Ch. 24: Boleh, cuma ada syarat!

Wahhh, dah lama nggak update 😃

Diam-diam tanpa mau menganggu si “calon” pasangan kekasih dari Tinder yang lagi asyik pedekate itu, Jiva menyikut lengan Ryan membuat pria itu spontan menoleh.

“Apa?” tanyanya karena tak ada ucapan apa pun sejak lengannya disikut.

Alih-alih membalas pertanyaannya gadis itu malah beralih melirik temannya. Dan seolah menyadari lirikan sang teman, Zia ikut balas menatap Jiva. Tak ada yang bicara karena bibir kedua gadis itu sama-sama terkunci rapat, tapi lucunya mereka sudah saling memahami arti dari tatapan mereka. Sejenis interaksi tak kasat mata yang tak mungkin bisa dipahami oleh para laki-laki. Hanya khusus dua wanita yang sudah lama berteman dan saling mengenal baik, yang akan memahami kode rahasia para wanita. Bahkan mustahil bagi Ryan menebak benar arti dari tatapan mereka.

Ryan mengusap tengkuknya. Roman-romannya dia merasa ada sesuatu yang enggak beres dan itu berhubungan sama dirinya: si tamu tak diundang. Ryan sedikit malu mengakuinya. Kesannya dia terlalu sembrono, enggak sesuai sama identitasnya sebagai artis ibukota. Dia nekat muncul di publik tanpa mempertimbangkan ketenarannya sebagai vokalis band terkenal.

Yeah, mau bagaimana lagi, kalau dia enggak nekat begini mau sampai kapan ada kemajuan buat deketin Jiva. Ketemuan aja sulit boro-boro komunikasi, kontak nomer aja enggak punya! Nasib, nasib pernah disukai malah dibenci. Yang pasti Ryan enggak mau kalah dari si mahasiswa entah siapa itu namanya dia lupa walaupun pemuda itu sekarang lebih unggul darinya.

Tahu-tahu Jiva sudah berdiri dari kursi; Ryan mendongak menatapnya bingung. Tanpa mengatakan apa-apa gadis muda itu langsung menyeret Ryan pergi, meninggalkan pasangan Tinder di meja cafe berduaan.

Ryan menurut tanpa tanya apa-apa. Protes pun bahkan tidak. Romannya kayak anak itik mengekori sang induk, sangat bertentangan dengan badan besar bertatonya. Malu sih, karena kesannya enggak laki banget. Cuma Ryan masa bodoh, telanjur kesemsem semenjak Jiva mengandengnya. Ha! Betapa konyol pria dewasa satu ini yang pikirannya mendadak kayak ABG. Kalau teman sebayanya sampai melihatnya yang mendadak tolol begini, dia pasti jadi bual-bualan di tempat tongkrongan.

Ryan menenangkan dirinya. Enggak butuh waktu lama baginya untuk mengambil alih kendali atas dirinya lagi. Ryan segera bertindak cepat kali ini mengubah situasi di antara mereka. Mengambil alih genggaman tangan Jiva.

Eh?” Jiva mendadak berhenti ketika Ryan mengambil alih genggamannya. Mata gadis itu mengerjap dan ekspresinya terlihat lucu saat sedang bingung. “Siapa yang ngizinin Kak Ryan gandeng tangan gue?!”

“Lo duluan yang gandeng tangan gue.”

“Ya emang,” balasnya tak acuh. “Tapi siapa yang izinin Kak Ryan buat gandeng tangan gue? Lepasin buruan! Ntar banyak orang salah paham.”

“Lah?” Gantian Ryan yang bingung sekarang. Tadi dia yang gandeng tangannya, giliran mau digandeng kok malah minta dilepasin. Maksudnya apa coba?

“Lagian siapa juga yang mau digosipin sama vokalis band,” ucapnya terus menjaga jarak dari Ryan yang semakin bingung sama tingkah laku ajaibnya yang gampang berubah.

