Bab: 59
Satu-persatu yang dekat dibuat pergi. Seolah terisolasi merasa sendiri. Semesta, giliranku sudah dekat kah?
***
Butuh waktu tiga hari untuk Kiana bisa kembali pulih. Ditinggal Fauna serta mendapat perkataan kasar dari tuannya jelas membuat Kiana sakit hati.
Hari ini ia putuskan untuk bertemu dengan seseorang. Sebenarnya pertemuan mereka berlangsung di tanggal sembilan lalu. Namun orang itu tak keberatan saat Kiana meminta mengundurnya untuk beberapa hari kedepan.
Kiana yang memilih tempat dan mereka kini sedang berada di sebuah kafe yang jaraknya ada di tengah-tengah. Tidak jauh dari kediaman masing-masing.
Senja Pelita adalah nama akun Instagramnya. Dia Pelita, adik kandung Aksa Radhika.
Keduanya sama-sama tampil mengunakan masker. Kiana sengaja memakai masker sebab sudah menebak jika topik mereka nanti pasti akan membuat perasaannya kembali sakit. Namun Kiana nekat datang kesini sebab ia ingin menuntaskan semuanya.
Sepuluh menit duduk di sini, keduanya belum bicara kecuali saat memesan menu. Pelita merogoh tasnya lantas meletakkan secarik kertas yang terlipat di atas meja. Ia menyodorkannya ke arah Kiana.
Kiana tak kaget saat melihat kertas itu. Sudah jelas di dalam sana berisi tulisan tangannya delapan tahun lalu untuk Aksa. Gagal memberikannya di moment perpisahan sekolah, akhirnya Kiana berhasil memberikannya saat project naskahnya selesai. Tapi anehnya, kenapa bisa ada di tangan Pelita?
"Ternyata Bang Aksa." Ucap Pelita memulai obrolan. "Dia tokoh utama di setiap karya Kak Na."
Ucapan gadis itu terdengar biasa saja, tapi entah kenapa rasanya sesak hingga membuat Kiana ingin menangis saat ini juga. Seolah terdengar seperti tuduhan.
"Aku datang kesini bukan karena berpihak dengan siapapun. Tapi aku harap, aku bisa mewakili Bang Aksa. Dia gak tau tentang pertemuan kita." Lanjut Pelita.
Kiana meneguk salivanya susah payah. Meski perasaannya terhadap Aksa tak utuh lagi, namun jika kembali dibahas, rasanya tetap saja sakit. Mau bagaimanapun juga Aksa adalah lelaki yang membuatnya berhasil menulis hingga melahirkan beberapa karya cetak.
Pelita kembali bicara. "Bang Aksa sempat putus dengan pacarnya karena beberapa problem. Mereka pacaran cukup lama dan keluarga kami bisa kenal dengan perempuan itu melalui cerita-cerita Bang Aksa. Komunikasi kami dengan pacarnya Bang Aksa terjalin hanya lewat media sosial. Bahkan dia juga lumayan dekat dengan Ibu. Tapi Bang Aksa gak pernah bawa perempuan itu ke rumah, entah apa alasannya, bahkan sampai hubungan mereka putus. Dan Kak Na, adalah perempuan pertama yang dibawa Bang Aksa ke rumah."
Kiana cukup kaget. Jika saja Aksa masih berstatus single, dan Kiana masih menyimpan rasa, mungkin perasaannya akan berbunga-bunga saat ini.
"Beberapa hari setelah Kak Na ke rumah, mantannya Bang Aksa juga datang. Itu moment pertama kali dia berkunjung, dan tanpa Bang Aksa karena waktu itu Bang Aksa lagi di sini. Semenjak kedatangan perempuan itu, Ibu mendukung keras agar Bang Aksa balikan."
Tunggu, jangan bilang jika pacar Aksa yang sempat jadi mantan, lalu kembali balikan itu adalah Fahana?! Kiana sempat menebak hal ini.
"Bang Aksa menolak dengan alasan ingin fokus kuliah. Sampai Ibu rela datang ke sini untuk bujuk Bang Aksa. Dan Ibu nemuin surat ini di meja belajarnya Bang Aksa."
