Bab: 9
Jatuh-bangun proses hidup akan dicap indah jika hasilnya sesuai dengan ekspektasi. Sebaliknya jika melenceng, paling akan dikeluhkan secara brutal.
***
Paginya, Medina bangun lebih awal. Belum genap pukul setengah lima pagi, gadis itu sudah selesai mandi dan membangunkan Kiana guna izin meminjam baju.
Setengah mengantuk, Kiana hanya sekedar menunjuk lemari pakaiannya.
Setengah jam kemudian, Medina kembali membangunkan Kiana.
"Ki, gue pinjem baju yang ini ya."
Terpaksa bangun, Kiana mengucek kedua matanya dan merenggangkan otot-otot badannya. Begitu membuka mata, ia kaget melihat Medina yang sudah rapi memakai pakaian miliknya.
"Hari ini gue mau jalan sama Randi." Ujarnya sambil nyengir.
Kiana sontak terduduk. "Lo serius? Gue kira lo bakal nemenin gue seharian."
"Tadinya sih gitu. Tapi karena lo mau fokus ngejar deadline nulis, yaudah gue gak mau ganggu."
Kiana geleng-geleng kepala melihat kelakuan sahabatnya.
"Anterin gue ke bawah yuk. Bentar lagi cowok gue dateng."
Mau tak mau Kiana ikut turun sebab dia yang kebagian memegang kunci kos. Tapi masalahnya ini terlalu pagi untuk berkencan! Apalagi ini hari senin.
Kiana tak peduli dengan muka bantalnya.
Tak lama setelah mereka turun, Randi datang.
"Pergi dulu ya, Ki. Gak lama kok. Nanti gue balik lagi." Ujar Medina lantas berlari kecil menyusul pacarnya.
"Ki, gak ikut? Masih muat nih di depan." Canda Randi. Medina yang baru selesai memasang helmnya, sontak memukul lengan lelaki itu sekilas.
"Bye, Kia!"
Setelah mereka benar-benar pergi, Kiana kembali masuk ke kamar kosnya.
Hari ini ia sedang malas mandi. Kiana langsung duduk di hadapan meja laptop dan berkutat dengan benda itu.
Ngomong-ngomong, ada satu part favorit Kiana di diary itu. Masih berkutat di tahun 2020 saat musibah covid.
31 Desember 2020
Dear Kitty.
Ternyata covid ini gak sepenuhnya musibah. Sekarang aku sudah sembuh. Karena penyakit ini, aku bisa liat ada laki-laki yang rela dateng jauh-jauh demiku.
Btw, cerita ini mungkin udah berminggu-minggu yang lalu. Tapi sampai sekarang moment itu masih jelas diingatanku.
Hari itu aku ketahuan tinggal serumah dengannya oleh tetangga. Mungkin karena dia bolak-balik keluar rumah untuk ngambilin go-food atau paketan lainnya.
Harusnya ini momment memalukan. Bahkan masalah ini sampai dilapor ke keluargaku. Mereka panik, dan maksa untuk datang. Aku paham, keluargaku khawatir. Gatau gimana caranya, padahal jalur transportasi lagi dibatasi. Gak lama, Mama Papa langsung dateng.
Kupikir Papa bakal marahin dia, tapi ternyata semua diluar dugaanku.
Aku tau dia lagi panik. Jujur, kami sama sekali gak melakukan hal aneh. Boro-boro mau melakukan perbuatan mesum, sekedar bangun untuk ke toilet aja aku masih sempoyongan.
Papa minta waktu untuk ngomong berdua sama dia.
Tapi jujur, aku speechless sama jawaban Papa di depan warga.
Singkat cerita, Papa bilang. "Saya minta maaf atas kelalaian menjaga kedekatan putri kami dengan calon suaminya."
Calon suami?
Entah apa yang dia omongin ke Papa sampai Papa bisa sepercaya dan seluluh itu sama dia.
Fyi, cerita ini kayaknya bakal jadi penutup terbahagia di tahun ini.
Kiana sering mengulang-ulang bacaan di diary itu. Tak jarang dia iri dengan kesempurnaan hidup dari tokoh perempuan alias si penulis diary.
Hidup berkecukupan, didukung penuh meraih cita-cita, bahkan juga dicintai oleh pasangannya.
Fase jatuh-bangun itu pasti ada. Tapi khusus untuk mbak pemilik diary ini, jatuh-bangunnya indah ya.
