Bab: 40

Hubungan backstreet kesannya "Gak boleh ada yang tau kita jadian. Aku masih mau bebas nge-repost foto bareng temen-temen yang lain tanpa dicap sudah punya pacar." Jahat ya, hehe.

***

Alih-alih menghabiskan waktu untuk galau sebab putus cinta di kamar, Medina memilih untuk keluar rumah. Terlebih hari ini ia dan Kiana sama-sama bolos.

Dengan mata bengkaknya, Medina mengendarai motor sambil bercerita dengan Kiana.

"Kita mau kemana nih, Ki?" Tanya Medina sedikit berteriak.

"Terserah lo aja, Me."

"Kalau terserah gue mah, gue pengennya naik gunung." Ucap Medina, ngawur.

"Gila lo, capek!"

"Ke wisata alam? Air terjun?" Tanya gadis itu lagi.

"Jauh, Me. Lo sanggup bawa motor ke sana?"

"Gas ajasih. Ntar kalau gak sanggup, baru kita pikirin lagi caranya." Jawab gadis itu enteng.

Kiana tak bisa berkata-kata. Padahal tadi pagi niatnya hanya ingin menghibur Medina yang sedang patah hati. Ternyata gadis itu memilih mengobatinya dengan healing sejauh-jauhnya. Mau gimana lagi. Semua orang punya caranya masing-masing untuk melampiaskan patah hati.

***

Sesuai prediksi, belum sampai ke lokasi, mereka kini sudah berhenti sebab kelelahan. Terlebih Medina. Sejak tadi ia sibuk menggoyangkan kedua lengannya. Keduanya kini sedang berhenti di sebuah rumah makan.

"Pasti pegel banget ya, Me. Sorry ya, gue gak bisa gantian bawa motornya."

Medina nyengir sambil kembali melahap makanannya. "Gapapa, kan gue yang minta."

"Yaudah, kalau gitu makanannya biar gue yang bayarin ya." Ujar Kiana.

"Makasih loh, padahal gue gak maksa. Boleh nambah gak nih?" Tanya gadis itu. "Canda, Ki. Gue kesini cuma pengen ngambil foto doang kok."

"Astaga, gue kira lo pengen liburan."

"Sekalian cuci mata. Ya mau gimana, wisata alam di daerah kita pada jauh semua. Nanti bantuin gue cari view yang bagus ya."

Kiana yang sudah selesai makan kini beralih mengecek ponselnya. Hari sudah menunjukkan pukul setengah tiga sore. Butuh setengah jam lagi untuk mereka bisa sampai ke air terjun.

"Perjalanan kita setengah jam lagi. Lo sanggup?" Tanya Kiana. Baru kali ini ia melakukan perjalanan jauh dengan Medina naik motor berdua.

"Sanggup gak sanggup sih. Demi sebuah postingan story."

"Nyiksa diri banget lo." Ucap Kiana.

"Gue gak bisa diem aja dong, Ki. Mantan gue keliatan baik-baik aja setelah putus. Malah makin rajin posting story bareng temen-temennya. Gue gak mau kalah!"

Kiana hanya bisa pasrah.

"Intinya kita pulang sebelum gelap ya. Gue gak mau diomelin nyokap lagi." Pinta Kiana.

"Okey!"

***

Mereka telah tiba di lokasi wisata alam air terjun. Baru saja menghirup udara segar khas alam, Medina sudah memintanya untuk menjepret foto.

"Ki, tolong fotoin gue dong. View nya yang bagus ya. Menurut lo filter bagus yang mana? Yang kesannya estetik gitu."

Butuh waktu yang lama untuk Kiana mengambil jepretan sahabatnya ini. Kiana cukup sabar melakukannya, mengingat gadis itu sudah effort ke sini.

Medina juga melakukan hal yang sama. Membantu Kiana mengambil foto meski tak sebanyak jepretan Kiana.

"Udah puas kan? Yuk pulang." Ajak Kiana dan diangguki oleh Medina.

Mereka ke tempat ini hanya sekedar mengabadikan moment via kamera ponsel. Bukan untuk menikmati keindahan alamnya.

"Ki, kalau nanti gue gak sanggup bawa motornya gimana?" Tanya Medina sambil menggoyangkan kedua tangannya.

Nah kan! Ini dia yang Kiana takutkan.

"Udah paling bener kita sewa mobil sih kalau perjalanan jauh gini." Ujar Kiana.

"Ya mau gimana, udah kejadian juga. Apa gue hubungin temen kita suruh jemput ya?"

"Temen kita yang mana?"

"Balqis."