Shit! Sebenarnya ada perasaan lega saat mengetahui jika Aksa sudah membaca suratnya. Namun ia tak menyangka jika tulisan tangannya yang absurd itu ternyata sudah dibaca oleh beberapa orang!
"Aku minta maaf untuk surat itu. Jujur, itu tulisan beberapa tahun lalu yang masih aku simpan. Niatku untuk ngasih ke Kak Aksa sama sekali bukan untuk mengambil hatinya. Aku cuma pengen Kak Aksa baca. Itu aja. Aku minta maaf sekali lagi." Kiana sampai menundukkan kepalanya beberapa kali. Sebab ia merasa bersalah karena tulisan bodohnya itu sempat dibaca oleh Ibunya Aksa.
"Aku yang harusnya minta maaf. Apa yang aku omongin setelah ini pasti bakal bikin Kak Na sakit hati. Tapi aku cuma pengen semuanya selesai sekarang juga, Kak."
Kiana mengangguk. Ia ingin mendengar penjelasan Pelita selanjutnya.
"Tanpa dengar penjelasan dari Bang Aksa, Ibu marah besar. Ibu nuduh Bang Aksa gak mau balikan sama mantannya karena surat dari Kak Na."
Astaga! Kiana tak habis pikir mendengarnya.
"Tapi tolong, jangan benci Ibuku, Kak. Bukan karena Ibu gak suka dengan Kak Na, tapi Ibu sudah terlanjur kenal dengan mantannya Bang Aksa. Di mata Ibu, mantannya Bang Aksa cocok dijadikan pasangan untuk anaknya. Dan perempuan itu, sekarang sudah menjadi istri sah Bang Aksa. Mereka sudah menikah tiga hari yang lalu." Jelas Pelita.
Kiana mengangguk. Tidak salah lagi, perempuan itu adalah Fahana. Jelas jika Ibunya Aksa lebih memilih putranya balikan dengan mantan, sebab mantannya adalah Fahana, seorang gadis yang sempurna.
"Boleh aku minta satu hal, Kak?" Tanya Pelita.
Kiana mengangguk. Mulutnya terasa berat untuk bicara saat ini.
"Lupakan Bang Aksa." Ucap Pelita. "Maaf untuk semua perasaan yang Kak Na pendam dan gak terbalas sampai detik ini. Aku minta tolong, jangan jadikan Bang Aksa sebagai tokoh utama di karya Kak Na lagi."
Kiana tak bisa berkata-kata. Kedua matanya sudah berkaca-kaca saat ini. Benar-benar masih tak menyangka jika mengabadikan seseorang selama bertahun-tahun lewat karya ternyata sesalah ini.
"Gak ada yang tau gimana takdir kalau seandainya Kak Na yang lebih dulu hadir di hidup Bang Aksa." Ucap Pelita. Kalimat ini terdengar seperti hiburan. Tapi tetap saja. Tetap Fahana pemenangnya! Sudah pasti.
"Pelita, makasih untuk hari ini. Kamu tenang saja, aku gak akan menulis apapun tentang Kak Aksa lagi. Sudah lama aku memutuskan untuk berhenti menulis, tapi ini bukan karena Kak Aksa." Ucapnya sedikit bohong. Kiana mengembuskan napas panjang sebelum akhirnya melanjutkan ucapannya. "Sejak awal menerima project dengan Kak Aksa sebenarnya aku sudah sadar diri, terlebih setelah mengenal Kak Aksa lebih jauh, aku merasa sudah gak bisa. Gak akan mungkin."
"Bagi penulis, kisah cinta sekecil apapun itu penting. Bisa dijadikan inspirasi untuk karya-karyanya. Aku yang salah. Kisah cintaku stuck di Kak Aksa, hingga nyaris semua karyaku hanya mengisahkan tentang dia. Tapi tenang, akan kupastikan kejadian ini gak akan terulang lagi. Kedepannya, kalau aku ngelakuin kesalahan lagi, tolong tegur aku ya."
"Kak Na gak perlu minta maaf. Itu udah jadi haknya Kak Na."
