Bab: 21
Beralibi mati rasa. Sekalinya dideketin lawan jenis malah tantrum.
***
Mamanya Kiana kini sibuk menatap anak kucing berbulu putih bersih di dalam keranjang. Kucing itu dibawa oleh Rama tadinya. Lelaki itu menitipkannya saat ia pulang.
"Hei, Fauna!" Sang Mama sibuk bermain dengan kucing.
Kiana merasa heran dengan pemberian nama pada hewan itu. Biologi banget kesannya.
"Kenapa gak Flora aja sekalian?" Kritik Kiana.
"Sembarangan kamu. Ini kan jantan, masa dikasih nama betina."
Kiana mengembuskan napas pasrah. Mana dia tahu. Dia jelas bukan pecinta binatang. Bahkan hewan kucing yang disukai oleh banyak perempuan saja, ia tak suka. Entahlah, sepertinya jiwa kasih sayangnya sudah mati.
"Kenapa Mama sama Papa bisa kenal sama Rama?" Tanya Kiana lebih dulu.
"Kamu penasaran sama Rama?" Mamanya malah bertanya balik.
"Yaudah kalau aku gak boleh nanya." Kiana berpura-pura ngambek.
"Dia tetangga baru kita. Tinggalnya gak jauh dari sini. Papa bisa kenal dia karena sering ketemu pas sholat di Masjid. Keren tau anaknya."
"Dia ke sini pindah bareng keluarganya?" Tanya Kiana lagi.
"Bukan. Dia ngekos di sini. Katanya biar deket sama lokasi kerjanya. Ini si Fauna sebenarnya bukan kucingnya Rama. Dia nemu pas lagi beli bubur ayam di depan. Karena kasian gak punya siapa-siapa, dia bawa si Fauna ke rumah trus dirawat deh."
"Trus kenapa dibawa ke sini?"
"Mama yang nyuruh. Mama mau coba pelihara dia seminggu. Lagipula Rama terlalu sibuk, jarang ada di rumah. Takutnya Fauna gak keurus."
Kiana menyipitkan matanya. "Mama keliatan udah deket banget sama dia. Jangan-jangan-"
Ucapan Kiana dengan cepat dipotong oleh sang Mama. "Apa? Kamu merasa dijodohin?"
"Bukan." Kiana ragu mengatakan ini. Ia berpikir jika pertemuannya dengan Rama saat itu bukan sebuah kebetulan, melainkan sudah direncanakan.
"Terus apa?" Tanya sang Mama.
Kiana menggeleng. "Bukan apa-apa."
Sang Mama lantas bangkit, ia membawa keranjang kucing itu lantas masuk ke dalam rumah.
"Mama mau kemana?"
"Mau bikin baju buat Fauna." Ujar sang Mama.
"Hah?" Kiana geleng-geleng kepala melihat kelakuan sang Mama.
***
"Nunggu Mama sakit beneran ya, biar kamu bisa nginep lama di rumah." Ujar sang Mama sambil mengantar Kiana ke depan rumah.
Pagi ini Kiana pamit kembali ke kosan. Ia harus kembali menulis. Mia, kakak kandungnya sedang ada acara kantor di luar kota, sementara adiknya juga sama, hingga yang ada di rumah hanya Papa dan Mamanya saja.
Lagipula sudah ada Fauna. Semalam saja Mamanya sibuk menjahit baju untuk kucing jantan itu. Jadi Kiana tak perlu khawatir untuk meninggalkan orang tuanya.
"Bukan gitu, Ma. Aku lagi ngejar deadline. Nanti kalau udah selesai, aku bisa nginep lama di sini. Lagipula kan udah ada Fauna."
"Iya sih." Sang Mama malah membenarkan.
Bunyi klakson motor mengalihkan perhatian keduanya. Ternyata itu Rama.
"Mau kemana?" Tanya lelaki itu.
"Nak Rama boleh tolong antarkan anak Tante pulang ke kosannya? Kasian dari tadi nungguin gojek gak dateng-dateng."
Kiana melongo tak percaya mendengar ucapan sang Mama.
"Boleh, Tante." Jawab Rama tanpa ragu sedikitpun.
"Ma, baru juga aku pesan gojeknya. Ini juga pasti bakalan dateng bentar lagi."
"Udah, cancel aja." Bisik sang Mama. "Sana naik. Ntar Rama telat kerjanya loh."
Jika tidak karena desakan dari sang Mama, Kiana pasti sudah menolak keras. Tapi masalahnya, sang Mama benar-benar menarik tangannya bahkan membantunya untuk naik ke motor Rama. Benar-benar memalukan.