Kiana geleng-geleng kepala. "Jangan nyusahin orang lah, Me. Yaudah sekarang kita mulai jalan, pelan-pelan aja. Nanti juga bakal sampai kok."

Medina mengangguk. Namun pandangan dan tangannya belum lepas dari ponselnya.

"Ki, lihat ini."

Medina menunjukkan postingan Randi yang sedang kumpul dengan teman-teman perempuannya. Dahi Kiana berkerut tak suka.

"Bisuin aja postingannya bisa gak sih?! Panas gue liatnya. Posting foto bareng banyak cewek bisa, giliran posting foto ceweknya sendiri aja gak pernah. Sok-sokan privasi. Biar apasih? Biar bebas deket sama banyak cewek?" Kiana yang malah emosi lantas merampas ponsel dari tangan Medina. "Lo gak mau blokir dan unfollow dia kan? Yaudah, biar gue yang bisuin postingan storynya."

Yang Kiana lakukan saat ini adalah Dejavu. Dulu sahabat-sahabatnya yang turun tangan memblokir akun Aksa saat tahu bahwa lelaki itu sudah tunangan. Kini, Kiana yang melakukannya untuk Medina.

***

Kiana dan Medina akhirnya tiba di rumah dengan selamat.  Ternyata hari ini sang Papa juga sudah pulang. Mamanya juga terlihat sedang sibuk memberi makan kucing.

"Kursusnya sampai sore ya?" Tanya sang Papa.

Bersamaan dengan itu terdengar bunyi ketukan di pintu utama.

"Biar Mama yang buka." Ujar sang Mama.

"Gimana proses kursusnya?" Tanya sang Papa lagi.

"Lancar, Pa." Ujar Kiana sedikit berbohong. Padahal sebenarnya meski telah belajar setiap hari, Kiana masih sulit memahaminya. Entah karena dia hanya sekedar belajar selama dua jam saja. Harusnya Kiana juga perlu mengulangnya di rumah.

"Udah bisa buatin Papa sweater dong?" Gurau sang Papa.

"Butuh waktu lama dong selesainya. Kia kan cuma punya jatah dua jam belajarnya, Pa."

"Kalau Papa beliin mesin jahit?"

"Gausah, Pa. Kia bisa-" Omongan Kia sontak berhenti sebab sang Mama memanggilnya.

Sang Mama masuk bersama seorang kurir paket yang membawa box besar. Selesai dengan tugasnya, kurir paket itu lantas pamit pulang. Sang Mama bergegas mengambil cutter untuk membuka box itu.

"Mulai sekarang, belajar jahitnya makin rajin ya, biar bisa buatin baju untuk Fauna." Ujar sang Mama yang kini sudah berhasil membuka box itu.

Kiana menatap orang tuanya bergantian.

"Ini?" Kiana masih tak percaya.

Box itu berisi sebuah mesin jahit lengkap dengan mejanya pula.

"Papa yang beliin ini untuk kamu." Ujar sang Mama.

Mendengar hal itu, Kiana sontak menangis dan memeluk Papanya.

"Harusnya Papa gak perlu beliin Kia. Papa kan gak kerja. Kontrakan juga udah dijual. Harusnya Kia yang ngasih penghasilan ke Papa."

"Papa gak butuh penghasilan. Papa cuma pengen liat anak-anak Papa sukses dan bahagia. Mia dan Mahen sudah Papa biayai sekolahnya sampai sarjana. Pinta juga sedang kuliah sekarang. Papa juga harus adil sama kamu." Jawab sang Papa.

Kiana tak berhenti menangis. Tak menyangka jika sang Papa sesayang ini pada anak-anaknya. Sekalipun beliau memiliki dua istri dan dua keluarga.

Ketukan pintu terdengar lagi. Sang Mama bangkit untuk membukakannya.

Tak lama, sang Mama kembali masuk sambil membawa tamu lagi.

Tamunya kali ini bukan kurir paket. Melainkan Rama. Lelaki itu membawakan sekantung belanjaan dan masuk sambil mencari kucing. Begitu melihat Kiana dan Papanya, lelaki itu menyapa sang Papa sebentar, lantas kembali sibuk memangku kucingnya. Dia benar-benar sudah menganggap bahwa ini rumahnya.

"Fauna, Papanya datang bawa makanan tuh." Ujar sang Mama pada si kucing.

Kiana mengernyit heran. Sejak kapan Rama menjadi seorang bapak? Bapak hewan maksudnya.

***

TBC!

Ternyata terakhir updatenya seminggu yang lalu. Maaf ya hehe.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top