Kiana tertawa kecil sambil menghapus sudut matanya yang kini berair. "Aku juga minta maaf ya, karena udah lancang mencintai Kak Aksa sampai mengabadikannya lewat tulisan."
"Yampun Kak Na. Aku pribadi merasa ini sebuah kebanggaan. Abangku sendiri ternyata pernah dicintai sedalam ini oleh seorang penulis."
Kiana menunduk. Dan yang berhasil mendapatkan hati Aksa juga merupakan seorang penulis. Bedanya, dia adalah penulis yang punya value bagus dan berkualitas.
Minuman yang mereka pesan tadi sama sekali tak disentuh oleh keduanya. Keduanya kini sama-sama bungkam.
"Aku yakin Kak Na bisa dapat laki-laki yang lebih baik dari Bang Aksa." Ucap Pelita tiba-tiba.
Kiana terdiam. Laki-laki yang baik? Bahkan Kiana sudah menanamkan keyakinan untuk menutup lagi hatinya rapat-rapat.
"Kak Na berhak bahagia." Lanjut Pelita.
"Do'ain aku bisa jadi orang yang sukses ya." Balas Kiana. "Cuma itu satu-satunya yang bisa buat aku bahagia."
Pelita bungkam.
Kiana terkekeh meski terkesan garing. "Canda. Semoga kita semua bisa bahagia dengan siapapun itu nantinya."
Pelita lantas tersenyum, terlihat dari garis matanya.
"Makasih, Kak."
Pelita akhirnya pergi lebih dulu. Kiana lantas membuka maskernya dan beralih mengambil secarik kertas lama itu dan membukanya.
26 April 2017
Hai, Kak!
Selamat untuk kelulusannya ya. Semangat menempuh jalan hidup yang sebenarnya. Semoga Kak Aksa bisa jadi orang sukses suatu saat nanti. Aku yakin itu!
Ini mungkin kali terakhir kita ketemu. Aku gabisa liat Kak Aksa lagi di kantin. Gak ada lagi alasanku untuk berdiri di barisan depan pas upacara. Dan gak ada lagi orang yang kutunggu-tunggu kehadirannya pas lewat di depan kelas.
Kak Aksa se-mood booster itu untukku.
Makasih untuk semuanya ya kak. Semua hal-hal yang menurut Kak Aksa sepele itu berarti buatku. Tentang balasan chat yang ngaret dan singkat itu, tetap jadi notifikasi favorit dan selalu aku tunggu-tunggu. Makasih udah buat masa SMA ku berwarna!
Mungkin setelah Kak Aksa gak di sini lagi nanti, semuanya akan berubah jadi biasa aja. Nothing special.
Banyak hal yang ingin aku sampaikan sebenarnya. Tapi berhubung Kak Aksa gak suka membaca, jadi aku singkat saja ya.
Aku suka Kak Aksa!
Ini perasaan yang lumrah dan mungkin hanya cinta monyet biasa. Tapi jujur aku bersyukur menjatuhkan hati untuk seorang lelaki yang cuek seperti Kak Aksa. Banyak hal yang membuatku keluar dari zona nyaman hanya agar dilihat oleh Kak Aksa. Meskipun aku gak tau, gimana pandangan Kak Aksa terhadapku.
Tapi janji, setelah ini jangan menjauh ya. Aku gak minta balasan perasaan dari Kak Aksa kok. Aku cuma pengen Kak Aksa tau, itu aja.
See you in the next better life.
Dari Adik kelasmu, Kiana
Kiana mengembuskan napas pasrah. Ini kali terakhir ia membaca tulisan itu sebab kini ia telah merobeknya menjadi empat bagian.
Semuanya sudah selesai kan? Aksa sudah membaca surat itu, dan dia juga sudah menikah dengan perempuan lain.
Kiana berdiri sambil membawa potongan kertas itu. Setelah membayar tagihannya di kasir, ia berjalan menuju tong sampah, tangannya kini sedang meremukkan potongan kertas itu kuat-kuat sebelum akhirnya membuangnya ke dalam sana.
Benar kata Pelita. Kiana juga berhak bahagia.
***
Pukul tujuh pagi, Mamanya Kiana terniat keluar rumah dengan berjalan kaki sambil membawa sebuah rantang yang berisi berbagai makanan.
