Hoddie Merah
"Betapa bodohnya manusia. Aku hanya bisa melihatnya. Menertawakan dalam hati. Menangis tersedu memuntahkan kebohongan."
------
Hoddie Merah
Pukul delapan. Ya, ini hari pertama sekolah. Seperti di film-film, telenovela, drama roman picisan, kehidupanku dimulai saat beraktivitas sebelum berangkat sekolah. Hidup di rumah mewah, dan mengendarai mobil mewah. Sayangnya tidak. Hidupku tidak sebasi itu. Ayah dan Ibu akan selalu memberiku sarapan seperti cacian, makian, dan berakhir dengan piring pecah. Aku tidak peduli, entah apa yang mereka ributkan. Mungkin soal uang? Jalang? Atau, moral? Aku tidak peduli. Mereka akan berbaikan saat pulang kerja, dan ribut setiap berangkat kerja. Sarapan yang sangat bernutrisi bagi otak dan pikiranku.
"Kamu berangkat sendiri, bisa? Udah gede masa dianterin. Ya udah, sekarang jangan pernah minta duit lagi sama manusia ini, okey! Dia gak bakal ngasih kehidupan yang baik buat kamu!"
Wanita itu menatapku tajam, lantas melirik sengit pria di sampingku.
"Tidak, kau jangan pernah meracuni pikiran anakku! Dasar wanita picik! Aku sudah muak denganmu!"
Kini pria di sampingku ikut menatapku tajam. Aku memutar mata dalam tundukan. Menghabiskan sarapanku yang penuh warna ini. Tidak bisakah mereka berhenti bicara? Aku hampir saja melayangkan sesuatu pada kedua mulut mereka. Pisau di tanganku misalnya.
"Cukup." Aku bersuara, membuat mereka mematung menatapku. "Aku selesai. Aku pergi sendiri. Kalian lanjutkan."
Aku pergi, meraih jaket hoddie merah lantas memakainya sambil berlari menuju pintu rumah dengan berbagai teriakan dan panggilan dari kedua orangtuaku. Ya, orangtua. Aku hampir tidak mengenal mereka selama sepuluh tahun ini. Tidak usah dipikirkan, aku sungguh tidak peduli.
Menaiki angkutan umum, berjalan dengan bermodalkan tanya. Dan sampailah aku di sekolah tujuanku. Banyak yang memakai seragam yang sama sepertiku. Ya, aku berjalan mengikuti mereka dan kurasakan seseorang menabrak bahuku dari belakang. Ekor mataku melihat seorang siswa perempuan berambut ikal dengan mata bulat yang sempurna. Kau tahu definisi cantik menurut lelaki, kan?
"Aduh, lo bisa liat gak? Aduh, bahu gue."
Ia mengaduh menatapku culas. Aku balas menatapnya sayu, hendak meminta maaf. Dan yang membuatku risi, semua orang di sekitarku hampir menatapku tidak suka. Hanya dengan kejadian gadis jalang ini merengek mengaduh padahal dia menabrakku terlebih dulu. Fuck off.
Aku menunduk, "Saya minta maaf--"
"Dasar gak tahu diri!" Setengah membentak gadis itu berlalu meninggalkanku dengan ekspresi kesal. Semua orang refleks ikut menatapku sebal. Aku tersenyum sumir. Ya, sekarang aku bertanya? Apa salahku pada si jalang itu?
"Hei! Jangan ngelamun!"
Aku tersentak, menoleh mendapati seseorang yang barusaja menepuk pundakku. Ternyata gadis lain yang memiliki bet kelas yang sama denganku. Aku menatapnya sayu, tersenyum.
"Lo kayaknya kurang sehat. Lo baru, kan? Kelas lo sama kayak gue. Bentar, lo siapa? Gue jarang liat lo di kelas darring. Kita cari kelas bareng, yuk!"
Aku mengangguk, tanpa banyak bicara mengikutinya berjalan dengan isi kepala masih memikirkan siapa nama jalang yang tadi itu. Target sudah ditemukan.
"Hei, nama lo siapa? Sorry gue lupa wajah lo. Soalnya lewat virtual suka ngeblur gitu. Gue Nakamura Yui."
Gadis berambut cepol itu menjulurkan tangan, lantas aku balas menjabat dengan lemas.
"Gue Minami Akira."
"Lo.. orang blasteran? Maksudnya, bukan Jepang asli?"
