[Rhiga]
"Ah... kenapa jadi seperti ini? Padahal aku sudah mengiming-imingkan siapapun perempuan yang masuk sekolah ini akan dibeasiswakan full. Tapi kenapa perempuan yang daftar cuma dua orang?" Seorang pria paruh baya yang merupakan kepala sekolah sekaligus pemilik yayasan itu tampak pusing dengan permasalahan yang ia hadapi sekarang.
Rhiga yang merupakan anak satu-satunya pemilik sekolah, sekaligus menjabat sebagai ketos dan kepsek bayangan hanya bisa menghela nafas panjang.
"Mungkin kita biarkan saja sekolah ini jadi sekolah cowok kayak biasanya," katanya datar.
"Mana bisa begitu!"protes ayahnya, "Sekolah ini gersang banget. Gak ada cinta sama sekali di sini. Bisa-bisa kalau ayah tak segera mengganti sekolah ini jadi sekolah campuran, para murid bakalan ada yang maho," tutur ayahnya.
"Yaelah, Yah. Salah sendiri kenapa dulu Ayah memutuskan bikin sekolah khusus cowok," sungut Rhiga dingin. Dengan cueknya ia kembali memasang headsetnya, sembari mendengar lagu metal kesukaannya.
"Kalau begini caranya, tak ada jalan lain." ayahnya menyodorkan sebuah berkas kepada Rhiga. "Kau harus mengirimkannya kepada siswa laki-laki yang ada dalam daftar ini," titahnya.
Rhiga mengeluarkan isi berkas. Ia bisa melihat daftar beberapa siswa kelas satu yang akan masuk sekolah ini. Ia berpendapat rata-rata cowok dalam list ini imut semua. Cocok buat dijadikan target para fujoshi sekolah tetangga yang suka mengaitkan siswa-siswa sini dalam fantasi liarnya.
Alisnya langsung bertaut melihat isi surat yang ayah tulis. Wajahnya tampak syok menyadari ayahnya lagi-lagi kambuh otak nistanya.
Isinya :
Kepada siswa yang menerima surat ini, mulai besok kalian harus menjalankan kehidupan sekolah kalian sebagai princess sekolah. Kalian harus menyemangati para cowok sebagai crossdresser.
Kalau kalian menolak, kalian akan diberi berbagai kesulitan dalam menjalani sekolah ini. Dan kalian tak diizinkan untuk mencabut surat pendaftaran kalian.Tapi kalau kalian menyetujui isi surat ini, kalian akan diberi banyak kemudahan dan bonus melimpah dari sekolah. dan beasiswa kalian akan ditambah jadi dua kali lipat.
Tertanda
Kepala sekolah X
"AYAAAAHHH!!! Jangan ngaco!!" teriak Rhiga frustasi. Ia sama sekali tak mengerti kenapa ia punya ayah seabsurd ini.
"Perintahku adalah hukum. Jangan coba menentang Ayah, Rhiga," kata ayahnya mengeluarkan aura intimidasi yang super menyebalkan.
"Sudah. Kamu boleh pergi," kata ayahnya seenaknya.
"Iya...iya, aku pergi," sungut Rhiga dengan perasaan mau meledak. Beranjak keluar.
"O...ya, Rhiga."
Cowok berambut pirang yang hampir mau membuka pintu ruangan itu menoleh.
"Apa lagi?"
"Ayah hampir lupa kalau kamu juga masuk list itu," Kata ayahnya menyerigai. "Jangan lupa besok sudah harus pake rok dan wig ya," tambahnya menahan tawa
"AGGGGHHHH!!!!"
.
.
.
.
"Aku harus menghentikan kegilaan ini," dengus cowok itu kembali membuka lembaran berkasnya. Ada 7 cowok termasuk dirinya yang harus merasakan kenistaan ini. Tapi saat matanya menangkap salah satu data siswa, seulas senyum langsung menghiasi wajahnya.
Ia bisa memamfaatkan situasi ini.
...............
[Dion]
Dion bangun dari tidurnya. Ia beranjak dari kasur dan menggaruk-garuk pantatnya sembari mengupil dengan nikmat. Cowok itu menguat lepar dan tak sengaja membuat upil-upil masuk ke dalam mulutnya.
"Dion! Woy! Lu pindah sekolah, cluk?" Baru juga bangun, Julia tiba-tiba nongol dengan seenak pantat, masuk ke dalam kamarnya.
"Buset Jule! Lu kayak iblis sempak aja nongolnya gaib!" celetuk Dion sambil mencolekkan tangan bekas mengupilnya ke pipi Julia.
"Woy! Nih, surat! Gue masuk kamar lu ada alasannya juga!" Julia menyerahkan amplop itu kepada Dion.
Dion mengambil amplop itu dengan raut heran. Dibukanya sembari menguap dan melihat amplop itu dari sekolah barunya. Dibacanya surat itu.
Satu detik
Dua detik
Tiga detik
"ANJIIIIIIIIIIIIIIIIIR!!!!!!!" jeritnya kesetanan.
Julia langsung merebut surat itu dan membacanya kilat. Serentak cewek somplak itu ngakak.
"GILA!? JADI CEWEK LU, DI! ANJIR!"
Mungkin ini akhir untuknya...
........................
[Lohan]
Lohan mematut dirinya di cermin. Dia berjingkat-jikat sambil memainkan jemarinya yang sudah dipenuhi cutek berwarna merah muda neon. Tangannya mengusap-usap rambut palsunya yang berwarna kebiruan. Wajahnya yang penuh jerawat kini tertutupi bedak tebal, dengan blush on dan maskara yang membuat matanha terlihat cantik.
"Ah, Papa memang tau yang terbaik buat aku, cyin!" serunya senang sambil memutar tubuhnya di depan cermin. Benar-benar bahagia.
"Ma, ini salahku karena masukin dia ke asrama cowok," suara berat ayah Lohan membuat ibunya mengerutkan kening.
"Tapi Pa, dia bener-bener keliatan manis dengan pakaian itu," sambut ibunya sambil menyentuh pipi dengan wajah merona. Matanya tak lepas menatap Lohan yang masih bergaya centil di depan kaca.
"Tapi perutku, Ma....." Lohan menyentuh perut buncitnya. "Kayak gajah hamil. Aku nggak suka," rengeknya manja.
Wanita paruh baya yang sejak tadi hanya berdiri di ambang pintu lantas tersentak kaget dan langsung berlari keluar kamar, mencari korset di lemarinya. Ayahnya hanya bisa geleng-geleng sambil meremas surat resmi yang baru diterimanya tadi pagi. Dia langsung berbalik menuju halaman belakang, mengucapkan mantra untuk menyantet kepala sekolah.
...............
[Dennis]
Dennis berjalan dengan gontai ke arah ruang tamu. Ia mendengar ketukan pintu dari arah sana. Dengan cepat ia membuka pintu ruang tamunya dan ia tak mendapati siapa-siapa di sana. Dennis clingak-clinguk mencari sosok orang yang tadi mengetuk pintunya, tapi di sini tak ada orang satu pun juga.
"Siapa sih yang iseng?" gumamnya kesal. "Ganggu orang tidur aja, sih."
Namun tiba-tiba Dennis melihat sebuah amplop tergeletak begitu saja di meja teras rumahnya. Ia berjalan ke arah meja tersebut dan mengambil amplop itu.