Ryan mendesah, mulai dibuat frustasi. Kenapa sih, Jiva enggak bisa kayak cewek biasa. Umumnya modelan kayak cewek-cewek yang pernah Ryan gebetin dulu. Sulit banget buat Ryan menebak isi kepala anak satu ini. Apa perlu Ryan pergi berguru ke Bian tentang materi Kama Jiva Dewari? Ha! Yang ada Ryan bakalan jadi lelucon 7 hari 7 malam Bian, belum lagi harus dipaksa dengerin omelannya yang bakalan enggak habis-habisnya itu.

Alih-alih pinter dapat materi, malah yang ada jadi goblok dengerin orang kesurupan.

“Oi, Kak Ryan! Jangan bengong terus di situ. Ayo, jalan ikutin Jiva!” panggilnya membuyarkan Ryan yang dibuat setengah frustasi olehnya.

Akhirnya mereka lanjut berjalan lagi. Kali ini tanpa drama gandengan tangan. Jiva memimpin di depan; Ryan mengekor di belakang. Mereka jalan seperti dua orang asing yang kebetulan berjalan satu arah di mall. Waktu naik lift bahkan Jiva memilih berdiri paling depan, sedang Ryan terpaksa didorong ke belakang.

Ada suara mulai terdengar sampai ke telinganya saat beberapa orang mulai menyebut nama Ryan. Orang-orang tentu mengenali sosok Ryan karena dia pergi tanpa berusaha untuk merahasiakan identitasnya. Mungkin habis ini ada foto bertebaran di sosial media soal artis ibukota yang kepergok berkeliaran di mall. Mata Ryan terlalu awas dan peka. Saat menyadari ada gerakan sekelompok orang mau minta foto, Ryan segera mempercepat langkahnya. Buru-buru melewati Jiva yang sempat memimpin jalan di depan.

“Ikutin gue, Jiv,” katanya sambil terus melangkah cepat tanpa menoleh belakang, sebelum sekelompok fans mendekat.

Jiva refleks menepuk jidat saat mengetahui alasan Ryan berjalan cepat mendahuluinya. Sekarang pun laki-laki itu sudah beberapa meter jauh di depan. Jiva menggeleng heran. “Gini nih, susahnya jalan sama artis!”

Sementara Ryan langsung mengelus dada lega saat menoleh belakang dan tidak ada orang yang mengikutinya kecuali Jiva. Fyuh! Untung banget! Coba kalau dia enggak bergerak cepat pasti sekarang sudah dikerubungi para fans. Untung pula parkiran mall selalu sepi terutama yang lantai 6.

“Udah enggak diikutin lagi, tuh!” celetuk Jiva setibanya berdiri di depan Ryan.

“Iya.”

Jiva memandangi Ryan, geleng-geleng lagi, terus mencibirnya. “Ya udah, deh. Gue mau balik lagi. Kak Ryan mendingan balik ke rumah.”

“Hah?” Ryan melotot tak percaya. “Lo gak salah nyuruh gue balik sekarang?”

“Enggak. Kan emang hari ini nggak ada jadwal ketemuan sama Kak Ryan,” jawabnya dengan wajah polos.

Oh. Kalau sama gue harus terjadwal dulu, sama si mahasiswa itu gak perlu terjadwal gitu?”

“Siapa tuh ‘si mahasiswa’?”

Entah Jiva memang enggak tahu beneran atau hanya pura-pura enggak tahu cuma buat menjahilinya, yang pasti Ryan sudah mendengus kesal setelah mendengar balasannya.

Sementara Jiva yang baru paham sempat beroh ria sebelum berdecak. “Namanya Mas Awan. Pernah kenalan juga masa udah lupa? Cih. Dasar penyakit orang tua!” Jiva melipatkan tangan di dada. Mata cokelatnya menatap lurus ke Ryan. “Bilang aja Kak Ryan cemburu sama Mas Awan, enggak usah malu-malu. Lebih baik ngomong to the point daripada ngajakin main teka-teki karena gue gak sejago itu!”