"Pergi dulu Tante." Ujar Rama sebelum akhirnya keduanya melesat pergi.
***
Kiana merasa semakin tak enak, terlebih Rama mengendarai motornya dengan kecepatan sedang. Ia takut lelaki itu malah terlambat kerja.
"Ram, gue turun di sini aja gapapa kok." Ujar Kiana.
"Kenapa minta diturunin?" Tanya lelaki itu.
"Kosan gue masih jauh. Lagian kata Mama tempat kerja lo deket dari rumah. Buang-buang waktu banget. Takutnya lo telat."
"Gapapa, santai aja." Ujar lelaki itu.
Kiana mengembuskan napas pasrah. Terserah lelaki itu saja.
Butuh waktu lama hingga akhirnya mereka tiba di kosan Kiana.
Bukannya langsung pergi, lelaki itu malah mematikan mesin motornya.
"Gak ditawarin masuk nih?" Tanyanya.
"Gila! Mana bisa. Ini kan kosan cewek." Balas Kiana. Lelaki itu malah tertawa.
Kiana melirik jam lewat ponselnya. "Lo gak takut telat? Ini udah jam berapa coba."
"Aman. Paling yang buka toko karyawan gue."
Kiana tercengang mendengarnya. Siapa sangka ternyata lelaki ini adalah pengusaha muda.
"Yaudah kalau gitu gue masuk dulu ya. Makasih banget tebengannya."
"Sama-sama."
Kiana langsung masuk ke dalam kosannya tanpa menunggu lelaki itu pergi lebih dulu. Katakanlah ini tidak sopan. Namun Kiana hanya merasa tak nyaman saat ini.
***
Demi mendapatkan angin segar, Kiana nekat mengajak Rosa ke mall untuk bisa mengetik dengan nyaman di salah satu kafe mini di sana. Rosa punya rekomendasi tempat yang minim pengunjung. Oleh sebab itu Kiana mengajaknya.
Saat sudah tiba di sana, ternyata Rosa benar. Tempat ini tak begitu ramai. Nyaman. Kiana suka. Terlebih Kiana hanya sendiri di meja ini, sebab Rosa memutuskan untuk berkeliling mencuci mata.
Sambil menyeruput minumannya, Kiana menimbang-nimbang plotwist seperti apa yang akan ia masukkan di ending ceritanya kali ini.
Iseng menatap sekeliling, namun pandangannya malah terfokus pada seseorang yang sedang duduk di depan kursi bar. Dari posisi samping, Kiana bisa menebak siapa lelaki itu.
Shit!
Kenapa dia ada dimana-mana?!
Lelaki itu terlihat sedang sibuk ngobrol dengan barista.
Kiana menyeruput minumannya dengan fokus. Belum ada sedikitpun ide yang terlintas di benaknya.
"Sendiri aja?" Mendengar suara tak asing itu, Kiana refleks menutup layar laptopnya. Minuman yang ia seruput bahkan sedikit tumpah di bibirnya. Kiana sontak mengambil tisu dan membersihkan bibirnya.
Tunggu! Kenapa Kiana malah kikuk, seolah dia memang sedang mengikuti Rama.
"Kenapa? Takut ketauan lagi ngintilin orang ya?" Ujar lelaki itu kepedean.
Kiana menatap lelaki itu kesal. "Lo kali yang ngintilin gue! Gue curiga, jangan-jangan lo ada apa-apa sama orang tua gue. Dibayar berapa lo sama mereka buat ngedeketin gue?" Kiana blak-blakan mengeluarkan isi hatinya.
"Dibayar? Maksud?"
"Dari awal kita ketemu di danau, sampai akhirnya ketemu di rumah gue, gue udah curiga kalau lo itu mata-mata orang tua gue. Atau kemungkinan parahnya, mereka buat perjanjian perjodohan sama lo."
"Bentar. Gimana-gimana?" Rama terlihat bingung. Namun Kiana yakin jika lelaki itu sedang berpura-pura.
"Gini, gue tegasin sama lo. Berhenti penasaran sama gue. Gue cewek toxic. Dan satu hal lagi, gue gak tertarik untuk nikah!"
Kiana bangkit, mengambil laptopnya, lantas berjalan keluar kafe. Ada perasaan lega di hatinya mengingat sebagian unek-uneknya sudah keluar. Semoga itu adalah pertemuan terakhirnya dengan Rama, atau dia akan menanggung rasa malu kedepannya.
***
TBC!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top