"Amplop apa ini?" tanyanya bingung seraya membuka amplop tersebut. Ia mulai membaca rentetan kalimat pada surat tersebut dengan ekspresi kaget.
"Masak gue harus dandan cewek! Mati gue! " teriaknya dengan kekagetan luar biasa.
Hancurlah kelelakian Dennis setelah ini.
..........
[Erza]
BUGH
BUGH
PLAK
BUGH
"WOI ERZA STOP !" Teriak seorang laki-laki yang memiliki wajah mirip dengan seorang laki-laki yang sedang melancarkan pukulan-pukulan mematikan ke lawannya.
"Oi Erza! Gue bilang berenti oi !" Teriak Erga mulai jengkel.
Akhirnya, dengan cepat Erga menahan gerakkan Erza dan membantingnya ke tanah. Erza meringis kesakitan dan kini menatap Erza dengan tatapan tajam.
"Gue dapet undangan dari sekolah lu," ucap Erga sambil menyodorkan sebuah surat ke arah Erza.
Erza merobek amplop surat itu dengan kasar dan mulai membacanya.
1...
2...
3....
"WHAT THE HELL !? NIH KEPSEK GILA APA GIMANA ?!" Teriak Erza histeris.
"Emang dia nulis apaan sih ?" Tanya Erga sambil merebut surat yang dibaca Erza dan seketika tawanya pecah.
"BAGUS BAGUS ! KEPSEK LO KEREN," teriak Erga heboh, "ditambah lagi muka lo kan muka cewek... Hahahaha."
Erza kini sudah menyerang Erga membabi buta dan merasa menyesal meminta Daddy nya memasukkannya ke Asrama khusus laki-laki itu.
..............................
[Lem]
Lem menyodorkan sebongkah daging yang berdarah-darah ke kakaknya.
"Yang ini bagus gak kak?" tanyanya. Q, kakaknya, menatap daging itu dengan jijik. Lem tersenyum lebar. Dilemparnya daging sebesar kepalanya itu ke wastafel dapur, memuncratkan cairannya ke seluruh ruangan. Darah yang kental menetes dari tangan Lem.
"Baju-bajumu sudah disiapkan?"
"Sudah."
"Peralatan mandi?"
"Tentunya sudah."
"Perlengkapan sekolahmu?"
"Iyaaa...."
"Beberapa jam lagi kau sudah harus-"
"SUDAH! DIAMLAH!" Lem menatap dingin kakaknya. Q menghela nafas dalam-dalam. Ia lalu menyodorkan selembar kertas ke arah Lem. Dengan segera Lem merebutnya, lalu membacanya.
"Apa-apaan ini...." Wajah Lem memerah.
"Tenang, Delia punya apa yang kau perlukan!" Q terkekeh. "Aku tau kau ini aktor yang berbakat...."
...............
[Rama]
Baru saja Rama akan kembali ke kamarnya, ibunya memanggil dari arah ruang tamu.
"Rama, sayang ada surat dari sekolah baru kamu," ucap ibunya setengah berteriaka.
"Simpen aja Bun, nanti aku baca. Capek nih, abis olahraga," ucapnya sambil melangkahkan kakinya kembali menuju kamar.
Baru saja Rama akan membuka pintu kamarnya, ia terhenyak mendengar tawa menggelegar dari ibunya.
BUAHAHAHAHAHAHAHAH
"Ada apa bun?" tanya Rama penasaran. Namun ibunya masih tetap tertawa sambil memegangi kertas dari sekolah yang dituju Rama.
"ASTAGA!"
Dengan langkah gontai setelah membaca surat dari sekolah itu. Rama kembali ke kamarnya. Ia menghadap ke arah cermin.
"Harus kah aku seperti ini." Ia menatap wajah tampannya, lalu mengusapnya dengan kasar.
............
[Nemea]
Di kursi sebelah gadis berambut perak itu, puluhan buku tebal berserakan. Tidak ada satupun pramugari pesawat yang mengganggunya karena dua kursi itu memang sudah khusus dipesan si gadis berambut perak, Nemea.
"Humm, nggak yakin kalo sekolah itu sekolah 'normal'," gumam Nemea. Baru saja Nemea selesai membaca Kamus Besar Bahasa Indonesia, kamus itu ditutup dan dilempar begitu saja ke kursi sebelah. Nemea berhasil menguasai bahasa Indonesia dalam dua jam.
Nemea melihat keluar jendela, pesawat yang ditumpangi Nemea baru saja mendarat di bandara Soekarno Hatta.
"Okelah, setidaknya aku mau mencoba mencari... cinta... hehe," Nemea menyeringai. Rambut peraknya disibakkan.
Nemea menyipitkan mata, cuaca Indonesia cukup panas baginya. Nemea tersenyum tipis, sinar mentari di negeri tropis ini dirasanya sangat nyaman.
"Sepertinya aku bakal betah disini." Nemea kembali tersenyum sebelum turun dari pesawat.
............
[Abigail]
Tidak ada yang lebih seru dari menjadi seorang mata-mata dadakan atau begitulah isi pikiran Abigail saat ini. Lengkap dengan pakaian yang menutupi seluruh tubuhnya dari ujung kaki hingga ujung kepala, gadis albino itu mengendap-endap layaknya ninja ke dalam bangunan asrama dari sebuah sekolah khusus lelaki. Dia memanjat lincah ke atas pagar yang tinggi menjulang dan dengan mudah melompat di antara tumpukan semak-semak di bawahnya. Tangannya segera memegang kamera yang menggantung di lehernya. Memperbaiki posisi kacamata hitamnya, Abigail mengendap-endap di antara bayangan.
"Akan kutunjukkan pada Aaron kalau aku seorang yang berani," gumam Abigail. Tangannya mengepal kuat. "Aku bukan anak perempuan lemah lagi!" lanjutnya.
Dia memanjat di salah satu jendela yang terbuka. Sayang karena kakinya tidak sampai di atas lantai, Abigail kehilangan keseimbangan hingga harus jatuh dengan dagu yang mendarat terlebih dahulu di atas lantai.
"I-itu menyakitkan ...," rintih Abigail. "Seharusnya aku tidak mendaftar di sekolah ini," tambahnya. Setetes air mata turun dari pelupuk matanya.
"Kamu tidak apa? Seharusnya kamu melompat, bukan memanjat turun."
"Jatuh dari jendela setinggi itu pasti ada apa-apa, Bodoh."
"Eh, maaf."
Abigail mendongak. Dua orang gadis berambut panjang menatapnya iba. Seorang mengulurkan tangannya untuk menolong Abigail untuk sekali lagi bertanya apa dia itu tidak apa-apa. Tapi Abigail tidak merespon sedikit pun. Dia terpana dengan mulut yang sedikit menganga. Kedua gadis di hadapannya itu memiliki tinggi seperti model dengan kulit kecoklatan seperti sering tersengat matahari. Tapi tetap saja mereka terlihat manis.
Jantung Abigail berdegup kencang. Pikirannya kacau. Dia yakin sekolah ini adalah sekolah khusus lelaki. Tapi yang ada di hadapannya kini adalah dua orang gadis dengan kaki jenjang sedikit berbulu. Tapi selebihnya mereka manis. Ini benar-benar tidak masuk akal.
"Ca-cantik," lirih Abigail. "Boleh kuambil gambar kalian?" Dia berjongkok sambil memegang kamera di depan wajahnya yang sudah tidak tertutup masker.
.........