Tak ada yang tahu jika ia keluar. Baik Kiana maupun suaminya sibuk di kamar masing-masing.
Beberapa tetangga yang berpapasan dengannya selalu bertanya hendak kemana. Namun Mamanya Kiana hanya menjawab ingin ke depan, dan kembali melanjutkan perjalanannya.
Kini ia tiba di sebuah rumah kost berwarna hijau. Pintunya masih tertutup rapat. Mamanya Kiana lantas mengetuknya beberapa kali.
Begitu pintu dibuka, orang itu sontak terkejut. Tampilannya sudah rapi di pukul segini. Tak heran memang. Sebab dia adalah seorang pekerja.
"Tante?" Ia lantas menoleh ke kanan-kiri, seolah mencari keberadaan orang lain. "Tante sendirian kesini?"
Mamanya Kiana mengangguk, lantas memberikan rantang itu padanya. "Ini untuk bekal di jalan. Semoga suka ya."
"Ya ampun, Tante harusnya gak perlu repot-repot. Mana dianterin segala lagi. Rama gak enak sama Tante. Rama anterin pulang ya."
Mamanya Kiana sedang mendatangi kost Rama. Ia sengaja bangun pagi memasak berbagai makanan untuknya sebab lelaki itu mengiriminya pesan semalam bahwa pagi ini adalah hari terakhir ia di kota ini.
"Gak perlu repot. Tante sekalian olahraga pagi. Hati-hati di jalan ya. Sering-sering main ke sini. Padahal baru aja beberapa hari lalu Tante ditinggal Fauna. Sekarang, kamu juga ikut pergi."
Rama tertawa kecil. "Ya mau gimana lagi, Tante. Kebetulan sekarang terakhir sewa kosan di bulan ini, besok udah masuk bulan baru. Sayang kalau mau diperpanjang sementara Rama bakal lama di luar kota. Yaudah, sekalian minggat aja. Tante tenang aja, kalau Rama balik ke sini, insyaallah bakal mampir ke rumah Tante kok."
Mamanya Kiana mengangguk kecil. Melihat Rama, membuatnya teringat dengan putranya yang sedang merantau di luar kota.
"Sebenarnya Mama yang nyuruh Rama pulang hari ini, Tante. Katanya mau merayakan hari lahir anaknya secara langsung."
"Loh? Hari ini kamu ulang tahun? Kenapa gak bilang! Kan Tante bisa sekalian buatin kue."
Rama tertawa mendengarnya. "Rama udah gede, gak butuh kue lagi, Tante. Dapet do'a aja rasanya udah syukur."
Mamanya Kiana geleng-geleng kepala. "Yaudah, semoga di usia yang baru ini, nak Rama bisa belajar menjadi pribadi yang lebih baik lagi, dan semua hal yang baik segera menghampiri nak Rama secepatnya. Terus semangat, jangan tinggalkan ibadah, dan jaga kesehatan."
"Aamiin! Makasih banyak ya Tante. Rama bersyukur bisa kenal Tante disini. Tante baik banget memperlakukan Rama kayak anak sendiri. Sampai dibawain bekal tiap balik ke rumah. Sekali lagi makasih ya, Tante."
Mamanya Kiana tersenyum kecil. "Iya, sama-sama. Tante balik dulu ya. Kasian, nanti dicariin orang rumah."
"Oh, iya, Tante. Hati-hati ya, Tante."
***
Sementara itu, Kiana yang tak biasa keluar kamar di pagi hari, kini kebingungan mencari keberadaan sang Mama. Papanya kini sedang duduk santai di belakang rumah sambil menikmati kopi, bahkan ia juga tak tahu kemana Mamanya pergi saat ini.
Kiana yang malah panik sendiri. Keluar-masuk ruangan untuk mencari keberadaan sang Mama sambil menelponnya. Tapi sayangnya, ponsel sang Mama tertinggal di rumah.
Kiana mengambil ponsel Mamanya, lantas melangkah keluar rumah. Namun pergerakannya terhenti kala mendengar suara mesin motor yang sedang di panaskan di depan rumahnya. Lebih tepatnya di seberang rumah. Tetangganya sedang duduk di depan rumah, dan Kiana malas untuk bertegur sapa dengan mereka.