Berbanding terbalik dengan hidup Kiana. Semenjak memutuskan untuk mandiri dan tinggal di kosan, ia sama sekali tak menerima uang bulanan dari keluarganya. Cita-citanya menjadi penulis tak didukung penuh oleh keluarga. Keluarga besar Papa dan Mamanya bahkan memandangnya sebagai remaja yang membuang-buang waktu. Perihal pasangan, hingga sekarang Kiana bahkan tak memilikinya.
Kiana sendiri yang meminta untuk tidak dibiayai lagi oleh orang tuanya. Ia ingin mandiri dan memulai semuanya sendirian. Keputusan ini tak ditentang oleh orang tuanya sebab saat itu Papanya di PHK dan mati-matian mencari uang untuk biaya pendidikan kakak dan adik laki-lakinya.
Hingga saat ini, Kiana rasanya sungkan mengunjungi rumah orang tuanya tanpa membawa buah tangan dan sedikit uang. Padahal orang tuanya tak menuntut itu. Tapi entahlah, Kiana tak bisa datang dengan tangan kosong begitu saja ke rumah orang tuanya.
Rasa rindu keluarga itu pasti ada. Tapi ia tetap mencoba fokus pada tujuannya. Meski jatuh-bangun proses hidupnya sebrutal itu.
***
Hari ini sepertinya ia hanya bisa menulis satu bab saja. Kebetulan saat ini ia sedang datang bulan pertama, jadi rasanya nyeri perutnya tak bisa diajak produktif.
Yang ia lakukan hanya rebahan, berkutat dengan laman Instagram seharian sambil menunggu Medina pulang.
Sialan gadis itu. Katanya hanya sebentar. Nyatanya hingga pukul tiga sore ia belum juga kembali.
Merasa bosan, Kiana memejamkan matanya, beralih untuk tidur saja.
Ia tersentak bangun kala mendengar suara ketukan pintu. Dengan pandangan yang masih berkunang-kunang, ia bangkit dan membukakan pintu.
Di luar sana Medina nyengir padanya. "Sorry ya, mainnya kebablasan sampai sore."
Kiana menguap dan beralih menatap jam dinding. Ternyata sekarang sudah pukul lima lewat.
"Tenang, gue bawain jajan kok." Medina mendorongnya untuk segera masuk dan menutup pintu.
Begitu keduanya duduk, Medina langsung membuka bungkusan yang ia bawa.
"Gue tau lo pasti bete ditinggal seharian. Gue bawain ini."
Ternyata gadis itu membawakannya kue viral cromboloni.
"Seneng kan? Harus seneng dong. Bentar lagi gue balik nih."
Kiana lagi-lagi hanya menguap.
Medina sontak melemparnya dengan bantal. "Gak sopan lo! Orang lagi ngomong juga."
"Gue lagi gak mood banget hari ini, Me." Kiana menggulingkan badannya hingga sukses rebahan sambil mengenakan bantal yang tadinya dilempar Medina.
"Ah, cancel aja badmood nya besok. Hari ini gue mau cerita."
"Apaan?" Jawab Kiana malas-malasan.
"Tentang temen-temen kita."
"Hmm?"
"Katanya dalam waktu dekat ini mereka ngajak liburan, sekalian ngerayain akhir tahun."
"Skip! Gue gak bisa ikutan." Jawab Kiana to the point.
"Nah, gini nih. Gini terus. Ayolah, Ki. Sesekali kita have fun bareng. Kapan lagi coba kita liburan bareng. Ntar kalau gue atau Dania nikah, belum tentu kita bisa ngabisin waktu bareng lagi."
Baru saja Kiana ingin membantah, ponsel Medina berbunyi. Gadis itu langsung menerima panggilan masuk di ponselnya.
Hanya berlangsung beberapa detik, panggilan itu dimatikan olehnya.
"Nyokap udah nyuruh balik. Thanks ya, Ki. Kapan-kapan gue balikin baju lo."
Gadis itu sibuk memesan gojek. Tak lama, ia beralih mengemas barang-barangnya.
"Bye-bye, Ki! Gue tunggu lo nginep di rumah gue." Ujar gadis itu sambil menutup pintu. Kiana yang merasa lemas hanya bisa mengangguk sekilas.
***
TBC!
Yuk follow akunku
Ig @natasya.ylr
Tiktok @natasya_naa
See you next part 👋🏻
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top