[Rhiga]
Kadang, Rhiga ingin sekali membunuh ayah soplaknya itu. Bagaimana tidak, harga dirinya sebagai lelaki tulen hancur lebur. Apalagi dengan status elitnya sebagai ketos. Hancur sudah kebahagiaannya. Ia jadi bahan tertawaan satu kelas plus anggota OSIS. Padahal dia kelas dua.
Agggghhh...
Rambut blonde yang ia pakai sekarang sungguh bikin kepalanya gatal-gatal. Begitu juga rok yang ia pakai sekarang bikin kakinya kedinginan. Ia tak mengerti dendam kesumat apa ayahnya itu kepadanya. Tapi sejak dulu ia sering tak dianggap sebagai lelaki oleh ayahnya itu.
Sepertinya ia harus segera mengajak dua orang itu. Dua orang yang menurut penelitiannya sehari kemaren adalah orang yang kemungkinan besar paling cocok dijadikan partnernya. Atau kalau tidak, ia bakal berakhir jadi banc, atau kemungkinan terburuknya maho. Nehi, iiek, tidak, no.... Lebih baik ia mati aja daripada hal itu terjadi.
Ia baru saja keluar dari kelasnya dan berjalan di koridor sembari menyemangati para jones dengan hati tak ikhlas saat ia berjumpa dengan seorang cewek berambut pendek mode BCL yang wajahnya terlihat bete level dewa. Jika dilihat dari raut wajahnya yang agak keras, Rhiga bisa menebak kalau cowok ini adalah Erza.
"Sedang apa kamu di sini?" tanya Rhiga mencoba menyapanya. Semoga saja Erza mau bicara kepadanya.
"Bukan urusanmu. Cewek pergi sana," katanya ketus. Melempar sisa kopi kotaknya sembarangan.
Jujur Rhiga pengen jungkir balik sekarang. Dia dikatakan cewek. C-E-W-E-K. Dunianya sudah kiamat.
"Maaf...maaf. Aku tak bermaksud merusak suasana hatimu," katanya berusaha melunak."Tapi sebelumnya ralat, aku juga cowok yang lagi ketiban sial sepertimu. Aku butuh bantuanmu Erza"
Dahi cowok itu berkerut menatap Rhiga. Dalam hatinya ia hanya bisa kaget mendengar kenyataan yang baru saja dilontarkan cowok sipit itu. Menurutnya dari atas sampai bawah, cowok itu nyaris kayak cewek. Tapi kayaknya itu tak jauh beda dengan dirinya.
"Kau juga?" tanyanya akhirnya. Rhiga mengangguk.
"Aku butuh bantuanmu Erza. Aku yakin kamu paling menentang keras hal ini. Semua ini salah ayahku yang punya ide sinting ini. Kau harus membantuku," desaknya. Rhiga harus bisa menjadikan cowok ini sekutunya.
Erza tampak berpikir. Menatap lama cowok berwig blonde itu. Seolah tengah memikitkan untung ruginya membantunya. Tapi ditengah ia sibuk memikirkan hal itu, ia dikejutkan oleh suara anak kecil yang langsung bikin dia darting. Begitu pula dengan Rhiga yang sekarang tengah menahan kesalnya yang terus bertumpuk-tumpuk sejak hari itu.
"Ca-cantik," lirih anak perempuan itu. "Boleh kuambil gambar kalian?" Dia berjongkok sambil memegang kamera di depan wajahnya. Terlihat sebuah masker yang terjatuh disebelahnya.
"TIDAK! AMIT-AMIT!" bentak kedua cowok itu bersamaan. Kontan kabur sejauh-jauhnya. Bisa berabe kalau itu anak kecil stalker dan menyebarluaskan foto mereka berdua. Mereka berdua pun akhirnya memutuskan untuk mencari tempat yang agak aman dari para jones. Labor biologi.
Dan di sana mereka melihat seorang siswi berambut twintail rendah tengah sibuk bermain dengan pisau scapelnya. Ralat, seorang cowok berwajah shota yang tengah sibuk mencincang tikus yang entah dapat darimana. Erza terlihat sedikit kaget dan merasa aneh dengan sosok itu. Tapi sebaliknya, seulas senyum malah menghiasi wajah sang ketos berambut pirang itu.
...............
[Dion]
Dion berjalan dengan gagah, jalan ala pria pada umumnya--dengan seragam siswi pastinya--ia jalan dengan tampang konyol dan seakan biasa-biasa saja. Ia berniat menuju kelas barunya, kelas 3-A, tak peduli dengan tatapan para lelaki yang menatapnya menggoda.
Ia mati rasa. Urat malunya yang sudah putus makin putus. Sebut saja ia sudah sangat pasrah. Terlalu pasrah sampai-sampai ia tak peduli kostum sirkus macam apa yang tengah ia kenakan sekarang.
Di kejauhan ia melihat tiga wanita--jika memang benar itu wanita. Seorang di antaranya tengah... Tunggu... Apa itu? Tikus? Mencincang tikus? Apa tikus menu makanan malam ini?
"Yo, gadis-gadis!" sapanya dengan tampang bloon sembari membenarkan branya yang oleng sana oleng sini.
Seketika ia mendapat acungan pisau berlumur darah tikus dengan beberapa jeroannya yang sedikit menempel di sana.
"Siapa yang gadis?" jawab gadis--mungkin itu.
Dion terdiam sejenak. Ia memandangi tiga orang gadis--makin diragukan--dengan saksama.
"J-jangan bilang... Kita... Senasib?"
..................
[Lohan]
Dari balik bulu mata palsunya, Lohan mengintip ke lingkungan sekolah dari balik pagar. Begitu banyak lelaki tampan yang berkeliaran di sini, membuat jantung Lohan berdebar tak karuan. Kaki panjang dengan betis berkonde mengajaknya berjalan mendekati seorang lelaki yang tampak kepayahan dengan roknya yang terlalu tinggi.
"Kamu kesulitan, ya?" Lohan menyapa dengan ramah, membuat lelaki tersebut terkesiap dan mengerutkan kening. "Sini, aku bantuin," dengan cantik Lohan mengedip.
"Uh, nggak. Makasih." Lelaki itu mundur beberapa langkah, wajahnya nampak pucat melihat senyum lebar terpatri di bibir merah mengkilat milik Lohan. "Gue bisa sendiri."
"Aku nggak apa-apa kok, cyin, kalau kamu susahin juga!" Lohan mendekat, menyambar pinggang pemuda itu dan menggenggamnya kuat. "Aku bisa jagain vantat kamu, cyin. Nggak ganteng lagi kalau rok kamu ketiup angin dan kancutnya keliatan," tambah Lohan sembari melirik bokong pemuda itu.
"APAAN SIH LO, BANCI?!" teriak Rama marah.
Kali ini ia menepis tangan Lohan dengan kasar. Gaun tipis merah muda ngejreng yang senada dengan cutek Lohan tak sengaja sobek ketika ia terjatuh, membuat kaki pemuda-yang-diragukan-kejantanannya itu terekspos sejauh satu jengkal di atas paha. Bulu-bulu halus panjang keriting di betisnya langsung terlihat, membuat wajahnya merona merah. Tapi sedetik kemudian, tangan Lohan aktif melemparkan aksesoris macam dua buntelan lembut untuk mempercantik dada.
"Jangan lihat, cyin!" dia berteriak histeris. "Aku tidak mau bagian pribadi tubuhku dilihat oleh lelaki selain suamiku!"
