Bab: 60
Asam-garamnya kehidupan memang dihajar sebrutal ini ya? Curiga ntar endingnya kemanisan.
***
Orang-orang di sekitarnya sudah memutuskan pilihan penting untuk memulai hidup yang baru. Bodoh jika Kiana hanya tetap diam di rumah sambil meratapi kepergian orang-orang terdekatnya.
Tak ada pilihan lain. Kiana juga harus berani mengambil resiko!
Hasil penjualan buku dari self publishing bulan ini sebenarnya belum menutupi jumlah modal yang ia keluarkan. Tapi Kiana sudah memutuskan untuk kembali menerbitkan buku keempatnya yang berjudul Tabir. Self publishing adalah jalan ninjanya sebab sudah menyerah untuk menunggu pinangan terbit dari Mayor.
Terbesit di benaknya untuk menjual bukunya secara bundling. Bayar satu dapat dua. Lalu Kiana juga berniat untuk memberikan merchandise yang menarik agar pembacanya tidak ragu untuk membeli bukunya.
Daya tarik sebuah novel, selain dari isi ceritanya yang menarik, cover juga sebenarnya penilaian nomor satu. Terlebih jika novel didesain dengan hard cover, itu lebih terkesan mahal, dan Kiana akan merancang hal ini untuk novel terbarunya nanti.
Tak ada yang tau jika Kiana mati-matian mengeluarkan uangnya dalam jumlah banyak untuk mencetak beberapa novel agar nantinya bisa dijual.
Jika Mamanya tau, beliau pasti tak akan mengizinkan hal ini meski uang itu sepenuhnya milik Kiana. Beliau takut jika nantinya Kiana gagal menjual buku-bukunya, lantas malah menumpuk begitu saja tanpa mendapatkan hasil apa-apa.
Tapi Kiana tak peduli. Persetan dengan kegagalan! Kiana tak takut gagal lagi kali ini. Kegagalan terbesarnya adalah tak berhasil terbit di penerbit impiannya! Dan hal itu tak serta merta membuat semangatnya padam begitu saja. Akan Kiana tunjukkan jika ia juga akan bisa berhasil meski terbit secara self publishing!
Novelnya yang berjudul Tabir itu berkisah tentang seorang perempuan yang hadir di tengah-tengah kisah cinta sahabatnya. Kiana punya ide untuk merchindsenya nanti. Sebuah pop up card yang jika nantinya dibuka akan menampilkan seorang perempuan yang terikat dengan sepasang kekasih.
Idenya menarik, tapi cukup rumit! Akan sulit untuk memesan benda itu terlebih dalam waktu singkat.
Oke! Kiana kembali mendapatkan ide. Perihal pop up card sebagai merchindse, anggap saja gagal karena sulit untuk didapatkan. Kiana akan menggunakan konsep itu sebagai cover bukunya nanti!
***
Pesanan novelnya akhirnya tiba. Kiana sengaja mencetak satu eksemplar buku yang tak ia publish dan tidak diperjualbelikan. Itu adalah karya barunya yang telah selesai ia tulis dalam waktu kurang dari sebulan. Sebuah pencapaian barunya dalam dunia kepenulisan.
Banyak hal yang membuat Kiana enggan memublikasikan karya terakhirnya itu. Entah ini adalah karya terakhir, Kiana tak janji. Siapa tahu di tahun-tahun berikutnya Kiana punya banyak waktu senggang dan ada ide untuk membuat cerita yang baru lagi.
Namun yang pasti, cerita berjudul 'Hilang, Jangan dicari' ini hanya untuk konsumsi pribadi saja.
Kiana mengembuskan napas pasrah. Dari sekian banyak buku yang Kiana tulis hingga ending, semuanya berakhir sad. Tidak termasuk project menulisnya kala itu. Itu bukan karyanya, melainkan karya milik orang lain. Tapi untuk karya terbarunya ini, Kiana menyisipkan happy ending di sana.
Terdiri dari tiga puluh lima bab ditambah part ending, Kiana sukses dibuat gagal move on dengan tokoh utama pria ciptaannya sendiri!