“Sekarang lo ngerti kan, tapi mancing mulu.”

“Dih. Siapa yang lagi mancing? Ini mall mana bisa dipakai mancing!”

Ryan mendelik kesal. Entahlah dia malah pusing meladeni omongan Jiva. Padahal, niatnya kemari emang mau ketemu nih cewek karena terakhir ketemu waktu Ryan sama bandnya ada jadwal manggung di kampus Jiva. Berarti hampir 3 bulan mereka enggak pernah ketemu lagi. Andai saat itu dia enggak kebetulan online gim bareng Bian, kemungkinan besar Ryan enggak bakalan pernah tahu kalau Jiva pulang.

Eh … ini beneran Kak Ryan cemburu sama Mas Awan?” Jiva tertegun seketika. Mengira sebelumnya sebagai candaan belaka, tahunya ternyata sepertinya bukan. Dia malah merasa aneh alih-alih penasaran. “Kok bisa? Padahal Mas Awan gak ngapain-ngapain juga. Nggak ngajak Kak Ryan berantem, tuh.”

“Berantem enggak, saingan iya!”

“Hahaha. Keren juga ya gue, direbutin dua cowok. Haha.” Tanpa merasa punya beban Jiva malah terbahak-bahak. Seolah reaksi Ryan hanyalah lelucon baginya. Enggak ngerti apa kalau Ryan Balakosa lagi merasa tersaingi sama Lawana Mahasura yang dianggap lebih unggul darinya hanya karena dia lebih sering ketemu Jiva di kampus.

Ya ampun! Ryan sudah merasa tertekan selama 3 bulan ini semenjak Jiva mengetahui perasaannya. Berbagai siasat cara mendekati Jiva terus dia pikiran. Sampai-sampai dia sering kepikiran Jiva sama Awan yang makin lengket karena sering ketemu. Sebaliknya Jiva malah sedang berada di atas langit karena merasa bangga pada dirinya direbutin sama dua cowok.

“Jiv.”

“Ya, ya?” sahutnya.

Tatapan Ryan berubah serius. “Lo serius nanggapin perasaan gue gak, sih? Karena gue ngerasa lo suka bercanda tiap sama gue.”

Bibirnya terbuka ingin mengatakan sesuatu, tapi urung terucapkan. Jiva kembali berpikir sambil mengamati Ryan lamat-lamat. Apa memang terlihat begitu? Jiva merenung cukup lama. Sebetulnya dia enggak tertarik buat membandingkan kedua laki-laki tersebut, antara Ryan dan Awan, karena menganggap keduanya samarata, enggak ada bedanya. Maka saat Ryan menanyakan tentang itu, Jiva mau tak mau harus membandingkan mereka. Memang sudah semestinya dia harus mulai memikirkan kedua laki-laki itu matang-matang.

Setelah lama berpikir, akhirnya Jiva cuma mengangkat bahu. Ternyata jawabannya tak semudah yang dipikirkannya.

“Lo masih benci gue karena masalah Enzy?”

Dulu alasan Jiva membenci Ryan memang karena masalahnya bersama Enzy, lalu ditambah dengan munculnya berita miring tentang laki-laki itu bersama beberapa cewek yang membuat kebenciannya makin bertambah. Dari menyukai jadi pembenci. Jiva mengenang kembali masa-masa itu, masa sebelum dia membenci Ryan.

“Kalau gue masih benci Kak Ryan, gak mungkin sekarang ada di sini nemenin Kak Ryan.” Gadis itu meringis kecil. “Cuma ya … hm … boleh gak jawabannya Jiva simpan dulu?”

“Kenapa?”

Jiva cuma diam, menatapnya bingung. Karena jawabannya tak sesederhana itu makanya dia belum bisa menjawab. Untungnya Ryan cepat mengerti alasannya belum bisa memberinya jawaban sekarang.

“Boleh. Cuma ada syaratnya,” katanya membuat gadis itu mengerjap penasaran.