"Ya Tuhan ... lo makhluk dari dunia mana, sih?" tanya Rama tak percaya.
Lohan menatap pemuda itu dengan mata berkedip cepat. "Aku datang dari surga ... untuk menjemputmu, cyin," katanya centil sambil malu-malu.
.....................
[Dennis]
Dennis menggaruk pahanya dengan tidak sabaran. Ia pun menggaruk kepalanya dengan gemas. Ingin sekali ia menggaruk seluruh badannya yang mendadak menjadi gatal-gatal seperti sekarang.
"Sial! Sial! Sial!" makinya berulang kali.
Kini di sekelilingnya sudah terlihat beberapa anak lelaki jadi-jadian seperti dirinya. Namun lelaki yang berdandan normal pun banyak. Sial, ini semua karena kekampretan kepala sekolahnya, sekarang ia harus berdandan ala-ala perempuan. Rasanya ingin sekali dia menenggelamkan diri di kali Ciliwung saking malunya.
Hari ini dengan sangat berat hati Dennis berdandan layaknya perempuan. Ia mengenakan rambut palsu berwarna hitam sepundak. Bahkan ia mengenakan rok nista yang membuat pahanya gatal-gatal. Ia benar-benar merasa sangat hina dan nista sekarang. Ia menyesal telah masuk sekolahan ini.
"Cantik," goda seorang cowok yang membuat wajah Dennis memerah karena malu. Apa-apaan dia malu karena digoda cowok. Astaga, Dennis benar-benar merasa nista sekarang.
Dengan cepat Dennis berlari ke arah beberapa anak yang berdandan sama dengannya. Dennis melihat mereka seperti tengah mendiskusikan sesuatu.
"Hai," sapa Dennis kepada mereka berempat. Mereka menatap Dennis dari atas sampai bawah. Menurut Dennis, mereka cukup cantik juga dandan seperti itu. Gemesin.
"Demo yuk, gatel nih," ajak Dennis seraya menggaruk-garuk pantat serta kepalanya.
..................
[Erza]
Dengan kesal Erza menendang mesin minuman hingga mesin itu berderit, wajah Erza yang cantik (?) kini ditekuk 10 lipatan. Pakaian seragam perempuan yang pas ditubuhnya membuat Erza sedikit merasa tidak nyaman.
Akhirnya Erza menusuk sedotan ke minuman nya dan mulai menyedot isinya dengan ganas, rasa pahit langsung menyerang lidah Erza. Namun Erza tidak memperdulikannya dan berjalan menyusuri koridor sekolah dengan tampang preman pasar tapi versi barat (?)
Dengan sekotak kopi moccacino ditangannya, matanya menatap tajam ke arah seorang perempuan (?) berambut pirang.
"Sedang apa kamu disini?"tanya Perempuan itu mencoba menyapanya.
"Bukan urusanmu. Cewek pergi sana," katanya ketus. Melempar sisa kopi kotaknya sembarangan.
"Maaf...maaf. Aku tak bermaksud merusak suasana hatimu," katanya berusaha melunak."Tapi sebelumnya ralat, aku juga cowok yang lagi ketiban sial sepertimu. Aku butuh bantuanmu Erza."
Dahi cowok itu berkerut menatap Seseorang berambut pirang.
"Kau juga?" tanyanya akhirnya. Seseorang yang Erza yakini sebagai laki-laki itu mengangguk.
"Aku butuh bantuanmu Erza. Aku yakin kamu paling menentang keras hal ini. Semua ini salah ayahku yang punya ide sinting ini. Kau harus membantuku," desaknya.
Erza tampak berpikir. Menatap lama cowok berwig blonde itu. Seolah tengah memikitkan untung ruginya membantunya. Tapi ditengah ia sibuk memikirkan hal itu, ia dikejutkan oleh suara anak kecil yang langsung bikin dia darting. Begitu pula dengan Laki-laki yang sekarang berdiri disampingnya.
"Ca-cantik," lirih anak perempuan itu. "Boleh kuambil gambar kalian?" Dia berjongkok sambil memegang kamera di depan wajahnya. Terlihat sebuah masker yang terjatuh disebelahnya.
"TIDAK! AMIT-AMIT!"bentak kedua cowok itu bersamaan. Kontan kabur sejauh-nya .Mereka berdua pun akhirnya memutuskan untuk mencari tempat yang agak aman dari para jones. Laboratorium biologi.
Dan di sana mereka melihat seorang siswi berambut twintail rendah tengah sibuk bermain dengan pisau scapelnya. Ralat, seorang cowok berwajah shota yang tengah sibuk mencincang tikus yang entah dapat darimana. Erza terlihat sedikit kaget dan merasa aneh dengan sosok itu.
"Wew... Sepertinya ini akan lebih berbahaya dari yang dipikirkannya, seorang psikopat berwajah imut menjadi salah satu dari bagian kelompok ?" Batin Erza.
Lalu tiba-tiba seseorang menyapa mereka dengan sebutan gadis.
"Siapa yang gadis hah?"
Kepala Erza semakin cenat-cenut kayak lagu Smash, membayangkan dirinya jadi anggota boyband yang kemayu saja tidak pernah... Kenapa malah menjadi Hode kayak gini ?
"Jangan nangis...." Ucap laki-laki berambut blonde yang bersamanya daritadi.
"Btw... Lo siapa sih?" Tanya Erza yang baru menyadari dirinya tidak mengetahui nama hode lainnya yang bersamanya daritadi.
......................
[Lem]
"Kau tau Lem, wanita merupakan makhkuk yang lembut," ucap Delia yang tengah mengikat rambut Lem dengan pita. Lem terdiam, menatap pantulan dirinya di depan cermin. Jujur, Lem benar-benar seperti anak perempuan.
"Lembut bagaimana...." Bisik Lem. Ia langsung menoleh ke arah Delia.
"COWOK SAMA CEWEK ITU SAMA AJA!"
.
.
"Aku gak peduli kalian cewek atau cowok." Lem menurunkan pisaunya. Ditatapnya dingin para "perempuan" di sekitarnya. "Yang pasti, jangan ganggu aku saat aku sedang sibuk."
"Hei kau, pirang...." Panggil Lem. Si pirang, Rhiga menaikkan sebelah alisnya. Lem terdiam.
/"Kau tau Lem, wanita merupakan makhluk yang lembut."/
"Lembut...." Bisik Lem. Ia mendongak, menatap mata si pirang.
"Ma-maaf kak!" Teriak Lem sambil membungkukkan badannya. Ia menggigit bagian bawah bibirnya. Para "perempuan" itu kaget menatapnya.
Menjadi wanita menyebalkan... kita tunggu saja hingga seluruh sekolah ini banjir darah, batin Lem.
..............................
[Rama]
Setelah tadi bertemu seorang lelaki ajaib di depan gerbang, masih ada kesialan lainnya yang Rama dapatkan hari ini. Seragam khas para siswi sangat tidak nyaman di badannya, rok yang terlampau pendek bahkan nyaris memperlihatkan pantat mulusnya.
"Sialan gara-gara ini rok si banci tadi jadi nepsong kayanya, pantes aja udah maen grepe-grepe," keluhnya dalam hati sambil bergidik membayangkan kejadian di gerbang tadi.
