Sedikit Saja, Miyuki!
"Bolehkah aku bersembunyi di balik alibi? Atau, di dalam kebodohanmu sendiri? Bolehkah aku membunuhmu?"
_________________
Sedikit Saja, Miyuki!
Sesampainya di ruang konseling sekolah, aku mengernyit heran. Ruangan itu tampak kosong dan pintunya pun terkunci. Tidak ada tanda-tanda guru konseling dan murid-murid berkeliaran di sana. Sepi. Mataku mulai melirik kesana kemari mencari cctv, dan anehnya tidak terpasang di sekitaran lorong menuju ruang konseling. Namun kupastikan, si berengsek itu tidak sampai menemui konseling hanya untuk--
"Cari siapa?"
Aku terdiam kemudian tersenyum senang mendengar suara seseorang yang kini tengah memutar cutter milikku di balik pantulan jendela ruang konseling di depanku. Aku menunduk lantas berbalik menghadap Matsuyama Kento.
Aku tersenyum, menatapnya sayu.
"Lo berbahaya."
"Maksudnya?"
"Ya, lo berbahaya." Matsuyama Kento menatapku tajam, berjalan mendekat. "Buat apa lo bawa cutter kalau bukan buat celakain orang. Sampai lo simpen di saku hoddie lo sendiri."
Aku mengernyit, "Justru itu. Itu bukan cutter punya aku. Aku mau kasih ke yang punya."
"Enggak usah berkelit. Sekarang gue mau lurusin dulu apa maksud dan tujuan lo bawa cutter sampai ke kantin."
Aku memutar mata jengah, "Aneh. Bener-bener aneh. Padahal gue baru di sekolah ini. Dan bener aja, gue udah dijebak habis-abisan sama Fujiwara Kanna. Emang gak bakal ada yang percaya sama gue."
Mendengar gerutuanku sontak Matsuyama mulai menautkan alis, berusaha mencerna apa yang dia dengar.
Aku menatap matanya tajam, "Justru itu gue mau balikin cutter punya dia yang sengaja dia simpen di saku hoddie gue waktu di kantin. Awalnya gue mau labrak dia dan balikin cutternya. Tapi, lo malah memperburuk semuanya. Seakan-akan gue yang salah."
"Jangan bohong. Gue liat di kantin Fujiwara baik sama lo. Kenapa juga dia--"
"Buat apa gue bohong, Kak Matsuyama. Gue baru disini. Buat apa gue bawa-bawa cutter segala ke kantin, buat apa gue cari gara-gara padahal baru masuk sekolah tahun pertama? Buat apa? Gue juga mikir dua kali tiga kali ke depannya."
Matsuyama Kento terdiam. Kembali berpikir.
Aku berdecak kesal, "Segitunya ya kekuasaan ketua osis buat jatuhin murid lain. Padahal gue gak pernah nabrak dia, tapi dia yang fitnah gue. Gak ngerti gue, kenapa juga gue sekolah di sini. Tau dibully, difitnah, dirugikan seperti ini gue gak mau."
Matsuyama Kento menggeleng, "Gue deket sama dia udah dua tahun. Dan gue pastikan dia gak mungkin ngelakuin hal buruk sama orang. Buktinya sekolah mempercayakan dia jadi ketua osis."
"Susah juga ya," aku tertawa hambar, susah juga memangsa manusia sok pintar ini. "Tahu gini gue lebih milih lapor ke paman gue aja. Biar Fujiwara Kanna dipecat dari jabatannya."
"Maksud lo? Paman lo? Bodo amat. Yang jelas, kalau apa yang lo omongin ini kebohongan berarti lo udah rusak nama seseorang. Lo udah melakukan pencemaran nama baik dan lo udah fitnah orang sembarangan. Dan terlebih, orang itu Fujiwara Kanna."
"Gue heran sama orang-orang di sekolah ini. Mau-maunya punya ketua osis kayak Fujiwara Kanna. Dan terlebih punya sampah sekolah, eh, idola sekolah kayak lo." Aku menggeleng tidak mengerti, "Konyol. Mereka juga gak tahu siapa keponakan direktur sekolahnya sendiri. Yang mereka bully, dan mereka jebak seenaknya. Aduh, gak ngerti lagi."
