18. 🎤Shimpony buatan KITA💞

'Bukan tentang MEWAHnya,
atau
tentang BESARANnya.
Tapi ini adalah tentang
CARAMU MEMBAHAGIAKANKU.
Aku HARGAI,
dan
Aku BERSYUKUR
atas semua ini'

~Damithara Hanin Atmoko~

Semua sudah sesuai. Baik tempat acara, pasokan pangan, hingga perangkat pendukung sudah siap, untuk menyokong hari H yang tinggal dua belas hari lagi.

Sejumlah undangan sudah beredar. Tunggu-tunggu ini masih ada, satu, dua, tiga, dan yang ini tiga puluh empat buah. Berarti masih ada 184 undangan.

"Mas, ini kok masih bany..." kuhentikan kalimat, saat kulihat Mas Andra sedang asik mengunyah lumpia buatanku

"Kenapa, mau?. Sini, Mas suapin!" tawarnya padaku, aku menggeleng
"Ini, kamu buat sendiri, Nda?!"

"Hmmm.." kujawab dengan gumaman
"Besok-besok bikin stock yang banyak ya, biar tinggal goreng!"

"Iya, iya!. ih... malah ngomongin makanan. Ini undangan kok belum dianterin?"
"Oh.. itu tinggal buat orang-orang di Batalyon!" jelasnya

Alhamdulillah..., aku kira masih banyak yang telewat😅

Setelah peperangan Mas Andra selesai, dan berakhir dengan ludesnya lumpia, maka lenyap pula kecerian diwajahnya.

"Ehemm.. kamu ngundang dia, Nda?" tanyanya dengan nada serius
"Ngundang siapa?" aku bingung dengan pertanyaannya

Tak ada jawaban darinya. Hanya tatapan tajam dan menyelidik yang ia berikan

"Dia itu siapa sih, Mas?!" kali ini aku juga lebih serius melihat kearahnya
"Mantanmu lah!" ucapnya sedatar mungkin

"Mantanku yang mana?, Fahri nggak mungkin aku undang!, wong.. dimana dia aja aku nggak tau. Leon, lebih nggak mungkin lagi aku undang!, Kan kemarin ngejawab telepon nya aja, bareng sama Mas!" aku mencoba menjelaskan, sedangkan dia mulai mengalihkan perhatiannya

Aku memang tak banyak memiliki mantan. Saat SMA, aku dekat dengan Fahri. Namun ia lebih memilih sahabatku Namirah.

Lalu selanjutnya, aku mengenal Leon. Dialah yang membuat duniaku menjadi campur aduk dan jungkir balik.

Semuanya sudah kuceritakan pada Mas Andra, begitu pula sebaliknya. Jika dia tetiba seperti ini, lantas apa namanya?!

Oalah jadi ini toh, cemburu nya seorang Arganindra Mahameru...!
Lucu, persis anak SMA yang ngeliat gebetannya jalan sama kakak kelas
(Hayo... siapa yang pernah ngalamin kayak gini?, tunjuk tangan!☝)

"Katanya nggak ngundang!. Tapi undangan buat dia, ada di almari pajangan ruang tamu!"
rajuknya ditambah cibiran ketus, sesaat setelah mencuci tangannya di pantry

Penasaran dengan ucapnya. Aku melangkah menuju benda yang dimaksud. Memang benar ada undangan milik kami, yang tentu saja tertuju untuk seseorang, tersimpan di sana.

✉🗞📜✉🗞📜✉🗞📜

"Bwahaahahaa..." Aku tertawa dengan kencangnya. Hingga membuat Mama, Biya, serta Mas Andra, mendatangiku.

"Ada apa Mbak!" tanya Mama dan Biya, bersamaan. Sedangkan Mas Andra, hanya tatapan menelisik.