Rama terus berjalan menyusuru lorong, para siswa yang berdandan normal memandangi Rama dengan tatapan takjub. Rama memang terlihat sangat cantik dengan rabut maksudnya wig ponytail hitamnya.
"Hah... risih gue diliatin terus." Rama terus menerus mengeluh. "Kayanya yang menikmati semua ini cuman si banci doang."
Tanpa sadar Rama telah jauh melangkah, ia kini berada di suatu tempat yang ia tidak ketahui apa nama tempat itu. Rama melihat ada empat orang yang (sepertinya) sejenis dengan dia.
"Apa kalian mahluk sejenis saya?."
.................................
[Nemea]
Nemea bosan, ternyata cowok-cowok yang ada di sekolah ini sangat mainstream, selalu melirik cewek yang over-beauty seperti dirinya dengan mata jelalatan. Tapi hari ini semua berubah saat Nemea melihat beberapa cewek (!?) berkumpul tapi bersikap layaknya geng yang sedang membahas persiapan tawuran, bukan membahas soal gosip murahan yang sering muncul di acara televisi Indonesia.
Nemea mendekati mereka yang sedang berkumpul di salah satu ruangan sekolah. Nemea tidak langsung bergabung, Nemea ingin tahu dulu tentang isi pembicaraan cewek-cewek yang diragukan 'keasliannya' itu.
Setelah beberapa saat menguping, Nemea hanya bisa menahan tawa. Kenyataan yang tersaji di depannya adalah kenyataan yang paling menarik selama dirinya tinggal di Indonesia.
"Hey hey ladies, apa kalian butuh bantuan?" tawar Nemea yang muncul dan mengagetkan para cewek KW lima. Sapaan Nemea tidak sempat direspon karena Nemea tiba-tiba Nemea tertawa.
"Huuaahahahah hhaaa hahaha!" Nemea sampai berlutut dan memegang perutnya, "Kalian... keren sumpah! I like it! Aku sampe ga bisa nahan tawa."
........................
[Abigail]
"TIDAK! AMIT-AMIT!"
Bibir Abigail manyun ke depan. Kedua wanita cantik itu kabur dari hadapannya. Apa wajahnya semenakutkan itu sehingga mereka kabur ketika menolak permintaannya? Padahal dia sangat yakin sudah meminta dengan sangat sopan. Setidaknya begitu cara yang diajarkan sang nenek kepadanya.
Abigail melepas kacamata hitam serta maskernya, kemudian memasukkannya ke dalam tas. Setelah itu, menggerai rambut putih panjangnya dan mengerjap beberapa kali untuk memastikan matanya tidak kelilipan, walau matanya sudah berwarna merah sejak lahir.
Dengan langkah gontai, gadis albino itu melangkah menyusuri koridor sekolah khusus lelaki tersebut. Saat dia menoleh ke salah satu jendela, seorang wanita buruk rupa--atau yang jelas-jelas adalah seorang banci--sedang menggoda murid-murid yang berada di halaman sekitar. Abigail mengernyit, memperhatikan dada longgar milik lekong tersebut. Itu benar-benar terlihat seperti bola karena terus melompat-lompat.
Ketika Abigail tidak sengaja menekan tombol kameranya, lekong itu menoleh kepada Abigail. Matanya yang menyipit menatap tajam ke arah anak perempuan itu, membuat Abigail melepas pegangannya terhadap kamera yang bergantung di leher. Lekong itu berjalan ke arah Abigail, melongokan kepalanya sambil menengadahkan tangannya.
"Liat fotonya, cyin," kata lekong itu.
Abigail menggeleng, mundur beberapa langkah. "Ti-tidak," ujarnya gelagapan.
"Ayolah, cyin. Eike mau liat," ujar Si Lekong sambil memanjat di jendela.
"Ti-tidak mau." Kedua kaki Abigail bergetar.
"Ayolaaah ...."
"TIDAK!"
Abigail membalikkan badan. Pria berjiwa belok itu pasti sudah gila! Untuk apa dia ingin melihat foto yang diambil oleh Abigail? Maksudnya, Abigail sangat yakin kalau dia tidak mengambil gambar yang salah. Lagipula, jelas-jelas pria itu menikmati perannya.
"Tunggu, cyin! Eike mau liat fotonya!"
Si Lekong terdengar mengejar dengan langkah berderap. Jelas sekali langkahnya lebih lebar daripada Abigail yang berkaki pendek.
"Tidak mau!" Abigail kembali menolak.
Sayangnya, ketika Abigail berbelok di ujung koridor, Abigail menabrak seseorang dan membuat jarinya tidak sengaja menekan tombol pada kameranya. Saat dia menengadahkan kepalanya, kepanikan Abigail berubah menjadi senyum terindah yang bisa ia perlihatkan saat ini. Itu semua karena di hadapannya, berkumpul beberapa gadis cantik yang membuat jantung Abigail berdegup tidak keruan untuk kedua kalinya.
"Oh, ya ampun! Kalian semua cantik!" seru Abigail. "Biarkan aku mengambil foto kalian!" Dia menekan tombol kameranya untuk ketiga kalinya hari ini.
"Cyin! Liat fotonya!"
Seruan horror terdengar dari belakang Abigail. Si Lekong telah menyusul Si Gadis Albino.
"SHIT!" gadis-gadis itu mengumpat.
.........
[Rhiga]
Aissshh... seperti dugaannya si Cowok shota bertwintail yang paling Rhiga butuhkan dalam rencana ini, langsung memasang sikap sarkasnya kepada ia dan Erza.
"Aku gak peduli kalian cewek atau cowok." Lem menurunkan pisaunya. Tatapan dinginnya langsung membuat nyali Rhiga nyaris ciut. Catat, nyaris ciut. Karena setelahnya Rhiga hanya menatapnya datar "Yang pasti, jangan ganggu aku saat aku sedang sibuk."
"Hei kau, pirang...." Panggil Lem. Rhiga menaikkan sebelah alisnya. Lem terdiam.
"Lembut...." Bisik Lem. Ia mendongak, menatap mata si pirang.
"Ma-maaf kak!" Teriak Lem sambil membungkukkan badannya. Ia menggigit bagian bawah bibirnya. Dimata Rhiga, cowok itu terlihat imut banget. Kalau saja dia jadi adiknya pasti ia bisa mengkudeta ayahnya dari dulu-dulu.
"Jangan nangis..." Kata Rhiga berusaha menyembunyikan tawanya"Gak masalah. It's oke' katanya berusaha untuk santai. Walau suasana suramlah yang memenuhi hati mereka masing-masing.
"Btw... Lo siapa sih ?" Erza yang sejak tadi diam membuka suaranya.
"Hhh..." Rhiga menghela nafas panjang. "Aku Rhiga, Ketua OSIS SMA X. Salam kenal, Erza, Lem," katanya bersikap ala esmud sejati.
"Bagaimana kakak bisa tau nama kami?" tanya Lem heran.
"Karena akulah yang ditugaskan untuk mengantarkan surat kewajiban bercrossdreser menyebalkan itu kepada kalian," katanya tersenyum hambar.
"Eh?"
"Yo, gadis-gadis!"
Mereka bertiga kontan menoleh ke arah suara cepreng sok ceria itu. Terlihat seorang cewek KW lainnya menghampiri mereka yang menurut Rhiga diyakini sebagai Dion dengan dengan tampang bloon sembari membenarkan branya yang oleng sana oleng sini. Pemandangan yang cukup menambah sakit hati Rhiga karena mengingat ayahnya yang sudah begitu kelewatan.