"Sebentar, direktur sekolah?"
Aku menatapnya tajam, melangkah mendekat hingga jarak kami hanya satu langkah. "Mau-maunya paman gue ngatur sekolah dengan isinya murid-murid bobrok semua. Kalau gue laporin dua orang viral ini boleh gak ya?"
"Siapa nama lo?"
"Minami Akira. Keponakannya Takeuci Akira. Direktur sekolah ini."
Matsuyama mulai kelabakan. Dia menatapku semakin tidak percaya. Matanya menatapku seperti ingin membunuhku. Sebentar, sepertinya dia mulai memakan umpanku.
"Gue gak bakal termakan omongan palsu lo. Nama lo bukan Minami Akira. Gue gak sebodoh itu."
"Ya ampun," aku menepuk kepala gemas, berbisik kesal, "Ngapain juga gue kenalan sama orang bobrok kayak dia."
"Gue bakal laporin lo ke direktur kalo udah pura-pura jadi keponakannya, dan udah fitnah Fujiwara Kanna."
"Terserah." Aku berdecak kesal, "gak penting juga buat lo percaya. Buang-buang waktu. Udah lah, kasih aja cutternya sama lo. Gue udah males."
Saat aku hendak pergi meninggalkannya dengan raut malas tiba-tiba satu lengan menahanku pergi.
"Okey. Gue percaya Fujiwara yang jebak lo."
Sudut bibirku tertarik ke atas, menoleh ke arahnya. "Telat. Gue bakal lapor ke direktur kalau Matsuyama Kento melakukan pemerasan terhadap apa yang dilakukan Fujiwara Kanna pada Minami Akira."
Dengan sekali hentakan tanganku lepas dari cekalannya. Aku melangkahkan kaki berusaha memancingnya dan benar saja dia menarikku agar berhadapan dengannya. Si berengsek ini, dia sudah menyentuhku sembarangan!
"Lo mau cutter nya gak?"
"Kenapa? Lo takut gue laporin?"
Matsuyama menatapku datar, "Semua orang juga tahu sifat Fujiwara Kanna. Gue cuma pengen tahu aja kebenarannya. Dia yang jebak lo atau lo yang emang bahaya. Gue kadang juga kasian sama korban-korbannya. Gue minta maaf."
Dia memberikan cutter berharga punyaku. Aku menerimanya dan memastikan cutterku tidak sampai hilang lagi.
"Gue maafin lo. Tapi cuma dimulut, gak meluas sampai ke hati." Aku tersenyum, sementara dia mulai melangkah mundur menjauh, "Kalo lo masih gak percaya gak apa-apa. Nanti juga lo tahu sendiri."
"Gue percaya lo Minami Akira. Dan lo gak mungkin bawa cutter kemana-mana."
Aku memiringkan kepala, berkata lantang. "Ya. Makasih udah percaya sama gue, Kak Matsuyama. Gue jamin dua puluh persen peluang lo lebih kecil buat gue lapor ke direktur karena lo udah--"
"MINAMI!"
Tak sampai aku melanjutkan ancamanku tubuhku mendadak didorong menimpa tembok. Si berengsek ini malah melakukan kabedon, menyudutkanku seperti ini dengan sebelah tangannya.
"Minami lo dimana, sih!"
Suara Miyuki mencariku. Aku mendesis, rupaya dia masih belum pulang. Aku mengerti, mungkin Matsuyama takut jika tahu dirinya telah berbuat salah dan diketahui Miyuki. Tapi kenapa harus kabedon. Sialan.
"Jangan bergerak. Pura-pura aja gak ada lo di sini."
Matsuyama berbisik tepat di depan wajahku. Aku berdecak, mengeluarkan cutter yang kusimpan di saku rokku. Tidak lupa ku arahkan ke bawah. Tepat di depan celananya.
"Sekali lagi lo sentuh gue. Gue pastiin lo gak punya masa depan."