Ditulis ketika sedang merasakan jatuh cinta lalu tiba-tiba merasa patah hati tak membuat Kiana goyah untuk konsisten menciptakan karakter pria yang green flag no counter!
Jika novel Tabir nanti selesai dicetak, maka resmilah Kiana menjadi penulis dengan empat karya terbit. Masih sedikit. Tapi It's okey. Tak ada karya nganggur yang belum terbit lagi di platform onlinenya. Hal itu sudah membuat Kiana puas, dan akan fokus untuk menjual novel-novelnya saja.
Ketukan pintu kamarnya membuat isi lamunan di kepala Kiana goyah. Kiana lantas beralih untuk membuka pintu kamarnya yang sengaja ia kunci sebab sedang butuh ketenangan.
Sang Mama kini sedang berdiri di depan kamarnya.
"Masih ada sisa makanan Fauna gak di kamar kamu?" Tanya sang Mama. Kiana menoleh ke dalam kamar dan mendapati benda yang ia cari tepat di bawah meja hias.
"Masih, Ma. Untuk siapa?"
"Papa barusan bawa anak kucing baru. Warnanya belang. Bagusnya kita kasih nama apa ya?" Mamanya berujar excited lantas mengajak Kiana untuk melihat kucing baru itu.
"Papa bilang dia beberapa kali ketemu kucing ini di jalan pas mau berangkat sholat. Mustahil kalau ada yang punya tapi dibiarin berkeliaran. Trus hari ini Papa bawa pulang deh. Kalau namanya Flora aja gimana?"
Dahi Kiana mengernyit heran. "Emang ini cewek?"
Sang Mama lantas mengangkat kucing itu. Baik Kiana maupun Mamanya sama-sama tak paham bagaimana cara mengecek jenis kelamin kucing saat masih bayi.
"Tapi feeling Mama cewek deh." Ujar sang Mama.
"Semoga emang beneran cewek ya, Ma."
Sang Mama mengangguk lantas memeluk kucing itu penuh sayang. Kiana tersenyum melihatnya. Semoga kucing baru ini bisa melepas rasa rindu Mamanya saat kehilangan Fauna.
"Mama mau buatin baju kucing lagi deh kalau gitu." Ujar sang Mama sambil berlalu.
Kiana hanya bisa geleng-geleng kepala melihat reaksi unik Mamanya.
***
Dua Minggu berlalu, tibalah saatnya pre order novel Tabir dimulai. Kiana memutuskan untuk menjual novelnya via shopee. Termasuk penerbit tempat ia self publishing.
Hari-hari sebelumnya, Kiana menggencarkan sistem promosi. Mulai dari membuat video trailer, bahkan sampai meminta bantuan akun komunitas penulis untuk mempromosikannya, tak peduli jika berbayar sebab tak ada orang yang mau mempromosikan karyanya begitu saja tanpa embel-embel sudah viral sebelumnya.
Tak disangka, di tiga puluh menit pertama, ponselnya selalu menampilkan notifikasi pesan masuk dari shopee. Satu-persatu orang mulai memesan novelnya yang ia buat dua versi. Versi novel Tabir saja, dan versi bundling novel Mengejar Matahari serta novel Tabir.
Dari belasan, perlahan bergerak menjadi puluhan pesanan.
Kiana lantas mendapat telepon masuk dari salah satu tim penerbit Bumi, tempatnya menerbitkan dua karyanya.
Kiana sontak menutup mulutnya tak percaya. Tanpa disangka, ternyata pesanan novelnya meledak di akun milik penerbit.
Benar-benar di luar perkiraan. Bahkan Kiana yang tadinya hanya mencetak lima puluh eksemplar saja, kini pesannya sudah nyaris dua ratus! Bahkan kini pesanannya kembali bertambah satu-persatu. Sebuah kepuasan tersendiri bagi Kiana yang berani bertaruh miskin untuk mencetak buku.
Saking bahagianya Kiana, ia bahkan menangis.
Kiana lantas beranjak ke kamar mandi, dan mengambil air wudhu. Tak bisa Kiana pungkiri jika semua rasa sakit yang diberikan selama ini telah membuatnya lebih kuat. Bahkan ketika ia memasrahkan semuanya dan mencoba hal baru, Tuhan memberikan balasan yang setimpal bahkan berlebih seperti ini.