Lem tau-tau mengacungan pisau berlumur darah tikus dengan beberapa jeroannya yang sedikit menempel di sana.
"Siapa yang gadis?" jawab cowok itu. Aura sadisnya langsung memenuhi ruangan.
Dion terdiam sejenak. Ia memandangi Rhiga dan para kw lainnya dengan saksama.
"J-jangan bilang... Kita... Senasib?"
"Dilihat juga udah jelas," sungut Erza masih dengan wajah bete level maximalnya.
"Sebenarnya berapa orang sih cewek KW disini?" tanya Dion tak bisa menyembunyikan rasa penasarannya.
"Tujuh," kata Rhiga datar. "Enam anak kelas satu, satu orang anak kelas dua."
"Banyak juga..." Kata Dion hanya bisa melongo.
Rhiga hanya bisa mendengus. Mereka masih patut bersyukur ada teman sesama kelas satu. Sementara dirinya yang jadi satu-satunya kelas dua ini berasa nista banget. Mau ditaruh kemana mukanya sebagai ketos?
"Hai."
Pembicaraan mereka lagi-lagi terhenti dengan kedatangan hode lainnya yang sejak tadi garuk-garuk tak jelas. Baiklah, Rhiga sudah tau kalau cowok yang sejak tadi menatap mereka seolah memastikan kalau dia senasib dengan mereka itu adalah Dennis.
"Demo yuk, gatel nih," ajak Dennis seraya menggaruk-garuk pantat serta kepalanya.
"Emang itu yang mau kubicarain dari tadi," kata Rhiga melipat tangannya ke dada. Dengan gayanya seperti sekarang, ia terlihat seperti gadis aristokrat Prancis karena rambut blondenya.
"Tau-tau udah lima dari tujuh aja," gumam Erza.
"Ya sudahlah. tinggal nunggu Rama," kata Rhiga akhirnya."Aku yakin sebentar lagipun dia bakal sampai kemari," katanya datar.
"Masih enam. Satu lagi mana kak?" Tanya Lem.
"Hhhh... biarkan saja cowok jadi-jadian itu," kata Rhiga tiba-tiba kembali teringat kehebohan tadi pagi. Cowok yang diyakininya sebagai Lohan itu banci level maksimal. Mustahil dia bisa diajak kudeta ayahnya.
Dan sepertinya yang lain paham siapa yang Rhiga maksud.
"Apa kalian mahluk sejenis saya?" Tau-tau sosok hode berponytail sudah berada diantara mereka dengan tatapan penasaran plus berharap akan teman senasib.
"Aku benar kan?" Kata Rhiga datar. "Pas enam, baiklah kita mulai pembicaraan yang sebenarnya. Yok Ram, gabung sini." katanya kepada hode ponytail itu.Kemudian mengambil kursi plastik di sudut ruangan labor. Berdiri sejak tadi bikin kaki kesemutan.
"Hei... kalau boleh tau kalian ini siapa aja?" tanya Dennis yang sejak tadi hanya menatap cengok mereka membuka suara. Mereka pun menyebutkan nama mereka masing-masing.
"Baiklah..." Rhiga mengambil nafas, kemudian menghembuskannya. "Sebenarnya awalnya aku hanya ingin mengajak Erza dan Lem buat rencana menghentikan kegilaan ayahku yang merupakan Kepsek yang pasti kalian anggap sudah gila itu. Tapi karena yang lain juga datang, sepertinya lebih baik," katanya membuka pembicaraan mereka.
"Aku butuh kerja sama kalian untuk menghentikan kenistaan ini," katanya langsung ke inti permasalahan.
Kelima juniornya saling berpandangan satu sama lain. Merek terdiam, mencoba mencerna apa yang baru saja dilontarkan cowok berwig blonde yang mengaku ketos sekaligus anak Kepsek sekolah X itu.
"Hey hey ladies, apa kalian butuh bantuan?"
Ditengah kesunyian labor biologi akibat semua cowok sibuk dengan pikirannya masing-masing. Tiba-tiba saja sebuah suara lembut yang mereka yakini milik cewek tulen datang dari balik jendela. Mengagetkan mereka berenam.
Mereka menoleh, dan ternyata benar. Seorang cewek tulen yang cukup cantik masuk dan menghampiri mereka dengan ekspresi mati-matian menahan tawa. setelah itu...
"Huuaahahahah hhaaa hahaha!" Cewek itu, Nemea sampai berlutut dan memegang perutnya, "Kalian... keren sumpah! I like it! Aku sampe ga bisa nahan tawa."
Shiittt....
...............
[Dion]
Enam cewek jadi-jadian dan satu cewek tulen berada dalam satu tempat bebas. Dion ngerasa risih nggak jelas dengan bra yang dari tadi melorot, padahal dia sudah make yang ukuran terkecil dari yang paling kecil.
Kekesalan Dion makin menjadi saat seorang cewek entah dari bumi belahan dada mana muncul dan menawarkan bantuan namun sejurus kemudian tertawa terbahak-bahak macam stiker syahrini yang ala-ala cacing kepanasan.
"Sudah ketawanya woy! Mau bantu nggak? Rada risih, nih, pake beha melorot sama cangcut ngepret aduhai!" celetuk Dion kesal.
Cewek itu berhenti ketawa. Memaksakan wajahnya untuk serius--walaupun dia masih nampak menahan tawanya--.
"Oke oke. Gampang! Demo aja!" jawab cewek itu.
"DARITADI JUGA EMANG MAU DEMO TAU!" Cowok yang diyakini, sangat diyakini bernama Dennis itu menyela dengan frustasi. Sebegini menyiksanya, kah, jadi cewek?
"Hola! Aduh cyin, daritadi eike nyariin sampe keliling-keliling nggak taunya nemplok di sini. Pantatmu keliatan, tuh, cyin!" tepat setelah itu makhluk jadi-jadian satunya datang, datang dengan membawa seorang gadis albino. Dion bergidik ngeri saat makhluk itu menghampiri Rama dengan tatapan nakal, meninggalkan gadis albino dengan tatapan yang aneh.
"Tolong abaikan dia dulu. Jadi, cuma demo?" Rhiga berusaha mengalihkan perhatian dan kembali berpusat kepada cewek antah berantah yang menawarkan bantuan itu.
"Ish! Yaudah, gampang! Tinggal begal aja pemilik sekolah ini!"
Serentak mereka melongo. Membegal? Pemilik sekolah?
"Good! Mari kita begal ayahku!" Dan Rhiga-lah yang nampak antusias. Pria itu segera melesat mendahului mereka. Entah kemana, tapi dugaan terkuat adalah untuk menghadap pemilik sekolah atau... Ayahnya?
..................
[Erza]
"Jadi... Begal aja nih ?" Tanya Erza sambil menatap Dion.
"Ya... Seperti itulah."
"Gue punya senjata di mobil, mau kuambilin ?" Tawar Erza.
"Wah beneran ?" Tanya Lem.
"Ga becanda... Yah beneran lah, lo liat keadaan juga dong ngasih pertanyaannya. Bego banget!" Omel Erza.
"Selow aja kali," ucap Namea sedikit menunduk saat Erza menatapnya dengan tatapan tajam.
"Udahlah... Lem, Ram, Dion Kalian ikut gue."