Matsuyama mengindahkan bisikkanku. Posisiku kini membelakangi Miyuki tepat di balik tembok pembatas ruangan. Kulihat matanya masih memperhatikan Miyuki yang kini mulai melihat aktivitas kami. Aku yakin Miyuki penasaran dan pasti menghampiri kami, dia pasti mengira bahwa bukan aku yang sedang berada di balik tembok melainkan gebetannya Fujiwara sialan Kanna.
"Ayolah, masa depan lo terancam, berengsek! Lo udah meres gue! Lo udah lecehin gue! Miyuki pasti nolong gue!" Aku berteriak lantang, dan kudengar langkah Miyuki semakin dekat. Tapi--
Tanpa diduga Matsuyama malah mendekatkan wajahnya dan sebuah benda kenyal mendarat di bibirku. Si berengsek sialan menciumku!
Kudorong tubuhnya menjauh sekuat tenaga dan kuacungkan cutter ku ke arah lehernya. Sontak Matsuyama terkejut dan mengangkat kedua tangan menyerah. Dia mulai panik.
Tidak bisa dibiarkan! Masa bodoh Miyuki melihatku mengancam Matsuyama Kento seperti ini.
Aku menatap nanar Matsuyama, "Sekali lagi lo sentuh gue, gak ada toleransi lagi. Gue bunuh lo--!"
"MINAMI!"
Miyuki berlari memperingatiku namun aku tak bisa menahan rasa ini. Rasa ingin melihat korbanku kesakitan. Rasa yang terus berdebar-debar. Tak kubiarkan Matsuyama melarikan diri dariku.
Aku mendorongnya sampai dia terjatuh dan kududuki perutnya. Tak lupa cutter yang kupegang saat ini sudah bertengger manis di dekat urat nadi lehernya.
"Minami! Ya Tuhan, gue tahu akhirnya lo pasti kayak gini!"
Sebelum Miyuki menarikku melepaskan Matsuyama kuarahkan cutterku di leherku. Sontak Miyuki semakin terkejut dan diam.
Miyuki menatapku memohon, "Gue mohon. Jangan nyakitin diri sendiri ataupun orang lain! Lo temen gue! Gue gak bisa biarin lo kayak gini, Minami!"
Aku tersenyum melirik ke arah Matsuyama di bawahku. Dia berusaha menahan rasa takut dan memberontak dengan sekuat tenaga. Terlihat dari beberapa butir keringat mulai jatuh di keningnya. Si berengsek ini!
Aku tertawa pelan, kembali mengarahkan mata pisau cutterku ke arah lehernya. "Sedikit aja. Boleh kan?"
"Gue mohon, Minami. Gue akan ngelakuin apa yang lo mau kalau lo lepasin gue."
Aku memiringkan kepala, berdecih, "Janji? Sumpah?"
"Gue janji Minami. Sumpah. Gue mohon lepasin gue."
Aku tersenyum puas. "Kalau gitu, boleh gue liat lo berdarah? Sedikit.. aja."
Ketika aku menekan ujung pisau cutter ke lehernya tubuhku tiba-tiba terangkat dan terbanting ke lantai. Tidak, tidak, tidak! Aku harus melihatnya berdarah, sedikit saja!
"Minami!"
Miyuki meraihku, menahanku yang hendak meraih cutter yang terlempar tidak jauh dari tubuhku.
"Sedikit saja Miyuki! Jangan halangin gue!"
Mangsaku mulai berdiri, dan berjalan mendekat ke arahku. Matsuyama menatapku tajam. Masa bodoh, kemarilah aku akan membuatmu tidur lebih nyenyak setelah ini.
"Sedikit aja Miyuki! Gue penasaran rasanya kayak gimana--"
"Minami gue mohon! Lo gak boleh nyelakain orang!"
Aku tak sabar. Aku terus-menerus memberontak ingin menerkam mangsaku di depanku saat ini. Kulihat dia mengangkat sebelah tangannya ke atas dan kurasakan benturan keras menimpa antara leher dan bahuku. Tiba-tiba semuanya gelap.
-----------
What the hell--setelah ini apa yaa? Minami bakal digimanain ya? Hayoo tebaks!
Alurnya lambat ya? Maapin hehe..
Vote komen?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top