Ch. 07: The Reason Why ....
Jiva menghela napas lega semenjak Bian menjawab semua pertanyaannya dengan sabar. Akhirnya perasaannya mulai plong. Semua kekepoan Jiva terkait hubungan Ryan dan Enzi terjawab sudah. Semalam dia enggak bisa tidur nyenyak gara-gara terus kepikiran updatean story user sempaksuperman.
Dari awal dia sudah curiga cowok ganteng bentukan kayak Ryan Balakosa pasti punya cewek, mustahil orang kayak dia stay single. Mustahil juga Ryan enggak punya gebetan kalau orang yang naksir dia pasti bukan cuma Jiva seorang. Walau telah curiga dari awal, tapi kecurigaan itu seringkali tertutupi oleh rasa kagumnya pada Ryan yang setiap waktu terus tumbuh. Dan seringkali menyebabkan dirinya berandai-andai menjadi kekasih dari laki-laki yang ditaksirnya itu. Jiva suka bermimpi dan mimpinya itu kadang terlalu tinggi.
Kemarin setelah mengetahui kebenaran itu dia langsung terpeleset jatuh dari angan yang telah dia ciptakan tinggi-tinggi itu. Dia jatuh kembali ke dasar, ke tempat seharusnya dia berada dari awal. Tempat bernama “jangan pernah bermimpi”. Dia terlalu membangun mimpi itu sampai lupa bahwa di kehidupan ini realita tak seindah ekspektasi. Jujur, dia mengalami gejala bernama patah hati. Rasanya cukup sakit di awal. Jiva lebih kecewa pada dirinya sendiri karena terlalu bermimpi, lupa sendiri pada kecurigaannya. Beruntungnya dia cukup tahu diri untuk tak menangisi sesuatu yang dari awal dia tahu kalau dia tak mungkin bisa memiliki laki-laki tersebut.
Lagian aneh untuk cemburu pada seseorang yang berada di level berbeda dari dirinya ini. Jiva menyadari betapa lebar jarak perbedaan di antara mereka. Antara dia dan Kak Enzy. Salah satunya, dia masih anak sekolah atau Bian sering menyebutnya bocah ingusan, sedang Kak Enzy perempuan dewasa yang tak layak dibandingkan dengan bocah ingusan seperti Jiva.
Disamping itu, first impersion Jiva ke Enzy dari awal sampai sekarang tetap bernilai A. Alias di matanya Enzy itu cewek cakep super baik. Makanya dia susah buat cemburu. Lebih tepatnya dibilang kalau dia kepo sama hubungan mereka. Untuk mengatasi kekepoannya, Jiva langsung bertanya-tanya ke Bian yang dia curigai tahu semuanya.
Leganya Bian menjawab semua pertanyaan Jiva yang berhubungan sama hubungan Ryan dan Enzy. Ternyata mereka jadi pasangan kekasih sejak masih pakai seragam putih abu-abu. Mereka bukan teman satu sekolah, melainkan gedung sekolahnya tetanggaan. Dulu Ryan anak SMA; Enzy anak SMK. Gedung sekolah mereka hanya berjarak beberapa meter belaka. Mereka mulai pacaran sejak kelas 2, sering mengalami putus nyambung waktu sekolah dulu, lalu ambil kuliah di tempat sama dan hubungan itu tetap lanjut. Dan terakhir Bian cerita kalau mereka pernah sekali di semester empat mengalami putus nyambung lagi.
Selesai mendengar cerita dari kakaknya ini, tahu-tahu Jiva meninju lengan Bian. Membuat laki-laki itu tersentak bingung.
“Ngambeknya jangan sama Bang Tata, lah!” tegurnya merasa disalahi karena orang disuka ternyata punya pacar.
Jiva memukul lagi lengan Bian. Bibirnya manyun, cemberut. Mata cokelatnya menatap sebal Bian. “Salah Bang Tata juga yang gak cerita apa-apa.”
“Kok gitu?”
“Iyalah. Kalau Bang Tata cerita dari awal pasti aku udah berhenti suka Kak Ian.”
Bian sempat memutar bola mata. “Sekarang udah tahu, kan? Berarti udah bisa unlike, dong?”
