ARTI SEBUAH KELUARGA
Mereka pikir dengan berpisah, masalah selesai. Sedangkan ada pihak yang benar-benar tak menginginkan hal itu terjadi. Apakah itu bisa disebut selesai?
Alana tercengang melihat dua orang berbaju hitam tengah berjalan menuju mobilnya. Tak jauh dari mobilnya Alan memasuki minimarket tempat mereka berhenti sekarang. Berniat untuk membawakan cemilan untuk Nefa selama mereka menginap di kamar gadis itu.
"Sial!" gumam Alana langsung membuka pintu mobil untuk masuk ke minimarket, setidaknya pesuruh ayahnya tidak akan mengacaukan rak-rak barang di dalam sana. Alana langsung menarik lengan Alan yang tengah memilih jenis ice cream kesukaan gadis itu.
"Kenapa sih?" tanyanya sebal melihat Alana celingak celinguk.
"Dua botak sialan kesayangan papa udah nemuin kita. Tadi gue udah hampir ketangkep." Tak lama saat Alana mengatakan itu, bunyi pintu terbuka menandakan pelanggan datang membuat kedua kakak beradik itu beranjak ke rak makanan. Bersembunyi lebih tepatnya.
"Gue udah nyuruh lo matiin hape lama lo kan?"
Alana mengangguk pelan, ragu juga penuh kekhawatiran. Alan memicing menatap gadis itu.
"Lo nyalain lagi?"
Dengan ragu lagi Alana mengangguk pelan. Alan menepuk jidatnya gemas. Dia lalu mengintip dari rak penuh makanan itu, terlihat dua botak dengan jaket kulitnya tengah memandang sekeliling mencari keberadaan mereka berdua.
Alan menarik Alana untuk berjalan pelan menuju tumpukan barang-barang yang tengah disusun karena sedang diskon. Merunduk meski orang-orang tengah menatap heran pada keduanya.
Dua pria itu melangkah ke deretan rak penuh mie instan tak jauh dari persembunyian si kembar. Alan memberikan aba-aba agar Alana berlari menuju rak kosmetik setelah dua botak itu melangkah menuju rak setelahnya.
Dalam hitungan satu sampai tiga, Alan memberikan kode agar Alana berlari ke rak itu. Lalu Alana mendapat tugas untuk mengintip apakah dua pria itu sudah jauh dari rak tempatnya bersembunyi?
Alan yang masih dengan posisi merunduk langsung bangkit, namun perhitungan Alana melesat. Dua pria itu bersitatap dengan Alan yang baru saja berdiri. Alana langsung berteriak lari pada Alan. Si kembar pun langsung tunggang langgang berlari melewati rak tempat Alana bersembunyi tadi menuju pintu keluar.
Memasuki mobil, Alan sempat-sempatnya lupa menaruh kunci mobil.
"Lan cepetan! Pake kambuh lagi pikunnya si kunyuk!" cerca Alana sama paniknya saat melihat dua botak tadi berlari menuju mobilnya.
"Cepetan Alan...." Teriaknya kesal. Alan dengan tangan gemetar memasukkan kunci mobilnya lalu menstater dengan cepat. Alana tanpa dosa menekan pedal gas membuat mobil melesat kencang menabrak tiang listrik.
"Rugi gue!" ucap Alan memutar kemudinya lalu kabur saat dua botak itu sempat menggedor pintu mobilnya.
"Mati muda gue semobil sama lo!"
"Yang ada gue kali Na!" balas Alan melajukan mobilnya menuju apartemen mereka. Dilihatnya dari kaca spion mobil juga tak menunjukkan jika pesuruh ayah mereka tak mengikuti mereka saat ini.
Sesampainya di parkiran apartemen mereka, Alan dan Alana bergegas menuju kamar mereka. Alan berniat menghancurkan ponsel lama Alana yang ternyata gadis itu hidupkan kembali.
"Gue nyuruh lo buang kartunya. Kenapa sih?" tanya Alan kesal sambil melempar kartu provider milik Alana.
"Kan gue juga kangen temen-temen gue di Jakarta." Sahut Alana pelan sambil menunduk, merasa bersalah karena mereka sudah terlacak.
Alan melangkah keluar meninggalkan Alana.
"Mau ketemu setan di sini? Ayo ke kamar Nefa." Ajak Alan santai. Tangan kekarnya mengetuk pintu kamar milik Nefa, tak menunggu lama Nefa membukakan pintu dengan wajah agak khawatir.
"Kenapa?" tanya Alan heran sambil berlalu masuk.
"Akhirnya datang juga." Ucap seseorang yang sudah lama tidak Alan maupun Alana dengar. Kedua kakak beradik itu segera mengalihkan pandangan ke sofa. Ayahnya juga ibu tirinya tengah duduk manis menatap mereka.
"Kapan mereka ke sini?" tanya Alana pada Nefa yang menempelkan punggungnya ke pintu. Hanya jadi penonton atas apa yang akan terjadi setelahnya.
"Setengah jam yang lalu." Cicit Nefa, menunduk.
"Ngapain sih Papa ke sini?" tanya Alana agak kurang ajar.
"Putri Papa yang cantik... tentu saja menjemput kalian." Jawab pria paruh baya yang senantiasa merangkul istri mudanya itu. Alan memandang jengah perempuan muda di samping ayahnya itu. Nefa tiba-tiba menyentuh bahu Alan.
"Duduk dulu." Suruhnya. Alan menghela napas panjang lalu menarik jemari adik perempuannya itu menuju sofa. Duduk tak jauh dari dua tamu tak diharapkan itu. Nefa yang memang tak tahu apa-apa, hanya beinisiatif membuatkan teh serta kopi untuk tamunya.
"Papa gak nyangka kalian bakalan mengambil jalur ini."
"Kenapa sih Pa, kalau emang seneng kita gak ada di rumah gak usah nyari-nyari kita. Toh, istri kesayangan Papa ada kan?" Sahut Alan kesal, apalagi kalau harus melihat wajah menyebalkan istri ayahnya itu.
"Papa kamu pusing nyari kalian berdua. Tapi kalian sepertinya gak ada rasa bersalah ya?"
Alan menghela kesekian kali, sedangkan Alana memutar bola matanya.
"Lo gak usah ikut campur!" seru Alana.
Nefa yang menguping hanya bisa diam, tidak mau ikut campur urusan keluarganya Alan. Setelah meletakkan minuman di depan keempat orang itu, Nefa berlalu menuju balkon menemui Arabella yang tengah duduk manis.
"Mereka lagi ribut ya?"
"Iya, masalah keluarga."
"Kamu kok murung?"
"Aku jadi kangen Ayah sama Bunda." Ucap Nefa melirik Arabella.
Malam itu, Nefa merindu di depan balkonnya bersama Arabella yang terus memandangi gadis itu. Terhelat kaca transparan, empat kepala tengah bersitegang tentang arti sebuah keluarga sebenarnya. Tentang bagaimana perasaan anak yang tak menginginkan adanya pengganti ibu mereka.
"Papa jangan berpikir kalau masalah papa sama mama selesai. Papa lupa sama perasaan kita berdua. Kita juga punya perasaan, pa. Bukan hanya mama dan papa yang terluka, tapi kita juga!"
Tbc
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top