masih tersembunyi saat Sarah menunjukkan cerita kelamnya. Tentang kematiannya, ataupun tentang kekasihnya, Revan.
Nefa hanya perlu mengetahui alamat Revan untuk menuntaskan rasa penasarannya.
“Gimana?” tanya Arabella tiba-tiba muncul saat mentari mulai menenggelamkan diri di ufuk barat. Lelah seharian bertengger di langit, mungkin. Nefa terkesiap melihat gadis itu melayang di depannya.
Nefa menaikkan sebelah alisnya masih dengan posisi yang sama.
“Kamu nemuin gak alamat Revan?”
“Gak. Aku cuma nunggu—“
Tok tok tok!
Nefa langsung menatap pintu kamarnya. Pikirnya, itu bukan hantu kan? Biasanya mereka juga bisa iseng. Nefa bangkit dari duduknya lalu membuka pintu yang kini menampilkan sosok seorang pria bersama Nadya, temannya.
“Nadya? Eh, silakan masuk.” Ucap Nefa bergegas. Arabella mengikuti Nefa duduk di sofa bersamaan dengan dua orang itu. Nadya langsung menunjuk pria di sebelahnya dengan wajah serius.
“Dia Revan. Mantan kekasih Sarah.”
Mata Nefa yang semula sayu berubah melotot.
“Gimana bisa k-kamu…kamu bawa Revan?” tanyanya gagap sambil menunjuk pria yang kini tersenyum. Sosok tampan dengan kulit putih itu menatap Nadya yang berdehem terlebih dahulu.
“Jadi gini, kemarin aku sempet bilang ke teman-teman ghost hunter kalau kamu nyari Revan ini—(nunjuk Revan)—nah terus salah satu dari mereka ada yang kenal. Gak tahu sih, ini Revan yang kamu maksud itu atau enggak.” Ucap Nadya sedikit memberi angin segar untuk Nefa.
Tapi masalah lainnya adalah, Nefa bahkan tidak ingat jelas bagaimana wajah Revan saat itu. Kenangan Sarah sudah mulai kabur saat itu, dia hanya tahu nama Revan dari Randi.
“Oh iya, Randi!” Ucapnya membuat kerutan di dahi Nadya.
“Ngapain jadi bawa-bawa cowok sebelah?” tanyanya polos.
“Randi yang kasih tahu nama Revan, kali aja dia kenal wajah Revan.”
“Kamu mau tahu tentang Sarah kan?” Revan tiba-tiba bersuara membuat Nefa langsung duduk menghempaskan diri ke sofa.
“Jadi kamu beneran Revan itu?” tanya Nefa diangguki oleh Revan.
Nadya menunjukkan wajah penuh kebanggaan pada Nefa yang menutup mulutnya, tidak percaya. Tak lama dari keterkejutannya, gadis itu bergegas membuatkan tiga cangkir teh celup beserta camilan yang dia punya.
Revan dan Nadya berbincang sebentar sebelum akhirnya mereka berhenti saat Nefa meletakkan nampannya.
“Aku sih sebenarnya rada ragu juga, tapi pas Revan bilang Sarah. Heh, seketika aku merasa ada titik terang untuk kasus Sarah.” Nadya berujar dengan wajah berbinarnya, tak kalah sama, Nefa juga menanggapinya dengan anggukan antusiasnya.
“Revan, mungkin aku lancang nanya masalalu kalian. Tapi kamu percaya enggak kalau Sarah bunuh diri?”
Revan sempat tertegun. Jakunnya naik turun menenggak ludah, kelihatan gugup saat Nefa melontarkan pertanyaan sensitif itu. Meskipun seperti mengungkit luka lama, Revan tetap mempertahankan senyumnya sambil menjawab, “Percaya.”
“Sarah mengalami depresi parah saat itu. Dia sering melukai dirinya.”
“Penyebabnya?” tanya Nefa seperti tengah mengintrogasi.
“Aku.” Nadya dan Nefa diam. Keduanya melemparkan pandangan, “Kamu? Kenapa?” tanya Nadya.
“Aku penyebab dia depresi. Sarah hamil.”
***
Nefa menyentuh dagunya. Kemudian menggerakkan pensilnya untuk melukis sesuatu di buku sketsanya.
“Gak. Gak mungkin Sarah mengandung.” Ucapnya sendiri.
Arabella yang sedari tadi mondar mandir melayang akhirnya berhenti, memunculkan kepalanya dari balik lukisan Nefa. Gadis itu melotot karena kaget. Memang sudah biasa jika hantu muncul di mana saja dia inginkan, tapi tetap saja dia kaget.
Arabella dengan tidak etisnya menembus lukisan di buku sketsa itu, hanya memunculkan kepalanya saja.
“Kenapa?” tanya Nefa merasa Arabella tengah menyimpan sesuatu.
“Menurutmu gimana Revan?”
“Ini gimana dari artian apa? Kamu tuh kalau nanya to the point aja, Ra!” pinta Nefa. Arabella terbang untuk duduk di samping Nefa.
Lalu tiba-tiba menunjuk ke arah lantai atas. Nefa mengedipkan matanya berkali-kali mencerna sesuatu yang tengah terjadi. Dari atas atapnya muncul darah yang menetes pelan.
“Eh? Kenapa ini Ra?”
Dia menoleh. Tak ada Arabella di sampingnya. Ruangan berubah gelap saat lampu tiba-tiba padam. Nefa bangkit memeluk lukisannya. Gadis itu menatap sekitarnya yang gelap gulita.
“Bukan Nefa! Bukan!” suara lirih yang tiba-tiba muncul itu membuat Nefa terengah sendiri. Selain karena memang pemasokan udaranya yang menipis.
Brukkk
Nefa menatap sosok yang tiba-tiba muncul di atapnya. Jatuh menggelinding ke kakinya.
Nefa menjerit kaget.
“Bukan Nefa! Bukan!” ucap sesuatu yang berbentuk bola itu. Lalu berbalik, menatap Nefa dari bawah dengan bagian tubuh hanya kepala.
“Apa yang bukan Sarah?” tanya Nefa takut.
tbc
Sorry minggu kemarin gak up😊😊😊
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top