Bab: 50

Perlahan dia membuatmu lupa dengan orang lama. Dia melengkapi love language yang tak pernah diberikan oleh orang yang kau cinta. Tapi apa dia memang ingin menarik perhatianmu? Atau malah sedang kabur dari kisah cintanya sendiri.

***

Semua hal memang harus dicoba agar tahu bagaimana hasilnya. Belajar dari pengalaman orang lain saja tak cukup. Sebab semua orang punya jalan dan takdirnya masing-masing.

Bahkan untuk kehidupan berumah tangga. Siapa yang tahu berapa lama usia sebuah pernikahan akan bertahan. Semuanya akan berakhir dengan dua pilihan. Cerai atau kematian.

Lamunan Kiana terhenti saat mendengar ketukan pintu di luar kamarnya. Terpaksa, ia berjalan gontai untuk membukakannya.

Ternyata Kiana mendapat surprise dari kedua sahabatnya, Medina dan Dania.

"Happy birthday to you, Happy Birthday to you, Happy birthday happy birthday, happy birthday Kiana!"

Kiana melebarkan senyumnya. Berpura bersikap biasa saja. Entahlah ini egois atau tidak. Teman-temannya mungkin belum tahu kabar buruk tentang Balqis. Tapi mengingat mereka sudah effort untuk memberikan kejutan ini, Kiana jadi sungkan untuk merusak moment ini.

"Jangan lupa make a wish nya." Ujar Dania saat melihat Kiana yang hendak mematikan lilin dengan kibasan tangannya.

Kiana nyaris melupakan itu.

Begitu memejamkan mata, Kiana berdo'a agar ia diberi kekuatan untuk menjalankan semua hal yang akan menjadi takdirnya dalam setahun kedepan. Mendengar kabar perceraian sahabatnya di moment ulang tahunnya ini, Kiana jadi berpikir, apa ini cara Tuhan untuk menegurnya? Apa Tuhan ingin ia berhenti memikirkan asmara?

"Panjang ya do'anya. Pasti gak main-main nih permintaannya." Ujar Dania mengingat Kiana memejamkan mata sejak tadi.

Kiana membuka matanya dan mengibaskan tangannya hingga lilin di hadapannya mati.

Kedua sahabatnya heboh.

"Yuk foto-foto dulu sebelum potong kue." Ajak Dania.

"Di kamar lo aja yuk, Ki." Sambung Medina.

Kiana sontak menutup pintu kamarnya rapat. "Di luar aja, kayanya lightingnya lebih bagus."

"Boleh tuh."

Kebetulan, saat mereka baru saja keluar rumah, Rama datang. Seperti biasa, dia pasti akan mengunjungi Fauna, binatang favoritnya.

Kedua temannya sontak meliriknya sambil tersenyum.

"Wah, siapa yang ulang tahun nih?" Tanya Rama saat menghampiri mereka.

"Lo gatau? Kiana ulang tahun hari ini loh." Ucap Medina dan Rama juga keliatan kaget mendengarnya.

"Kok gak bilang-bilang ultah hari ini?" Rama kini beralih menatap Kiana.

Melihat ekspresi Rama yang tampaknya tidak bercanda, kedua temannya geleng-geleng kepala.

"Yah, gue kira lo orang pertama yang ngucapin." Ucap Medina.

Suasana mendadak hening.

"Ayo foto, mumpung belum gelap." Kiana beranjak lebih dulu. Ia juga minta tolong pada Rama untuk menjepret foto mereka.

Kenapa Rama? Sebab lelaki itu jago untuk urusan estetika. Meski Kiana belum melihat hasil jepretannya hingga saat ini.

Beberapa menit setelah selesai berfoto, mereka beralih memotong kue dan membagikannya pada Rama dan Mama Kiana.

Kiana sibuk melihat hasil jepretan Rama bersama kedua temannya, sementara Rama sibuk memangku Fauna di depan rumahnya.

Jujur, Rama memang berbakat untuk urusan pengambilan foto.

"Happy birthday, Fauna." Meski suaranya pelan, Kiana bisa mendengar hal itu. Ia sontak menatap Rama dan tak sengaja bersitatap dengannya. Detik selanjutnya, Rama memutus kontak mata dan kembali sibuk dengan kucingnya.

"Ki, gue numpang ke toilet dulu ya." Ujar Medina. Kiana spontan mengangguk.

Ia kembali sibuk membantu Dania memilih foto yang bagus untuk dimasukkan ke story Instagram.

Beberapa menit berlalu, Kiana baru tersadar.

Shit!

Tanpa basa-basi, ia bergegas masuk ke rumah. Dapat dilihatnya bahwa pintu kamarnya saat ini dalam keadaaan terbuka.

Dan ya, ketakutan yang ia bayangkan sedetik yang lalu kini terpampang di depan mata.

Di depannya kini Medina sedang membaca surat tulisan tangan dari Balqis.

Sepertinya memang begini takdirnya. Kiana benar-benar tak kepikiran untuk menyembunyikan surat itu sebelum membukakan pintu untuk kedatangan kedua temannya yang tiba-tiba.