Kiana langsung menunaikan sholat, dan melampiaskan perasaannya di akhir sholat. Jujur saja Kiana terlalu sibuk mengejar dunia hingga jarang menunaikan kewajibannya sebagai umat Islam. Perihal agama seolah asing di telinganya.
Selesai sholat, Kiana beralih membaca kitab suci Al-Qur'an. Kiana bersuara lirih, sebab sudah lama tak membaca kitab suci itu secara lantang. Takut jika tiba-tiba sang Mama membuka pintu kamarnya dan kaget saat melihat Kiana yang tiba-tiba sholat dan mengaji. Kiana takut Mamanya berpikir macam-macam tentangnya. Kiana takut membuatnya Mamanya kepikiran lagi.
Selesai sholat dan mengaji, Kiana memutuskan untuk tidur tanpa menyentuh ponselnya lagi. Hari ini terlalu bahagia untuknya. Dan Kiana butuh istirahat untuk memulihkan energinya.
***
Kiana benar-benar merasa bahagia. Work from home itu nyata, dan Kiana tetap bisa menghasilkan uang meski kerjanya hanya di kamar saja. Meskipun begitu, tak menghalanginya untuk berkomunikasi dengan orang lain, meski hanya perantara ponsel.
Hingga detik ini, Kiana tak memberitahukan kabar larisnya penjualan novelnya pada keluarga. Kiana merasa malu mengungkapkan kebahagiaan kecilnya, sebab merasa masih menjadi beban di rumah ini. Mau bagaimana lagi, penghasilan kecilnya itu hanya mampu menghidupi dirinya sendiri saja.
Keluarga Kiana tidak kaya materi tujuh turunan. Terlebih setelah kos-kosan milik Papanya dijual, mereka hanya bergantung dari pemberian Mia dan Mahen. Itulah sebabnya Kiana merasa kecil sebab tak mampu membantu apapun di rumah ini.
Tapi Kiana janji, setelah pesanan novel-novelnya selesai, Kiana akan pergi mencari kerja.
Dapat Kiana dengar obrolan samar orang tuanya di ruang keluarga. Sebenarnya sudah berlangsung sejak tadi. Namun semakin lama, suara Mamanya terdengar jelas.
"Makanya sebelum memutuskan sesuatu harusnya dipikir panjang. Besar nyali punya dua istri. Sekarang apa hasilnya? Mengurus satu keluarga saja susah, gimana dua?! Belum lagi dengan anak-anak. Bahkan memilih solusi cerai pun, kamu tetap dituntut membiayai anak karena itu memang tanggung jawab kamu. Sekarang gimana? Penghasilan dari mana lagi untuk membiayai anaknya Sinta?"
Kiana tertegun. Ia menghentikan kegiatannya mempacking buku, dan beralih mendekat ke pintu.
"Jangan bebani anakku! Mia sudah punya keluarga sendiri. Mahen perlu menabung untuk masa depannya nanti. Perlu kamu tau, Pa. Kalau nafsu cinta sesaat itu tidak dituruti, keluarga kita mungkin lebih baik dari ini. Andai saja kamu tidak terobsesi menikahi wanita yang kamu cinta itu, anak-anakku pasti bisa sukses. Kia, mungkin juga akan bahagia seperti Mia. Kamu dengar itu, Pa. Andai kamu tidak menikah lagi!"
Kiana mematung. Terlalu sibuk dengan diri sendiri sampai ia lupa jika Mamanya tak bahagia dengan pernikahannya sendiri.
"Kia anakku, jatuh sakit karena laki-laki yang dia tunggu menikah dengan perempuan lain."
Kiana menutup mulutnya tak percaya, bagaimana Mamanya bisa tau?
"Kamu tau kenapa bukan Kia yang dipilihnya? Karena anak kita gak punya apa-apa. Selalu di rumah, minim pengalaman, tidak bergelar. Laki-laki juga akan pikir panjang menikahi perempuan yang tidak bekerja di zaman sekarang. Apa kamu gak mikir, gimana nasib Kia kedepannya?"