“Pakai syarat segala?”

Ryan bersedekap, menatap Jiva lurus dengan wajah serius. “Berapa hari lo di rumah?”

“Satu minggu.”

Oke. Kecuali hari ini, sisa hari berikutnya lo harus kencan sama gue tanpa boleh chattingan sama si siapa namanya itulah pokoknya.” Ryan menambahi lagi, tak membiarkan Jiva menyela. “Gue mau lo serius. Kalau lo cuma mau main-main lo bisa nyuruh gue berhenti dari sekarang. Dan gue harap lo mulai pikirin siapa di antara kami yang lebih lo sukai.”

Jiva menutup kembali mulutnya. Tak ada kata-kata yang ingin diucapkan, semua tertelan kembali tanpa dapat tersampaikan. Sebab tadi dia berencana menimpali ucapan Ryan dengan sebuah lelucon. Namun, setelah mendengar pernyataannya pikiran gadis itu berubah.

Iya, ya, dia harus berhenti dan mulai memikirkan situasi sebenarnya. Jangan terlalu mengentengkan masalah. Jiva meringis malu pada diri sendiri yang secara tak sadar telah bersikap egois dan terlalu kekanak-kanakkan.

“Sebelum itu kasih gue kontak lo,” ujar Ryan yang sudah frustasi karena belum punya nomer Jiva. Selain akun sosmed yang pernah diblok beberapa kali.

“Kirain Kak Ryan udah minta sama Bang Tata.”

Ryan menggeleng. “Yang ada gue diolok-olok sama abang lo. Sini mana nomernya.”

Lalu Jiva menyebutkan ke-12 digit nomer teleponnya sambil memperhatikan jari-jari Ryan mengetikkan nomernya di ponsel. Kemudian gadis itu tersentak dan matanya melebar menatap Ryan tak percaya setelah membaca nama yang tertulis sebagai nama kontaknya.

“Dih! Kayak gak ada nama lain deh,” komentarnya. Sempakbatman merupakan nama yang tertulis sebagai kontak namanya. Jiva mencibirnya. Dalam hati dia pun mendendam akan menyimpan kontak Ryan sama persis seperti nama username-nya. Sempaksuperman.

Ryan menarik pandangan dari ponsel ke Jiva. “Makanya jadi cewek gue biar kontak nama lo gue ubah romantis.”

Walau kaget atas pernyataan blak-blakan Ryan, Jiva hanya mendengus menanggapinya. Sementara Ryan tersenyum geli saat melihat reaksinya. Terpikirkan dirinya agar lebih sering lagi buka-bukaan soal perasaannya, selain karena ingin menggoda Jiva, dia mulai sadar kalau Jiva lebih suka cowok yang to the point daripada misteri.

“Kalau gak ada apa-apa lagi gue mau balik ke mall. Masa Ruri udah nyampai, gue malah ngilang. Lagian ini jadwal gue meet up sama bestie.” Jiva sudah mau balik badan, tapi urung karena dia balik lagi menghadap Ryan. “Lain kali Kak Ryan jangan muncul tiba-tiba kayak jalangkung. Udah punya kontak Jiva berarti bisa chat duluan. Awas, lho!”

Mendengar ancamannya membuat Ryan tersenyum geli. “Oh, ya, Jiv!” panggilnya mencegah kepergian gadis itu sebentar. Ryan  melangkah mendekat. Saat posisi mereka cukup dekat dan saling berhadap-hadapan, keduanya saling bertukar pandang.

Ryan menatap sejenak Jiva kemudian tangannya terulur ke depan, menjangkau kepala gadis itu. “Have fun, ya!” katanya sambil mengacak gemas kepalanya.

Jiva tertegun 5 detik sebelum berteriak marah, “ARGHHH, RAMBUT GUE!?!!”

akhirnya aku update lagi—hohoho—nanti aku usahakan seminggu sekali/dua kali buat update. udah mau memasuki phase 3, soon ending 🤡 hohoho

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top