Alhasil ia hanya menunggu Mamanya di ruang tamu, sambil mengecek ponsel sang Mama, siapa tahu Mamanya membuat janji dengan seseorang di sana.
Tapi nihil. Tak ada pesan masuk apapun hari ini.
Tapi tadi pagi Mamanya memposting sebuah status di WhatsApp.
Aneh, Kiana tak melihat postingan Mamanya hari ini, sebab beberapa menit lalu ia baru saja membuka postingan orang-orang di kontak WhatsAppnya.
Postingan itu berisi foto makanan yang baru selesai dimasak, dengan caption"Semoga suka dengan lauknya yang nak. Hati-hati di jalan👋🏻"
Astaga! Kenapa Mamanya bisa se-alay ini? Memangnya siapa yang pergi? Tak mungkin Mia dan Mahen.
Pantas Kiana tak melihat postingan ini. Mamanya kini telah pandai membisukan postingan, bahkan dari anak kandungnya sekalipun.
Terdengar suara basa-basi tetangga di luar rumah. Tak lama, pintu rumah dibuka dari luar, dan Mamanya kini sudah kembali.
"Assalamualaikum." Ucap sang Mama sambil mengunci kembali pintu.
"Wa'alaikumussalam. Mama dari mana?" Tanya Kiana to the point.
"Tumben udah keluar kamar?" Mamanya malah balik bertanya.
Kiana mengembuskan napas pasrah. "Yaudah kalau gak mau ngasih tau. Ini hp nya aku balikin. Mama kayanya punya anak lain di luar sana."
"Heh! Jangan asal bicara!" Tegur sang Mama. "Mama barusan dari rumahnya Rama."
Kiana ber-oh ria.
"Hari ini dia lagi ulang tahun." Ucap sang Mama.
"Oh ya?!" Sahut Kiana berubah excited. Meski perjumpaan terakhir mereka tak menyenangkan, tapi dulu lelaki itu pernah memberinya hadiah ulang tahun.
"Iya. Tapi sayang, hari ini dia terakhir di sini."
"Maksudnya, Ma?"
"Dia mau balik ke rumah orang tuanya."
Kiana sontak bungkam. Jelas ia kaget. Ternyata hari ini tiba. Dan lelaki itu tak mengabarinya sama sekali.
Bodoh!
Kiana berpikir seolah hubungan mereka baik-baik saja. Padahal nyatanya Kiana sendiri yang melarang lelaki itu untuk tidak menginjakkan kaki di rumahnya lagi. Dia pasti tersinggung. Dan Kiana juga sama.
"Dia gak akan ke sini lagi, Ma?"
Sang Mama bungkam selama beberapa saat, sebelum akhirnya menjawab. "Dia udah gak tinggal di kosan itu lagi."
Mendengar itu, Kiana merasa sesak. Lelaki itu ternyata benar-benar pergi.
Sang Mama lantas beralih duduk di samping Kiana. "Belum baikan?" Tanyanya. Kiana spontan menggeleng.
Sang Mama jelas mendengar perdebatan mereka kala itu.
"Yaudah, kita duduk di depan rumah yuk. Sebentar lagi Rama berangkat. Dia pasti lewat di depan rumah. Tapi Mama gak janji kalau dia turun nyamperin."
"Gak usah, Ma." Ucap Kiana.
"Yakin? Nanti gak ketemu lagi loh."
Kiana menggeleng.
"Gapapa, Ma. Berarti takdirnya cuma sampai di sana." Ucap Kiana lantas beralih masuk ke dalam kamar.
Sang Mama tak bisa berbuat apapun lagi dan hanya bisa mengembuskan napas pasrah.
***
TBC!
Gimana dengan part ini?
Btw makin kesini part-nya makin panjang ya. Udah ketebak dong artinya apa? Hehe.
Yuk tinggalin vote dan komentarnya. Ku tunggu ya!
Ingat! DON'T COPY MY STORY!!!
Follow me on:
Instagram: @natasya.ylr
Tiktok: @natasya_naa
See you next part 👋🏻
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top