Kiana terduduk. Kalimat yang baru dilontarkan sang Mama memang terdengar pahit. Namun itulah faktanya. Itu pula sebabnya Kiana takut untuk menikah.
"Gak bisa jawab kan? Sekarang terserah. Dulu omonganku gak pernah didengar. Alasannya karena kita terpaksa menikah. Bahkan sekali saja kamu gak pernah bertanya apa aku bahagia? Itu karena kamu egois. Sinta minta tanggung jawab untuk anaknya kan? Kalau gitu aku juga minta tanggung jawabmu untuk masa depan anakku, Kia. Anakku juga berhak bahagia!"
Tak ada suara apapun lagi. Dadanya terasa sesak. Sekhawatir itu Mamanya dengan masa depannya? Kiana bahkan tak bisa berpihak pada salah satu orang tuanya. Marah atas sikap Papanya yang memilih nikah lagi pun percuma. Semua tak akan merubah segalanya.
Yang sedang Kiana pikirkan saat ini adalah bagaimana caranya bisa sukses agar bisa menghidupi orang tuanya. Bahkan juga membiayai pendidikan anak dari istri kedua Papanya.
***
Dua Minggu berlalu, besok adalah hari pertama Kiana bekerja. Kiana kerja disebuah toko jahit. Di sini tak perlu ada ijazah. Cukup bersedia belajar dan dapat kerja di bawah tekanan saja. Kiana mengambil kerjaan ini sebab ingin mencari pengalaman sekaligus mengumpulkan modal. Jika sudah ada duit nanti, mungkin ia bisa memulai membuka toko jahit sendiri. Meski terlalu jauh rencananya ini.
Sekarang, Kiana sedang menghabiskan hari tenang bersama kedua sahabatnya, Dania dan Medina. Mereka kini berada di sebuah pantai. Pertemuan kali ini mungkin akan menguras tenaga sebab perjalanannya yang jauh. Tapi tak masalah. Sekalian merayakan keberhasilan Dania yang juga baru mendapat kerjaan baru sekitar seminggu lalu.
Ngomong-ngomong ini kali pertama Kiana bertemu lagi dengan Dania. Semuanya bersikap biasa dan baik-baik saja. Tak ada yang menyinggung masalah pernikahan sepupunya kala itu. Seolah tak pernah ada yang terjadi sebelumnya.
Hal pertama yang mereka lakukan di tempat ini tentu saja berfoto. Yang benar saja jika perjalanan jauh dan tempat sebagus ini tidak diabadikan.
Syukurnya di pertemuan kali ini, baik Medina dan Dania tak membawa pasangan masing-masing. Semoga saja di pertemuan selanjutnya juga seperti ini. Lagipula Medina juga masih sendiri setelah putus dari Randi kala itu.
Selepas berfoto, Kiana menjatuhkan dirinya di atas pasir. Dan terlentang di bibir pantai. Sesekali kakinya disambar oleh air pantai, membuat sensasi kaget sekaligus takut jika nantinya ada ombak besar dan menenggelamkan tubuhnya.
Medina ikut merebahkan diri di sebelah kanannya. Dania mengemas tripod dan ponselnya lantas juga memilih posisi di sebelah kiri Kiana.
"Coba aja kalau setiap weekend kita abisin bareng-bareng kayak gini. Pasti seru." Ujar Medina.
"Ide bagus tuh. Lo setuju gak, Ki? Gausah setiap Minggu, minimal sekali sebulan deh." Tanya Dania.
"Okey!"
"Tumben gak bantah. Biasanya ada aja alesannya." Pungkas Dania.
"Kenapa ya?" Kiana bungkam sesaat, lantas kembali bersuara. "Gue juga pengen refreshing pikiran, eksplor tempat-tempat yang gak pernah gue kunjungi. Selagi kalian juga gak mikir bawa pasangan, gue sih gas."
"Yaelah, Ki. Kalau lo gak mau kita bawa pasangan bilang aja kali. Lagian sekarang gue juga lagi fokus sama diri sendiri."
"Udah putus?" Tanya Kiana.
"Belum. Ya gitulah. Dijalani aja." Jawab Dania.
"Udah gue komporin suruh putus juga dia tetep gak mau." Sambung Medina.