Aku malas menjawabnya. Entah dia tahu aku blasteran dari mana. Mungkin bentuk hidung dan mataku yang tajam. Ah, malas menanggapinya yang terlalu heboh. Sialnya, sekarang ia berani membuka hoddieku. Refleks dia menutup mulut. Berlebihan. Aku benci orang berlebihan.
"Lo imut banget! Tapi, lo pucet. Nanti deh kalau kita sekelas terus semeja, gue dandanin. Biar gak pucet."
Aku tersenyum miris. Malas sekali berurusan dengan orang sepertinya. Ribet.
"Oh iya, lo berani-beraninya tadi nabrak kakak kelas. Lo gak tahu dia siapa?"
Aku melirik Nakamura sekilas, pembahasan yang sangat aku nantikan soal si jalang tadi. "Siapa?"
"Cewek yang disegani di sekolah, mungkin. Semacam anak kepala sekolah, eh, itu klise banget." Nakamura terkekeh pelan, mengetuk kepalanya sendiri. "Nanti deh kita cari tahu. Kita masuk kelas dulu."
Tak terasa kita sudah sampai di depan kelas yang akan aku tempati. Sepuluh satu. Ya, padahal aku tidak ingin menempati kelas para penjilat. Sudah takdir. Aku memasuki kelas malas. Mataku menyapu semua manusia di dalam kelas ini. Biasa saja. Aku sudah sering melihat mereka lewat darring. Kecuali Nakamura.
"Minami! Sini, duduk di belakang!"
Aku tersenyum, mengikuti arahanya duduk tepat di jajaran ke tiga barisan ujung. Tepat di samping jendela. Sedangkan dia di depanku. Baiklah, awali hidupmu di kelas ini dengan mempunyai teman hyper-aktif seperti Nakamura. Apa salahnya punya teman baru, bukan?
"Eh, Nakamura, yang di belakang lo siapa? Gue ingat, tapi lupa namanya."
Seseorang berbisik pada Nakamura yang kutahu lewat darring merupakan ketua kelas kami. Miyuki Ryota.
"Namanya Minami Akira. Orang blasteran."
Miyuki refleks menatapku, aku balas menatapnya. "Lo liat gue?"
"Lo cantik. Saking cantiknya gue jadi lupa nama lo." Miyuki menjulurkan tangan, "Gue Miyuki Ryota. Ketua kelas di--"
"Gue tahu." Aku memalingkan muka ke arah jendela, posisi kelasku berada di tingkat ke dua. Jadi aku bisa melihat orang berlalu lalang di lapangan.
Aku tahu Miyuki pasti kaget melihat sikapku. Siapa suruh dia mulai membuka percakapan denganku. Memang aku selalu bersikap seperti ini.
Miyuki menghela napas. "Minami, nanti bakal ada pengumuman soal masa orientasi. Tapi sepertinya tidak akan ada. Masalahnya, kita tidak boleh terlalu berkerumun. Memang kita sudah tidak diwajibkan memakai masker, tapi kita harus--"
"Bodo amat."
Aku menjawab tanpa sedikitpun melirik ke arahnya.
Melihat sikapku terhadap Miyuki membuat Nakamura tertawa. "Miyuki, jangan marah sama sikap Minami. Dan jangan tanya sambil kasih pujian secara tiba-tiba. Lo tahu, dia lagi tersanjung. Jadi dia sok ketus sama lo."
Aku memutar mata sebal begitu mendengar perkataan Nakamura. Sedikit senyuman terukir di bibir Miyuki. Ia mulai berani merangkulku. Tidak sopan. Tanganku refleks mengepal ke atas hendak memukul--
"Kita ini teman, Minami. Setidaknya kita bersyukur bisa bertemu langsung di dunia nyata. Bukan virtual. Jadi, jangan buang kesempatan ini. Banyak-banyaklah berteman, ngobrol, dan lakukan apa yang lo mau sekarang. Kita tidak lagi terhalang pandemi, bukan?"
Simpan saja pukulan untuk Miyuki nanti, Akira. Ucapan Miyuki ada benarnya juga. Aku harus memanfaatkan situasi sekarang ini dengan sebaik-baiknya.
"Jangan dulu marah ya. Gue hanya berpendapat." Miyuki melepas rangkulannya. Menjauh dariku. "Selamat datang di kelas sepuluh satu, Minami Akira."
Aku menoleh. Tersenyum pada Miyuki sebelum pukulan mentah mendarat di hidungnya.
