Bab: 6
Kembali berhubungan denganmu rasanya seperti de javu. Udah lama gak dibuat kesal sekaligus sayang soalnya.
***
Sore itu juga, Kiana langsung menghubungi Aksa. Lelaki itu senang mendengar Kiana menyetujui kerjasama mereka.
Namun ada hal yang janggal menurut Kiana. Saat ini keduanya sedang diskusi mengenai judul buku. Sejauh ini ia belum dihubungkan dengan klien yang bersangkutan, sebaliknya malah Aksa yang turun tangan di sini.
"Aku baru baca diary-nya setengah, Kak. Jadi belum ada gambaran mengenai judulnya. Kalau klien yang bersangkutan mau request judul, aku gapapa banget kok. Sangat membantu malah." Ujar Kiana.
"Kalau kamu langsung nulis ceritanya dulu bagaimana? Urusan judul nanti aja, belakangan. Pasti bakal ketemu idenya."
"Aku belum pernah nulis dengan cara begitu sih, Kak. Biasanya tentuin judul dulu, baru gampang gambarin outline dan seterusnya."
"Oh, gitu. Maaf ya, saya gak tau."
"It's okey, kak."
"Sesulit itu ya, tentuin judulnya?"
"Hmm, masalahnya aku belum pernah bikinin cerita untuk orang lain. Aku takut judulnya bakal kurang sreg sama yang punya. Aku juga belum baca isi keseluruhan diary ini. Makanya kalau yang bersangkutan mau request judulnya, bakal sangat membantu dan aku bisa langsung mulai nulis."
"Gini aja, kamu baca dulu diary nya sampai selesai, baru kamu tentuin judul ceritanya. Kalau belum ketemu juga, kamu bisa hubungi saya. Kita diskusiin bareng-bareng. Gimana?"
Kiana mengembuskan napas pasrah. Selalu saja begini. Nyatanya sejak dulu Aksa tak pernah berubah. Padahal sudah jelas-jelas Kiana mengode-nya untuk bantu mencarikan judul. Tapi lelaki itu terlalu yakin bahwa Kiana bisa menyelesaikannya sendiri.
Tapi biarlah. Lagipula ini bagian dari tugasnya.
"Yaudah, Kak. Aku lanjut baca diary-nya dulu."
Tut!
Sambungan diputus sepihak oleh Aksa. Sialan! Benar-benar menyebalkan.
***
Satu jam kemudian, Kiana sudah menyelesaikan bacaan diary itu.
Bahkan hingga lembar terakhir, orang itu tak menyebutkan nama sama sekali. Lagi-lagi hanya sebatas 'dia'. Hanya beberapa nama panggilan khusus untuk sahabatnya seperti Panda, Koala dan Ulat bulu. Tak lupa dengan si Kitty, kucing kesayangannya yang sudah mati.
Cerita ini didominasi tentang hubungannya dengan si 'dia'. Masalahnya si 'dia' ini tak punya nama panggilan khusus.
Ada beberapa judul yang terpikir oleh Kiana. Dia, Perayaan untuk Kita, dan LDR.
Dari ketiga judul itu jujur saja tak ada yang menarik.
Kiana sudah biasa mencetuskan sebuah judul di awal cerita untuk menulis karya-karya sebelumnya. Bahkan dari judul saja, ending dari cerita itu bisa tergambar olehnya.
Kiana bergegas mengambil ponselnya untuk menghubungi seseorang.
Tak butuh waktu lama, orang itu langsung mengangkat panggilan masuknya.
"Hallo?"
"Aku udah baca diary-nya."
"Oh ya? Terus gimana?"
"Ada beberapa judul yang bisa aku simpulkan."
"Bagus dong. Apa aja judulnya?"
"Dia, Perayaan untuk Kita, atau LDR."
Hening. Lebih tepatnya hanya Aksa yang diam. Sebab di seberang sana terdengar bising. Seperti berada di keramaian.
"Hm, saya lagi gak fokus. Kamu boleh tolong kirim judulnya lewat chat? Nanti saya pertimbangkan."
Kiana membulatkan matanya tak santai.
"Oke." Ujarnya langsung memutus panggilan lebih dulu.
Nada Aksa seolah atasan yang bicara dengan bawahannya. Memang saat ini mereka sedang kerja sama. Tapi bukan begini konsepnya. Aksa terlalu formal padanya.