Dan tiba-tiba saja, radar keusilanku menampakkan frekuensinya

"Mam, kenapa undangannya masih di sini?!. Harusnya kan, ini udah sampe ke tangan penerimanya. Orang ini harus dateng dan jadi saksi kebahagiaan kita!" ujarku dengan mimik wajah yang kubuat penuh harap

Mama dan Biya, kebingungan dengan kalimatku. Sementara Mas Andra, yesss... wajahnya langsung pias.
Kena kau, Mas.. hahaha...!😜✌

Saat kulihat ia akan berlalu meninggalkan kami, aku menyuruh Biya untuk membaca dengan lantang pada bagian nama yang bersangkutan.

"Undangan pernikahan, ditujukan kepada Bapak LEO HARYADI, selaku Ketua DKM Masjid Al Baraqah"

Mas Andra yang baru tersadar dari keterkejutannya, terlihat salah tingkah. Mau sok-sokan cool, udah telat lah... wong di depannya Mama...

Terlihat raut bahagia di wajah Mama. Saat aku tertawa dengan puas.

"Terima kasih, Mas... sudah bisa buat permatanya Mama, bersinar lagi!" ucap Mama sambil menepuk pundak Mas Andra, saat berlalu meninggalkan kami.

"Aduh Kakak-kakak berdua yang akur dong, kan mau nikah!. Nanti....."
Ucapan Biya terhenti saat 'Stray Kids' menyenandungkan 'Mirroh', penanda panggilan masuk di ponselnya.

"Wa'alaikumussalam!. Masih di bengkel. APA?.. nggak usah Mas, nanti dianterin sama orang bengkel. NO! berani nyentuh mereka, Biya obrak-abrik galery nya Mas!. Assalamu'alaikum." tutup nya dengan nada bersungut-sungut dan salam menghentak

Wajah adikku menjadi merah padam. Pasti saat ini dia sedang menahan amarah, karena ada yang ingin menyentuh koleksi kramatnya.

Terkadang aku juga bingung, bagaimana mereka bisa bertahan bertahun-tahun dengan ritme hubungan yang tak tentu arah.

"Kenapa Adek?" tanya Mas Andra
"Biasa. Cowoknya gatel pengen beresin harta Karun di mobilnya!"

"Jelasin dong, Nda. Mas, penasaran nih!" ujarnya sambil menarikku menuju taman samping


Mas Andra mendudukkan dirinya, pada bangku kayu. Sementara aku memilih bangku beton putih, dan menyender pada kaca pembatas.

"Tau pacarnya adek, kan?!" Mas Andra mengangguk

"Intinya mereka kayak 'Tom & Jarry'!. Saling nyari, saling sayang, sering berantem, tapi nggak bakal bisa pisah!"
[Penasaran sama kisah Biya, baca
KPop(ers) vs ANTI(nge-FANS)]

"Kalo kita kayak apa, Nda?!"
"Haahh... maksudnya, Mas?!" kali ini aku benar-benar tak mengerti dengan pertanyaan absurd-nya

"Andaikata, diibaratkan sesuatu, kita seperti apa?" tanyanya dengan nada setengah kesal, namun menggemaskan.

"Apa ya... Mickey sama Mini, Donal sama Desi, SailorMoon sama Taksido Bertopeng, atau Nobita sama Sesuka?"
"Hahaha... Kok kartunnya jaman kita kecil semua, Nda!"

Entah mengapa melihatnya tertawa lepas, menelusupkan rasa tersendiri dalam relungku.
Yaa Allah... Inikah bahagia yang sesungguhnya...

"Abisnya.. kalo kartun jaman sekarang udah pake label teredukasi. Jadi ya nggak ada ceritanya Pororo atau Tayo pacaran!" sanggahku

"Iya ya, berarti anak-anak kita nanti tontonannya udah beda lagi ya!?" tuturnya sambil menerawang
"Ehmmm... Akadnya dulu pikirin! baru selanjutnya anak!" cibirku pada Mas Andra

"Pasti itu!" jawabnya mantap, sambil membuat raut jenaka

📝

Sebenarnya ini adalah obrolan santai kami, setelah melewati halang rintang.
Hihihi... Aku menyebutnya seperti itu, untuk menyemangati diriku sendiri.