Aku berbisik, "Jangan sentuh gue sembarangan, Ketua kelas Miyuki. Gue memperingati lo sebagai teman."
Miyuki tertawa, hidungnya memerah. Semua teman sekelas mulai menertawakan Miyuki, kecuali Nakamura. Lihatlah situasi ini. Aku menatap Miyuki merasa bersalah, menyentuh hidungnya yang mulai berdarah.
"Maaf, Miyuki. Semuanya salahmu. Kamu memanfaatkan waktu berkenalan dengan sengaja memelukku dari belakang. Aku takut kamu berbuat mesum padaku. Jadi aku memukulmu karena aku takut. Maafkan aku, Miyuki."
Air mataku menetes melewati pipi. Semua teman sekelas mulai menatapku iba. Silih berbisik, membicarakan sikap Miyuki seperti seorang bajingan.
Sebaliknya, Nakamura menatapku heran. "Minami. Lo--"
"Kau tidak perlu minta maaf, sayang."
Kurasakan tatapan tajam Miyuki mulai membuatku tertawa dalam hati. Ah, mendebarkan sekali. Aku terisak, melihat tangisan penyesalanku mulai membuat heboh teman sekelas. Beberapa mulai menyerang Miyuki dengan berbagai sebutan tak pantas.
"Aku tahu, tindakanku memang hanya untuk membela diri."
Aku menyentuh hidung Miyuki, lantas sekali hentakan tanganku digenggam erat Miyuki. Meremasnya kuat tanpa ekspresi.
"Untung saja lo cewek," Miyuki berbisik, tertawa hambar tak tahan dengan sikap teman sekelas padanya. Aku tidak peduli. Aku sangat puas melihat wajahnya. Terlebih Nakamura, ia hanya bisa diam menatapku tidak percaya.
"Maafkan aku." Aku menunduk takut, "Aku takut dengan orang mesum sepertimu."
"Sialan! Lo emang pantes dapet bogem mentah, Miyuki cabul!"
"Dasar ketua kelas mesum!"
"Kita salah memilih ketua kelas!"
"Gue gak nyangka Miyuki mainnya sama teman baru."
"Dasar brengsek! Lebih dari sampah!"
Miyuki tersenyum sengit, mengabaikan semua serangan teman sekelas padanya. Ia berbisik, "Maksud lo apa, fitnah gue di depan semua orang?"
Aku mengaduh, menabrakkan diri ke arah Miyuki mengikuti tanganku yang sudah lama ia remas. Refleks semua teman sekelas semakin geram dengan tingkah Miyuki. Termasuk Nakamura.
Aku berbisik pelan di depan wajah Miyuki, "Nakamura Yui. Temen sekelas lo yang sama sekali gak membela lo di hadapan semua orang. Padahal jelas-jelas dia melihat kebenaran di depan matanya. Kata lo, kita harus pinter memanfaatkan waktu. Seperti memanfaatkan keadaan, misalnya? Gue peringati sekali lagi. Jangan sembarangan sentuh gue. Lo tahu akibatnya."
Miyuki terdiam. Ia melemaskan remasan tanganku. Melepasnya. Matanya melirik heran Nakamura di hadapannya. Mungkin dia mulai sadar akan itu. Refleks aku meringis, kembali duduk ketakutan tanpa menghiraukan beberapa teman sekelas yang mulai bersimpati padaku. Tak lama kulihat Miyuki pergi meninggalkan kelas. Membersihkan darah hidungnya, mungkin? Masa bodoh aku tidak peduli. Aku sudah tidak kuat ingin tertawa melihat tingkat bodoh Nakamura di depanku.
Lihatlah. Sosok teman yang membiarkan orang lain menghakimi dan menjadikan temannya kambing hitam tanpa membela ataupun menyela dengan kebenaran. Malah menjadi penonton dan takut dihakimi seperti korbannya. Lebih anehnya lagi, sekarang dia malah ikut membicarakan keburukan Miyuki dengan teman yang lain.
Aku melipat tangan, menunduk menahan senyum lantas tertawa kecil. Sudahlah. Sekali aku memuntahkan kebohongan. Aku langsung mendapatkan banyak perhatian teman. Teman plastik semacam Nakamura, misalnya?
Habis ini Miyuki pasti menyumpahiku. Dan menjadikanku musuh pertamanya di kelas ini.
________
Another chapter? Plis. Jangan dulu minta apdet cerita lain. Lagi pengen selingkuh ke cerita ini.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top