"Me-" Belum sempat ia bicara, Medina sudah keluar lebih dulu.

Sialnya, sang Mama malah keluar dari kamar dan sempat melihat Medina yang keliatan tak baik-baik saja.

"Ki, kenapa?" Tanya sang Mama.

Kiana menggeleng. "Gapapa, Ma."

Ia lantas beralih keluar rumah. Dania menunjukkan ekspresi kaget. Tampaknya Medina baru sudah memberitahunya.

Medina mengajak Dania untuk bangkit, lantas mengajak Kiana untuk masuk ke dalam kamar.

"Ini bohong kan? Gak mungkin Balqis bisa ngambil keputusan sebesar ini tanpa curhat ke kita sebelumnya?" Dania masih tak percaya dengan apa yang didengarnya dari Medina.

Medina beralih menatap Kiana. "Kita butuh penjelasan dari lo."

Kiana mengembuskan napas pasrah. Wajahnya juga terasa panas saat ini. Bagaimana tidak? Ia menyimpan sebuah rahasia besar sejak satu jam yang lalu. Dan ini menyangkut masa depan salah satu sahabatnya.

"Balqis udah pergi dari kota ini. Baskara yang nganterin dia ke bandara, dan itu permintaan terakhir Balqis."

Medina menggeleng. "Kenapa lo gak ngasih tau kita langsung? Kenapa lo biarin Balqis pergi gitu aja?!"

Dania sontak merebut surat dari tangan Medina dan membacanya.

"Balqis udah pergi, Me! Bahkan gue gak sempat hubungin dia lewat sosial media karena Balqis udah hapus semuanya. Ini keputusan Balqis. Kita gak bisa ngerubah apapun!" Jawab Kiana.

"Kalau gue gak nemuin surat itu, mungkin lo masih ngerahasiain semuanya gak tau sampai kapan." Medina masih terus menyerangnya.

Kiana merasa tersudut. Kenapa malah ia yang disalahkan sekarang?

"Anj*ng!" Umpat Dania setelah selesai membaca surat dari Balqis. "Baskara anj*ng!"

"Gue gak terima sahabat gue diginiin! Sumpah gue harus samperin dia sekarang!" Dania benar-benar tak bisa menahan emosinya.

Begitu ia hendak membuka pintu, Kiana bersuara.

"Percuma. Mau lo ngamuk sekalipun di depan Baskara gak bakal ngerubah apapun! Gue juga sama terpukulnya dengan kalian! Apalagi gue yang denger kabar ini langsung dari Baskara. Tapi gue bisa apa? Ini rumah tangga mereka. Kita gak berhak ikut campur. Dan apapun yang kita lakukan gak bakal bisa bikin Balqis balik."

Hening. Dania mencoba untuk menahan emosinya, meski surat Balqis di tangannya sudah remuk.

"Kita harus ke rumah orang tuanya Balqis sekarang. Mereka mungkin tau Balqis dimana!" Saran Dania.

"Jangan sekarang, Dan." Ujar Kiana.

"TERUS KAPAN?! Lo gak ngebayangin gimana sakitnya Balqis di luar sana?! Gue sama Medina lebih tau gimana rapuhnya Balqis! Dia gak semandiri itu! Gue yakin sekarang dia nyesal ngambil keputusan untuk keluar kota sendirian. Gue tau Balqis gak akan bisa bertahan sendirian dalam waktu lama!" Ucap Dania dengan kedua mata yang sudah memerah. Sesayang itu dia dengan Balqis.

"Orang tuanya jauh lebih terpukul dibanding kita!" Bantah Kiana sontak membuat Dania tak bisa membantah lagi.

Dania beralih duduk di kursi belajar milik Kiana. Tubuhnya tampak tremor. Ia juga terlihat gelisah. Medina mendekatinya lantas menenangkannya.

"Gak bisa, Me! Beberapa hari lalu dia baru aja minta rekomendasi tempat untuk honeymoon karena Baskara mendadak romantis ke dia malam itu." Wajah Dania kini tertunduk. Sebelah tangannya beralih untuk memijit kepalanya sendiri.

Medina beralih memeluk gadis itu. Tangis yang sejak tadi ditahan oleh Dania kini pecah.

Jujur, baru kali ini Kiana melihat sosok Dania serapuh itu.

"Gue tau Balqis itu gimana. Dia pasti kesepian di luar sana. Cuma kita tempat dia untuk cerita. Gue takut dia kepikiran sama penyakitnya. Gue takut gak bisa ketemu sama dia lagi." Ujar Dania parau.

Air mata Kiana sontak jatuh. Sejak awal ia tak bisa membayangkan bagaimana sakitnya di posisi Balqis. Tapi ia yakin, Balqis adalah wanita yang kuat. Ia yakin, Balqis akan bisa sembuh dari rasa sakitnya dan kembali lagi ke kota ini. Kiana yakin, mereka pasti akan kembali bertemu dengan Balqis suatu saat nanti.

***

Seperti janjinya di hari ulang tahun kemarin, Kiana ingin lebih produktif. Sejak siang tadi, Kiana duduk di hadapan mesin jahitnya.