Lalu mereka semua akhirnya berjalan menuju ke lapangan parkir sekolah, Erza berjalan ke salah satu sedan putih yang sudah bisa disimpulkan kalau itu mobil Erza.
Saat membuka bagasi mobil, Lem tersenyum senang melihat beberapa senjata seperti; pistol, pisau lipat, tongkat baseball, stungun, pentungan, bahkan petasan dan bom molotov lengkap didalamnya.
"Gue tahu lo seneng main pisau," ucap Erza pelan sambil menyerahkan pisau lipat kesayangannya ke Lem yang menerimanya penuh suka cita.
"Si Rhiga gimana tuh ? Dia ilang tadi."
"Bentar dia kita panggil," Sahut Rama sambil memegang bom molotov.
"Za, lo pake senjata apa ?" Tanya Dion.
"Gue cukup tongkat baseball aja," Sahut Erza pendek.
"Kita beneran bakalan begal kepsek nih ?"
"Kagak... Kita begal nenek-nenek yang udah seharusnya masuk panti jompo," sahut Erza sarkastik.
"Bicara sama lo itu selalu bikin emosi naik," Keluh Ram.
"Kalian aja yang pertanyaannya bego semua," celetuk Lem.
......................
[Lem]
'Tolol, aku lebih suka senjata panjang yang keras.' Jangan ambigu saat membacanya kawan....
"Ngomong-ngomong, begal itu apa?" tanya Lem pelan. Dirinya yang masih dicap "perempuan" benar-benar bingung dengan apa yang akan para remaja dungu ini lakukan. Tapi Lem tidak terlalu memikirkannya, ia hanya menatap mereka bicara dengan nada yang tinggi.
Lem menyipitkan matanya. Pertama, sekolah ini menyebalkan. Kedua, peraturannya juga menyebalkan. Ketiga, tidak banyak binatang di sekolah itu. Keempat, menu di kantin sekolah tidak ada yang full daging. Keenam, laki-laki di sekolah itu selalu mencolek pipinya (dan mereka berakhir dengan kepala yang berdarah-darah di dalam toilet). Ketujuh...
Lem merasa ia yang paling bodoh di antara mereka. Ia hanya menunggu kapan darah mulai keluar.
"Bego...." Bisiknya, tanpa menghiraukan orang lain yang lewat menatap aura gelapnya sambil menggigil.
..............................
[Rama]
"Ah aku memilih Molotov saja," ucap Rama lalu mengambil kantong berisikan bom molotov. Tanpa Rama sadari saat ia membungkuk, roknya sedikit tersingkap yang membuat Lohan terpesona.
"Okeh semua sudah memegang senjatanya masing-masing," ucap Erza. Yang dibalas anggukan oleh ke-enam cowok yang katanya cewek itu bersamaan.
"Eh cyiin, eike juga mau dongse. Gini-gini juga eike kan bisa mukul orang, nih buktinya." Lohan lalu memukuli Rama dengan sangat lembut, dan penuh perasaan.
"BANCI! MENJAUH DARI GUE!," sungut Rama kearah wajah Lohan.
"Eh cyiin makasi ya kuahnya, manis deh." Lohan mencolek beberapa titik sisa cipratan air yang keluar dari mulut Rama dan mencicipinya.
"Sudah, sekarang waktunya kita beraksi. Lo Banci, bawa pentungan ini," ucap Erza menengahi.
.................................
[Nemea]
Nemea menggigit bibir bawahnya, bukannya takut dengan kerusuhan yang akan dibuat para cewek KW itu, tapi karena menahan tawa sekuat perutnya.
Lohan menjadi perhatian utama Nemea, cowok KW super omnivora itu benar-benar lain daripada yang lain.
Cowok lain memang lumayan ganteng menurutnya, tapi tidak ada yang mampu menarik pandangannya seperti Lohan.
"Hey cyin," Nemea meniru logat Lohan, "Senjatamu besar seperti bodymu nggak?"
Ucapan Nemea otomatis menjadi penarik perhatian cowok-cowok yang lain, mereka yang sudah siap melabrak kepsek menjadi terpaku. Bahkan si cewek lain, Abbie, langsung melotot.
"Uh, emm... Nemea, kamu masih normal kan?" tanya Abbie.
"Maksudmu?" Nemea memasang wajah polos. Lohan melongo.
"Jangan pikirkan," Abbie memalingkan muka. Nemea mengangguk.
"Oke, kita lanjutkan rencana kita kalo begitu," ajak Erza. Yang lain mengangguk, Nemea menempel di bahu Lohan dengan posisi menggoda.
"Lohan~" Nemea berbisik mesra dan mencolek pipi tembem cowok itu
...............
[Abigail]
Sebenarnya Abigail tidak mengerti akar permasalahan dari ini semua. Tapi dilihat dari keadaannya, Abigail merasa malu dan marah pada diri sendiri karena telah tertipu oleh penampilan para gadis-gadis cantik di hadapannya. Apalagi ketika ia diajak untuk berjalan bersama rombongan menuju mobil di parkiran sekolah. Abigail benar-benar kaget melihat isi bagasinya. Pemilik mobil ini, Erza, dia berniat sekolah atau tawuran? Tapi yang jelas, Abigail tidak akan menjadi salah satu dari mereka.
Bahkan ketika dia berpikir bahwa dia Nemea, perempuan tulen selain dirinya, adalah waras, Abigail merasa tertipu untuk kesekian kalinya. Nemea menggoda, Si Lekong. Diulangi, menggoda Si Lekong! Hal itu membuat Abigail mengernyit dengan mata yang melotot ke arah Nemea.
"Um ... Nemea, kamu masih normal kan?" tanyanya.
"Maksudmu?" Nemea balik bertanya dengan tampang polos.
Abigail memalingkan muka, "jangan dipikirkan," ujarnya yang dibalas anggukan Nemea.
Setelah itu, Erza kembali memimpin untuk membuat rencana. Walau sebenarnya, Abigail diam-diam menekan tombol shutter kameranya untuk mengabadikan peristiwa di hadapannya. Kapan lagi dia melihat kumpulan crossdresser bersama seorang gadis, yang sepertinya punya selera di luar akal sehat, merencanakan pembegalan terhadap penguasa sebuah sekolah, kepala sekolah mereka sendiri.
"Hmm ...," Abigail bergumam. Dia mengangkat tangannya. "Bolehkah aku bertanya?"
"Apa itu?" lelaki terimut di antara semuanya, Lem, merespon pertanyaan Abigail, atau yang biasa disapa Abbie di rumah.
"Bolehkah aku mengikutsertakan foto-foto yang kuambil di lomba foto cosplay internasional? Hadiahnya lumayan kalau kalian memang benar-benar berniat menekuni hal ini," ujar Abigail polos.
"TIDAK BOLEH! HARAM HUKUMNYA!" seru para lelaki cantik tersebut, Abigail memanyunkan bibirnya tanda kecewa.
"Bagaimana kalau aku memfoto pria dengan kepala yang tertancap kapak di sisi mobil kalian? Itu terlihat sangat nyata," Abigail mengangkat kameranya. "Bolehkan?"
"Pria dengan kapak di kepala?" Lohan menoleh ke arah yang ditunjukkan Abigail. Begitu pula yang lain.
"Sial. Siapa yang membunuh kepala sekolah di sini? Suaranya pun tidak terdengar!" Rama bergidik ngeri..
.........