“Telat!” Saat kepalan tangan itu hendak meninju lengannya lagi, Bian segera meloncat berdiri. Menjauh dari Jiva yang kini berupaya menendangnya, sementara dia berhasil menghindar lagi.
“Lagian nih, Dek, lo masih minor. Gak baik pacaran sama adult. Mending sama Mada aja tuh, yang seusia.”
“Amit-amit. Hueeek ...!” Jiva langsung pura-pura muntah. Ketemu Mada saja bawaanya pengen gelut, lah ini malah disuruh pacaran. Ide Bian rada enggak waras.
“Mada ganteng. Lebih ganteng dari Ryan malah.”
“Ya udah. Pacarin Bang Tata aja kalau menurut Abang dia ganteng.”
Tapi omongan Bian tidak ada yang salah. Mada memang ganteng dan benar lebih ganteng dari Ryan. Sayangnya, Jiva enggak pernah naksir sama cowok rese itu.
Jiva melipatkan tangan di dada. “Daripada si Mada mending Bang Ajun. Lebih ganteng malahan!”
Refleks Bian meledeknya. “Blah! Minus mata lo, ya. Ajun ganteng? Dari Hongkong?!”
“Bang Ajun ganteng, baik, pinter, takjir, keren ... pokoknya gak kayak Bang Tata madesu. Masa depan suram!”
“Lo adik gue bukan, sih?!”
“Enggak!” serunya, berdiri sambil balas menantang Bian. “Bang Ajun lebih keren, ganteng, baik, pin—hmpthhhh ...!”
Bian yang kesel dibanding-bandingkan sama Arjuna, anak tetangga saudara laki-lakinya Mada, langsung membekap mulut cerewet Jiva. Hubungan Jiva dan Mada sebenarnya hampir sama kayak Bian dan Arjuna. Cuma bedanya mereka enggak akurnya sejak TK, sedang Bian dan Arjuna pernah temanan akrab sampai SMP, sebelum mereka saling unfriend cuma gara-gara pilihan sekolah mereka beda. Tambah lagi, Bian pernah marah ke Arjuna yang menurutnya sengaja merusak keyboardnya gara-gara dia kalah main gim. Bian yang paling sensitif soal pc dan antek-anteknya langsung mengusir Arjuna dan melarangnya main ke rumahnya lagi. Dan semenjak itu mereka tidak pernah lagi main bareng.
Faktanya, Jiva-lah yang merusak keyboard Bian dulu. Jiva yang masih kecil waktu itu sampai mengigil ketakutan, takut abangnya yang tahu barangnya dirusak marah ke dia. Arjuna yang merasa kasihan langsung menyuruh dia lari sembunyi ke kamar.
“Arghhh ...!” teriak Bian setelah tangannya digigit sama Jiva tanpa ampun. “Sakit goblok!”
“AYAAAH .... ABANG NGATAIN JIVA GOBLOK!” Jiva bergegas kabur dari kamar Bian sambil teriak-teriak mengadu ke ayah mereka. Dan Bian yang dengar itu langsung menyusulnya berlari, menyumpahi Jiva, sambil berupaya mencegahnya kabur.
Perkara Ryan yang pacaran, malah berakhir Bian yang kena masalah.
• knock knock your heart •
Walau sekarang sudah tahu Ryan punya pacar, Jiva tetap suka kok. Sukanya sekarang lebih ngefans saja sih, enggak pakai mimpi-mimpi segala lagi. Jiva kapok jatuh dari ekspektasinya sendiri. Dan misi untuk mempromosikan band mereka tetap lanjut sejak kemarin.
M
isi pasang iklan online pakai rekaman live The Bastard selesai. Misi sebar rekaman live di base juga lancar jaya walau ujung-ujungnya dia kena semprot dan diblock sama beberapa base. Agak miris soalnya Jiva kena cacian maki di kolom reply gara-gara tindakannya itu. Kendati demikian, dia tetap gencar mempromosikan The Bastard secara online.
Kebetulan juga di salah satu kota dia tinggal lagi ada acara musik. Pihak promotor sempat buka audisi untuk band-band lokal ikut tampil. The Bastard tak lupa mendaftarkan group band mereka ke acara tersebut, dan lolos sampai mereka terpilih jadi salah satu band lokal yang akan tampil pada sore acara nanti. Lumayan untuk mempromosikan band rintisan.