Terlebih lelaki itu tampaknya sedang berada di keramaian. Entah dia sedang menjaga image, atau bagaimana. Tapi Kiana tak suka dengan hal ini.
Meskipun begitu, ia tetap mencoba profesional. Ia mengetikkan kesimpulan beberapa judul cerita versinya. Tinggal menunggu pilihan dari lelaki itu.
Sekarang, Kiana sedang mencoba untuk membuat outline serta premis. Tak lupa memikirkan nama tokoh yang nantinya juga akan didiskusikan dengan Aksa. Lihat saja, nanti Kiana akan menagih nomor kontak orang yang bersangkutan. Agar diskusinya bisa jadi lebih mudah.
Terdengar bunyi notifikasi pesan masuk di ponselnya. Kiana langsung membukanya.
Kiana terkejut saat lelaki itu memanggil namanya. Lelaki itu sedang mengetik. Tak lama setelah itu, balasan pesan selanjutnya masuk.
Dahi Kiana mengerut. Satupun judulnya tak dipilih oleh lelaki itu. Ia malah membuat judul versinya sendiri. Kalau tahu begini, mengapa tak dari awal saja?! Kiana kesal sendiri dibuatnya.
Tak ada balasan pesan lagi. Baiklah, Kiana akan begadang untuk menulis malam ini.
***
Setelah membutuhkan waktu sekian menit, nama sepasang tokoh yang Kiana buat telah disetujui oleh Aksa.
Namanya Bunga dan Ale. Nama pasangan laki-lakinya sebenarnya Aletris yang artinya bunga akar kolik. Ia sengaja memberikan nama tumbuhan. Berbanding terbalik dengan sosok pemilik diary yang menggunakan nama-nama hewan untuk panggilan sahabatnya.
Selanjutnya, Kiana fokus membuat outline sesuai dengan isi diary itu.
Kiana tak pernah semangat berlebihan seperti ini.
Bahkan jujur saja semenjak dua bulan terakhir ia tak pernah menulis lagi. Sebenarnya ia sendiri nyaris menyerah dengan hobinya ini. Memang, menulis merupakan hobinya. Tapi menjadikannya sebagai versi cetak merupakan impiannya. Dan beberapa karyanya belum juga naik cetak hingga saat ini.
Tapi tak masalah. Dengan membantu Aksa membuat novel ini, Kiana berharap dia bisa konsisten untuk menyelesaikannya. Aksa mengatakan bahwa ia memberikannya waktu satu bulan.
Sepanjang perjalanannya menulis, paling sedikit Kiana membutuhkan waktu sembilan bulan untuk menyelesaikan satu novel.
Sebenarnya Kiana ragu, tapi ia ingin mencoba.
Merasa lelah, Kiana merebahkan tubuhnya sebentar. Ia membuka ponselnya untuk menghilangkan rasa lelah sekaligus menghibur diri.
Aksa memposting story di Instagram. Sekarang Kiana tak perlu memakai fake account lagi untuk mencari tahu tentang kegiatan lelaki itu. Saat itu juga, ia membuka story Aksa tanpa ragu.
Ternyata saat ini Aksa sedang berkumpul dengan teman-teman kuliahnya dulu. Teman-teman yang didominasi oleh perempuan.
Hanya sekilas meliriknya, Kiana langsung menekan tombol home. Ia mendengkus pasrah. Padahal sudah jelas-jelas ia melihat perubahan sosok Aksa. Dari sosok pria mahal berubah menjadi sosok yang friendly pada siapapun.
Jika dulu Kiana mengejar Aksa karena sikap dingin lelaki itu, maka sekarang tak ada alasan lagi kan?
Tapi ngomong-ngomong, saat ditelpon tadi, Aksa bicara formal padanya karena sedang menjaga image dengan teman-teman perempuannya.
Tapi bukankah lelaki itu memang bicara formal dengannya sejak awal?
Entahlah! Kiana benci dibuat overthinking oleh pikirannya sendiri.
***
TBC!
Hallo!
Bagaimana dengan part ini?
Jangan lupa tinggalin vote dan komentar ya
Kalian bisa follow aku juga di Instagram dan tiktok
Ig @natasya.ylr
Tiktok @natasya_naa
See you next part 👋🏻
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top