Jujur aku akui, prosesnya tak semudah ketika menikah dengan orang sipil. Dalam arti kata bukan pengabdi negara, seperti TNI maupun POLRI.

Kukira saat Mas Andra menyampaikan bahwa, ia sudah melengkapi surat permohonan izin nikah, yang deketahui oleh Batalyon nya, maka selesai.

Nyatanya belum!.

Memang sebagian besar sudah disiapkan tanpa sepengetahuanku, seperti :
- Surat Kesanggupan Calon Istri, bermaterai 6000
-Surat Persetujuan Orang Tua
-Surat Keterangan Belum Menikah
-Surat Domisili, dan berbagai macam surat yang diperlukan.
(Ada 'Surat sampul D', yang ditujukan ke kesatuan maupun jajaran militer wilayah setempat. N1, N2, N4, SKCK, Ijazah, Akte, Fotocopy KTP.)

Namun tetap saja, harus aku dan Mas Andra yang turun tangan sendiri

Lalu perburuan selanjutnya adalah Studio Foto. Yap... Foto berdua, Mas Andra menggunakan PDH (Pakaian Dinas Harian), sementara aku memakai seragam Persit (Persatuan Istri Prajurit) hijau pupus tanpa lencana.

12 lembar ukuran 6x9, untuk pas foto kami berdua. 5 lembar ukuran 4x6, untuk fotoku sendiri.

Masalah surat-surat terselesaikan sudah. Kemudian dilanjutkan dengan Litsus (Penelitian Khusus), dimana pemahamanku tentang bidang pendidikan, kewarganegaraan, juga tentang organisasi terlarang di NKRI atau paham-paham radikal, dipertanyakan dan diuji.

Keesokan harinya, aku diantar Mas Andra menjalani Rikes (Pemeriksaan Kesehatan) secara menyeluruh mulai dari kesehatan jantung, urin, cek darah, rontgen dada, dll. Termasuk tanya jawab seputar keperawanan.

Esoknya lagi menuju Disbintal (Dinas Pembinaan Mental), untuk mengikuti Bintal (Pembinaanan Mental). Disini aku dan Mas Andra dipersilakan menjawab soal kepribadian masing-masing hingga diuji pengetahuan agama. Lalu diberi wejangan atau nasihat dalam mengarungi bahtera rumah tangga.

Dua hari yang lalu, Mas Andra menjemputku saat jam makan siang.

Mas.Andra_nyaMitha > Me
11:53
"Nda, Mas udah di parkiran!"

Sudah sampai rupanya. Untung aku sudah selesai mengganti pakaian.

Me > Mas.Andra_nyaMitha
11:55
"Siap, Mas!"
"Aku turun!"

Pakaian sudah rapih. Tas hitam tanpa corak sedikitpun. Wedges hitam dove bertumit 5cm.

"Mbak! hasil meeting nanti langsung kirim email saja, ya!" pintaku pada Mbak Asih
"Baik Bu!. Semua team sudah siap dengan presentasinya masing-masing!." ujarnya

"Sampaikan ke semua team, sukses untuk presentasi hari ini. Saya tinggal ya!"
"Hati-hati Bu!" pesannya padaku.

Berkali-kali kulihat jam yang melingkar ditanganku, rasanya lama sekali turun dari lantai 3 menuju area parkir.

Tampak mobil dinas Mas Andra, menghampiriku.

"Maaf Mas, nunggu lama!" ucapku sesaat setelah masuk ke dalam mobil
"Dimaafkan!. Kamu kenapa, Nda?"

"Nggak pa-pa!. Emang ada yang aneh ya, dari aku?" tanyaku penasaran. Mas Andra mengangguk.

Kuambil kaca rias kecil yang selalu tersimpan dalam tas. Tak ada yang salah dengan wajahku.