"Kompor setan lo emang." Sahut Dania. "Btw, Ki. Lo gak mau fotoin buku lo gitu di sini? Pasti gak bawa ya?"
"Tenang aja, Ki. Kita berdua bawa buku lo kok. Kemarin abis ikutan war bundling juga. Tapi belinya patungan. Gue yang Mengejar Matahari, si Dania yang Tabir, biar related sama hidupnya."
Kiana menatap kedua sahabatnya bergantian.
"Serius?" Ujarnya nyaris tak bersuara. Kedua sahabatnya mengangguk. Kiana tak sadar jika buku yang ia packing dua Minggu lalu ternyata salah satunya adalah pesanan sahabatnya.
"Thank you guys. Padahal kalau kalian mau, bisa gue kasih loh."
"Gapapa, Ki. Lagian ini perdana kita beli buku lo kok. Kemarin-kemarin cuma sekedar liat doang. Itung-itung apresiasi biar lo makin semangat nulisnya." Ujar Medina.
Kiana tersenyum. Ia merasa dirayakan hari ini.
"Kalau lo gak mau, biar gue aja yang foto sendiri. Kebetulan ada beberapa quotes yang gue suka. Lumayan buat diupload." Dania lantas bangkit untuk mengambil tasnya.
"Lah iya. Gue juga ada quotes dari buku lo yang ngena. Lumayan juga backgroundnya pantai." Selanjutnya Medina juga ikut bangkit.
Senang rasanya melihat teman-teman dekatnya suka dengan tulisan miliknya.
Sebenarnya Kiana juga membawa satu bukunya. Buku yang belum pernah dipublish dimanapun. Kiana beralih mengambilnya, dan melakukan hal yang sama sepertinya sahabatnya.
Kiana berjalan mendekati pantai, bahkan air pantai sudah sampai selututnya. Kiana berniat mengambil foto bukunya di antara matahari senja dan air laut yang tak berujung. Seolah menggambarkan isi dari ceritanya, 'Hilang, Jangan dicari'.
Selanjutnya, Kiana menyimpan kembali ponselnya di saku. Ia beralih membuka bab terakhir yang berjudul Pernikahan Impian itu Kamu.
Kiana mengembuskan napas pasrah. Buku dengan ending bahagia ini sayangnya tidak dinikmati oleh banyak orang. Kiana trauma menjadikan orang-orang yang ia anggap spesial sebagai tokoh utama di ceritanya.
Terlebih jika ternyata orang itu tak sesuai dengan ekspektasi, dan berakhir pergi.
Tanpa sepengatahuan Kiana, diam-diam, Dania mengabadikan fotonya dari jauh.
"Masih gamon kayaknya." Ujar Medina tiba-tiba. Dania sempat kaget tadinya. "Kira-kira Aksa atau yang satunya?"
"Pasti Aksa sih." Jawab Dania. "Kasian, Kia. Mana masih muda."
"Heh! Temen lo itu!" Bela Medina
"Iyasih."
Melalui buku Tabir yang telah selesai ia baca seminggu lebih, Dania yakin laki-laki yang diceritakan disana adalah Aksa. Meski nyaris semua moment di cerita itu tak pernah dilalui Kiana dengan lelaki itu. Namun tetap saja isi cerita itu adalah imajinasi Kiana tentang sosok Aksa.
Dania tahu bahwa proses melupa itu memang sulit. Tapi mau bagaimana. Hidup adalah pilihan. Jika kita tidak dipilih oleh orang yang kita cinta, maka suatu saat nanti hadiahnya pasti akan dipilih oleh orang yang mencintai kita. Itu saja kunci positifnya.
Dan Kiana tak perlu tahu, seemosi apa dirinya saat tahu bahwa tunangan dari sepupunya ternyata adalah Aksa, kala itu.
***
TBC!
DON'T COPY MY STORY!
Btw, gak kerasa udah part 60🤗
Udah sejauh ini perjalanannya, jadi tolong tinggalin jejak kalian yang berharga itu ya:) Jangan lupa vote dan komen sebagai penyemangat.
Follow me on:
Ig: @natasya.ylr
Tiktok: @natasya_naa
Okey, see you next part 👋🏻
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top