Ada beberapa pakaian yang menurutnya kebesaran dan Kiana ingin mengecilkannya. Jika dipikir-pikir, semakin bertambahnya usia, Kiana merasa tubuhnya malah semakin kecil. Padahal harusnya ia bertumbuh, tapi faktanya malah menyusut.

"Ki, kamu gak denger ada yang ngetuk pintu di depan?" Mamanya tiba-tiba saja berlalu.

Kiana kaget. Saking fokusnya Kiana, ia malah tak dengar apapun. Ia menghentikan aktivitasnya sebentar.

"Kenapa gak langsung kasih sama Kia? Itu dia ada di dalam. Lagi ngejahit."

Kiana diam-diam menguping. Ia penasaran, kenapa namanya disebut-sebut.

Tak lama, sang Mama menutup pintu dan masuk ke dalam rumah.

Kiana kembali melanjutkan aktivitas menjahitnya, agar tak kentara habis menguping tadinya.

"Rama nitip ini. Katanya pesanan Fauna yang kemarin." Ujar sang Mama sambil memberikan sebuah Tote bag.

Kiana mengernyit heran. Sejak kapan lelaki itu bilang ingin menitipkan sesuatu untuk kucingnya?

Kiana melirik jam dinding. Pukul tiga sore. Biasanya Rama berkunjung ke rumahnya pukul lima, setelah pulang kerja.

Merasa penasaran, Kiana tetap mengambil Tote bag itu dari sang Mama dan beralih masuk ke dalam kamar.

Ternyata isi dari tote bag itu adalah sebuah box yang diberi tulisan 'To Aunty Fauna'.

Jadi maksudnya, barang ini untuk Kiana?

Kiana mendadak semangat untuk membuka isi dari box berwarna pink itu.

Benda pertama yang Kiana lihat adalah sebuah note book. Ia lantas membuka isinya.

Di halaman pertama, terdapat sebuah foto berukuran 3R.

Kiana dibuat shock. Foto itu menunjukkan Kiana yang sedang mengendarai sepeda di tepi danau.

Astaga! Ternyata diam-diam Rama telah mengambil fotonya saat mereka pertama kali berjumpa di danau. Kiana ingat, saat itu ia sedang sedih melihat teman-temannya sibuk dengan pasangan masing-masing. Dan Aksa yang tak kunjung datang kala itu.

Di foto kedua, Kiana lagi-lagi dibuat terpukau. Foto itu menunjukkan Kiana yang sedang tertidur bersandar di sebuah pohon, dengan latar matahari dan danaunya yang benar-benar pas hingga membuat foto itu keliatan sangat estetik!

Kiana sukses dibuat geleng-geleng kepala. Itu adalah moment saat Kiana stres membuat novel projectnya dengan Aksa. Hingga Kiana memutuskan mencari lokasi yang bagus dan nekat pergi ke danau itu lagi sendirian demi menemukan sebuah ide. Dan ya, dia bertemu dengan Rama di sana.

Di lembar ketiga menampil foto Kiana yang sedang duduk di boncengan seseorang. Meski orang di hadapannya di cutting, Kiana ingat moment itu. Saat itu ia sedang mengantri untuk pulang setelah nonton bioskop bersama Medina. Ah iya, saat itu Mamanya meminta Rama untuk menjemputnya.

Lembar keempat adalah foto saat Kiana sedang menunduk melihat makanan. Kiana sadar saat itu sedang difoto dan Rama juga berjanji untuk menghapusnya sebab katanya tidak estetik. Tapi nyatanya? Dia bohong.

Dan masih banyak foto Kiana lainnya yang diambil diam-diam oleh Rama.

Termasuk foto saat sesi prewed sang Kakak. Kemarin Mia memposting salah satu moment Kiana yang menjepret daun secara estetik dan di hadapannya ada Rama yang sedang memotret dirinya secara candid. Kini Kiana bisa melihat hasil jepretan Rama secara nyata.

Untuk semua yang diberikan Rama padanya, Kiana takut untuk bereaksi berlebihan. Ia tak akan lupa moment dimana Aksa mengenalkannya pada keluarganya dulu, tapi ujung-ujungnya ia malah ditinggal tunangan. Kiana takut moment itu terulang lagi dengan orang yang berbeda.

Dan hadiah selanjutnya, Rama kembali memberikan sebuah novel untuknya. Judulnya 'Harus Kamu'. Alih-alih salah tingkah, Kiana malah dibuat sadar. Ia merasa tak asing dengan judul itu. Ia lantas beralih melihat nama penulisnya.

Ternyata benar. Ini adalah buku karya Fahana Aryani. Buku yang pernah Kiana tulis sebagai project naskahnya dengan Aksa waktu itu.

***

TBC!

Hallo!!!

Lama gak update, sekalinya update chapternya panjang. Gapapa lah ya.

Komen dong gimana reaksi kalian dengan part ini?

Aku tunggu ya.

See you next part!

Jangan lupa follow akun ku.

Instagram: @natasya.ylr

Tiktok: @natasya_naa

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top