"Hehehe... Nggak usah tegang, Nda!. Komandanku nggak makan orang, nyonyanya juga nggak nerkam calon anggota, kok!" ujarnya dengan sumringah.

Bagaimana tidak tegang, jika yang akan kami temui adalah pejabat kesatuannya.

Mobil ini sedang melaju ke Batalyon Mas Andra, untuk menemui Komandan beserta Ibu di kediaman mereka.

Terbayang kekakuan dan ketegasan mereka. Namum terbantahkan, saat aku sudah berbincang dengannya.

Mbak Intan atau nyonya Intan Faris Akbar alias ibu Danyon (Komandan Batalyon), yang sempat kukenal sekilas di acara lamaran kami, tak semenyeramkan seperti dugaanku. Pribadinya hangat cenderung mengayomi.

Begitupun dengan yang lainnya. Meski ada juga yang bersikap sok berwibawa (Tak akan kubeberkan siapa saja mereka. Karena aku juga harus menjaga nama baik Mas Andra), bukan menjadi masalah buatku.

⛲⛲⛲⛲⛲⛲⛲⛲⛲

"Tha... Mitha!" aku tersadar saat merasakan guncangan pada bahuku
"Loh, Sya... kamu udah di sini?"
"Ehmm.. dari tadi Tha!. Kamunya malah ngelamun!" protes Arisya yang kutanggapi dengan senyuman

Aku berada di taman rumah!?. Bagaimana bisa aku di sini, dan bersama Arisya?!.
Aku benar-benar bingung.

Astaghfirullah hal'azim... dari tadi kan, emang aku di rumah!
Hanya saja pikiranku yang tengah berkelana. Lalu di mana lelakiku...

"Cari siapa, heummm..?"
Mas Andra mengagetkanku saat aku terlihat celingukan
"Kamu kenapa, Nda?" selidiknya dengan nada khawatir

Aku hanya menggeleng kepala, lalu memberikan senyum padanya

"Urusan KUA, gimana Ga?" tanya Bang Zain pada Mas Andra
"Alhamdulillah, udah rampung (selesai) semuanya!. Besok, dari KUA ngabarin kita, buat ngasi nama orang yang jadi penghulunya!". jelas Mas Andra

"Bismillah... Semoga lancar sampai H, dan untuk seterusnya"
"Aamiin..." jawab kami bersamaan, atas do'a Bang Zain

"Percayalah, kamu dan aku, akan menjadi kita!" ucapnya dengan pelafalan jelas, namun tanpa bersuara. Lalu tersenyum tulus padaku

Entah mengapa melihat senyumnya saja, menjadi oase tersendiri bagi jiwaku.

*Aku yang dulu takut untuk menerimanya, kini justru bergantung padanya.

*Aku yang dulu enggan melihatnya, kini justru selalu menatapnya.

*Dan... aku yang dulu tak pernah berani mempercayainya, kini justru melangkah bersamanya

Ku cuma melihat kurangnya dirimu
Ku tak menilai apa lebihmu
Beruntung ada yang ingatkanku
Tuhan jagalah dia untukku

Hati mana yang selembut hatimu
Hati mana yang semenerima itu
Beruntung ada yang ingatkanku
Sehebat itu cintamu padaku

Jika aku pernah salah
Jangan lalu engkau kalah
Dan jangan kau lelah
Pertahanankan kita

Tuntun aku bersamamu
Jangan lihat masa lalu
Masa depan kita
Hanya ada aku kamu dan kita

🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

Holla... Hallo... Yuhuuu...
Bagaimana kabar kalian, Friends?

Gimana kesan kalian untuk episode/chapter/part ini?🤔

Terima kasih buat kalian yang sudah, masih, dan akan selalu setia sampai akhir nanti 🙏😘

Jangan lupa tinggalkan jejak baik berupa BINTANG/VOTE maupun KOMEN!!!

Pc : ¹0-¹9 September 2019
Published -> 20.09.19 19:50

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top