[Rhiga]
Rhiga ketinggalan banyak momen saat ia memutuskan untuk meninggalkan para hode itu untuk menyusun rencananya. Begal ayahnya sendiri? Why not. Sebut dia gila, silahkan. Tapi ia memang akan melakukannya.
Tentu saja ia berniat membegal ayahnya dengan cara elit, dan pastinya bukan membunuhnya. Ia sama sekali tak puas dengan hanya membunuh ayahnya.
Ayahnya patut dipermalukan seumur hidup.
Ia mengambil laptopnya yang sejak tadi ia simpan di loker sekolah. Kemudian duduk di ruang OSIS. Membuka file dengan password super duper sulit ditembus. Supaya tak ada satupun orang yang bisa membukanya, kecuali dirinya.
"HEEEEKKKK???"
"Kemana file nista Ayah yang kukumpulin selama ini?" jeritnya syok. Wajahnya kontan memucat. Selain dirinya, mungkin yang bisa setara dengan dirinya soal hacker hanya satu orang.
"Hahahaha... kau pikir Ayah gak tau soal rencanamu?" Rhiga hanya bisa terpaku menatap sosok necis yang tau-tau sudah berdiri di belakangnya.
.
.
.
Ia memutuskan untuk kembali ke tempat parkir di mana mereka berkumpul. Rhiga sudah mencopot semua peralatan hodenya yang bikin gatal-gatal itu. Kembali menjadi sosok sang ketos yang bertangan dingin.
Ia hanya bisa menatap datar sesosok mayat yang bersandar di sebelah mobil si Erza. Sosok ayahnya yang berlumuran darah dengan kapak di kepalanya. Sementara kedelapan manusia yang mengelilingi TKP hanya menatapnya dengan wajah horor. Kecuali Lem yang terlihat kesal seolah merasa kalau dirinya telah keduluan.
"Siapa yang melakukan ini? Bukannya rencananya gak kayak gini?" Tanya Rhiga sedikit kesal. Semuanya menggeleng, tak ingin dituduh bersalah.
"Aisshh...Seharusnya kalian tunggu aku kalau mau kek gini caranya," katanya datar.
"Kan kamu sendiri yang bunuh ayahmu Rhi?" tanya Nemea menunjuk jaket abu-abu Rhiga yang penuh darah. Yang lain mengangguk setuju dengan wajah begidik ngeri.
Rhiga hanya menghela nafas panjang. "o..ya. Lupa. Seharusnya aku mencopot jaket ini dulu," Gumamnya dingin seraya mencopot jaket abu-abunya.
"Nah... sekarang jawab pertanyaanku. Kalian masih mau di sini setelah dengan semua kekacauan ini?" Tanyanya.
"MENDING KAMI KELUAR SEKARANG JUGA!" kata ketujuh manusia selain Abigail serempak. Sementara si cewek albino itu hanya senyum-senyum dengan kameranya.
"Sudah cukup dengan kewajiban jadi Hode gak jelas ini. Apalagi dengan keberadaan ketos psikopat kayak gini. Mending gua keluar. Persetan ama beasiswa," Upat Rama mencopot wignya. berniat meninggalkan lokasi itu segera.
Rhiga lagi-lagi menghela nafas panjang. "Sudah puas menghancurkan image dan mentertawakanku, Ayah?" katanya jongkok kepada sosok berlumuran darah yang tiba-tiba saja membuka matanya. Kontan semua orang selain Rhiga kaget dan jejeritan.
"Yo... Anak-anak," kata pria necis itu kemudian berdiri seraya mencopot kapak palsu yang menempel dikepalanya dan menyeka darah yang memenuhi wajahnya dengan wajah super santai ditengah wajah-wajah antara kaget dan jengkel disekitarnya.
"Jadi... gimana? Mau melepas kami?" Dengus Rhiga menatap ayahnya dengan tatapan sedingin es.
"Oke," Kata ayahnya mengangkat bahunya santai. "Mulai besok semua hode bisa kembali dengan seragam laki-laki kalian."
"Eh?" keenam Hode sontak menatap kepsek dengan wajah tak percaya. selain Lohan, semuanya tampak berharap kalau yang mereka dengar bukan mimpi.
"Tapi kenapa tiba-tiba, Pak?" Tanya Dennis yang sejak tadi hanya diam.
"Sebenarnya mulai besok aku akhirnya bisa mendapatkan siswa perempuan masuk ke sekolah ini sejumlah yang kumau. Makanya kegiatan ini kuhentikan," katanya sungguh santai.
"Lalu kenapa Bapak suruh kami jadi lekong gini? Bapak pingin menghancurkan image kami?" protes Erza yang sejak tadi sudah berusaha menahan diri agar tidak menggebuk kepsek sinting ini.
Bertentangan dengan Erza yang emosi, Ayahnya Rhiga malah tertawa kecil. "Tapi aku penasaran dengan laki-laki berwajah kelewat cantik yang terdaftar di sini. Aku ingin memastikan kalau mereka normal dan tidak menimpang dari jalurnya. Dan aku sudah memutuskan sesuatu," katanya kemudian dengan wajah kalem. "Selain Lohan, kalian tetap disini.Tentu saja kalian boleh kembali berseragam normal." kemudian menyerahkan sebuah surat ke masing-masing anak.
"Trus aku gimana Pak?" tanya Lohan masih setengah tak mengerti. Tapi dari raut wajahnya terpancar aura takut untuk keluar dari sekolah ini.
"Tentu saja kamu keluar, Lohan. Surat keluarmu sudah ku kirim ke rumahmu. Aku tak bisa menerima lekong yang bisa bikin malu sekolah," katanya kalem.
Semua cowok selain Lohan bersorak gembira. Apalagi Rama yang tadi sudah dinistakan Lohan. Mereka gembira karena mendapatkan kembali harga diri mereka, sekaligus dengan terdepaknya cowok lekong itu, mereka tak perlu lagi dikejar teror cowok itu. Tapi sebaliknya sebagai satu-satunya cewek disekolah, Nemea agak kecewa dengan keputusan itu. Sementara buat Lohan, dia sudah nangis kejer sampai berguling-guling. Dan Abigail masih dengan asik potret sana-potret sini.
"Trus, bagaimana denganku Ayah?" Dengus Rhiga melirik ayahnya tajam. "Bagaimana Ayah akan mengembalikan harga diriku setelah semua ini?" Tuntut cowok pirang itu keki.
Ayahnya malah tertawa terbahak-bahak melihat wajah imut anaknya yang ngambek luar biasa. "Biarkan saja. Toh Ayah sangat puas dengan aksimu. Kau emang lebih cocok jadi cewek. Tapi melihatmu yang sepertinya berbakat jadi psikopat, ayah musti hati-hati nih" Katanya kemudian melirik Abigail. "Ntar hasil fotonya bagi ama Om ya," katanya seraya menepuk pundak gadis albino itu.
"Oke Om," katanya mengacungkan jempol.
"AYAAAAHHH!!!" Teriak Rhiga protes.
"Hahahaha...." Ayah Rhiga tak berhenti-berhentinya tertawa. Meninggalkan anaknya yang misuh-misuh, Lohan yang masih mewek, dan anak-anak lain yang hanya bisa menggeleng-geleng melihat kepsek mereka yang absurd itu. Sepertinya masa SMA mereka akan penuh dengan kebijakan sinting nan absurd dari Kepala Sekolah SMA X.
...............T H E E N D...............
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top