“Abang kan, sudah bilang jangan jauh-jauh dari Bang Tata!” omel Bian ketika Jiva berhasil dia temukan lagi setelah sempat hilang di tengah-tengah kerumunan.
“Salah lo juga, Ta. Sibuk main hape,” ujar Evan yang langsung dapat anggukan setuju dari Jiva.
Danang pun ikutan mengangguk sependapat. “Sini, Jiv. Gandengan sama Bang Danang aja daripada sama abang lo yang lebih ngurus hape daripada adiknya sendiri. Cih. Abang apaan lo, Ta!”
“Tau nih, Bang Tata. Gak profesional banget jadi abang,” koor Jiva sambil menjulurkan lidah ke Bian yang sekarang mendelik kesal. “Tapi daripada digandeng Bang Danang, mending digandeng Kak Ian. Hehe.”
“Broh, gue ditolak adik lo. Hahaha.” Danang tertawa kemudian. Evan dengan wajah iba menepuk-nepuk pundaknya. Kasihan tawarannya barusan ditolak langsung sama anak SMA.
“Gak usah milih-milih. Sini cepetan. Keburu ilang lagi nanti.” Bian mengulurkan tangan yang masih belum mau diterima Jiva. Gadis itu justru pura-pura tak melihat. Membuat saudaranya mengutuk dan menyesal telah mengajaknya kemari.
“Oi, Ryan!” panggil Danang setibanya laki-laki itu ke tempat mereka. The Bastard selesai tampil di panggung beberapa jam lalu, makanya kini mereka bebas berkeliaran di tengah kerumunan para penonton untuk menyaksikan penampilan band-band selanjutnya, termasuk sang bintang tamu utama.
Danang kemudian menyeret Ryan yang baru balik menemui kelompoknya lagi setelah mengantarkan Enzy pulang berhubung rumah Enzy cukup dekat dari tempat acara. Kekasihnya itu tak bisa ikut tinggal lama-lama karena ada pekerjaan yang tak bisa dia tinggalkan. Enzy punya kerja sampingan sebagai guru private anak SMP dan SMA. Jiva waktu tahu itu hampir mau menyewa jasa Enzy sebagai guru private, tapi Bian malah mengolok-oloknya.
“Nih, adiknya si Tata maunya digandeng sama lo, Yan. Sama Tata gak mau.”
“Yang waras lo, Nang!” tegur Bian cepat-cepet berjalan menuju tempat Jiva. Berdiri dengan posisi menghalangi pandangan ketiga temannya itu dari adiknya.
Jiva mendengus atas sikap menganggu Bian. Tapi juga tak bisa melarangnya berbuat demikian.
“Mending lo bertiga jauh-jauh ratusan meter dari gue, deh.”
“Posesif amat, Ta!” seru Evan, menggeleng heran.
“Gak usah terlalu posesif sama adik lo, Ta. Kasihan dia ntar gak ada cowok yang deketin,” kata Ryan.
“Abang itu dengerin!” Jiva menoel pinggang Bian yang hanya diabaikan oleh saudaranya.
“Kayak gue nih, gak pernah posesif sama adik gue.”
“Adik lo masih bayi. Bangsat!” ujar Evan. Bawaannya pengen nampol kepala Danang yang sekarang nyengir lebar itu.
Bian segera membela diri. “Justru semua cowok yang mau deketin adik gue, harus izin dulu. Gue abangnya. Dan ini hukumya wajib!”
Jiva memutar bola mata sambil mendengus dan menganggap omongan Bian cuma gertakan doang.
“Berarti gue izin sekarang boleh, dong?” kelakar Danang langsung dapat toyoran dari Evan, Ryan, dan Bian hampir bersamaan. Melihat itu Jiva jadi tertawa, apalagi setelah Danang teriak dengan wajah memelas. “Salah gue apa, Nyet?!”
Tinggal 3 chapter lagi, phase 1 bye bye ✨ soon ketemu Lawana Mahasura (asli aku naksir sendiri sama nama bikinanku ini wkwk)
Tahukah kalian kalau di the pilot, sama sekali gak disebutkan Bian ada di group The Bastard 😶🌫️
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top