Bab: 15
Harusnya sudah bisa menebak jika janjinya tidak serius.
***
Seminggu berlalu, hari yang ditunggu-tunggupun tiba. Jadwal yang tadinya menunggu hingga akhir bulan, mendadak dipercepat seminggu kedepan sebab sama-sama tak sabar menunggu moment ini. Begitu pula dengan Kiana.
Kiana sudah memberi tahu Aksa jauh-jauh hari agar lelaki itu bisa mengatur jadwal kerjanya.
Mereka akan staycation ke desa kecil. Lebih tepatnya di sebuah objek wisata di sebuah danau. Mereka akan menginap seharian di sana. Dikarenakan mobil hanya ada satu. Anggota yang berisikan delapan orang itu terpaksa harus berpisah kendaraan. Balqis, Kiana, Medina dan Dania menggunakan mobil bersama Baskara sebagai supirnya. Sementara Gavin, Randi dan Aksa naik motor masing-masing.
Tapi ngomong-ngomong, hingga sekarang mereka belum tau jika lelaki yang Kiana bawa adalah Aksa.
Kiana tak peduli dengan reaksi teman-temannya nanti. Intinya dia hanya memikirkan bagaimana indahnya moment hari ini akan berlangsung.
Masih menunggu di kosan Kiana sebagai titik temu. Gavin, Randi dan Aksa belum juga tiba.
Medina mendekati Kiana, lantas berbisik. "Siapa?"
Kiana membalas tersenyum.
Melihat hal itu, dahi Medina berkerut tak suka. "Jangan bilang-"
Kiana menempelkan jarinya di bibir, menyuruh diam.
"Parah lo!" Ujar gadis itu. Ia lantas beralih mendekati Balqis dan Dania.
Tak lama Gavin dan Randi tiba. Sepertinya mereka janjian.
Kini tinggallah menunggu kedatangan pasangan Kiana.
"Ki, lo gak ngehalu bawa cowok kan?" Tanya Baskara, bercanda.
"Ki, gue penasaran banget siapa cowok lo. Boleh kasih liat fotonya dulu gak sebelum orangnya dateng?" Pinta Dania.
"Kok gue gak yakin ya cowok yang lo maksud bakalan dateng." Sahut Medina sontak membuat orang-orang memandangnya.
"Woi, Me, lo jangan matahin semangat Kia dong." Sahut Balqis. "Capek tau gue bujuknya."
"Yaudah gini, kalau dalam waktu lima belas menit cowoknya Kia gak dateng, Qis, lo hubungin Rizki. Kita suruh dia nyusul." Ujar Medina main ambil keputusan sepihak.
Kiana jelas tak tinggal diam. "Maksud lo apasih? Gak suka liat gue bahagia? Gue kira lo sahabat gue loh!"
Dania dan Balqis sontak bergerak menahan keduanya agak tidak bertengkar.
Kiana masih tak habis pikir. Ini baru Medina yang mengetahui perihal Aksa. Bagaimana dengan yang lain? Apa mereka juga beraksi sama seperti gadis itu?
"Astaga malah pada ribut. Kita mau hangout guys. Healing! Jangan pakai urat gini lah." Ujar Dania.
"Udah, gini aja. Berhubung waktu kita gak banyak. Lima belas menit lagi, kalau cowok Kia gak dateng, kita langsung berangkat. Maaf ya Ki, tapi perjalanan kita gak deket. Lo tenang aja, lo bisa kirim maps ke dia kok." Ujar Balqis mengambil jalan tengah.
***
Setengah jam berlalu. Kiana kini sudah memulai perjalanannya bersama yang lainnya. Dengan posisi Dania yang berada di tengah-tengah, mampu menetralisir ketegangan di antara Medina dan Kiana.
Sejak tadi Kiana selalu menoleh ke belakang. Namun yang berhasil ia lihat hanya Gavin dan Randi.
Tidak ada Aksa.
Lelaki itu tak mengangkat panggilan telepon maupun pesannya.
Kiana kecewa. Tapi di sisi lain, ia takut terjadi apa-apa dengan Aksa.
Dania tiba-tiba menguap. Ia berdehem, lantas membuka obrolan.
"Kalau diem-diem gini, bawaannya gue mual. Kita main game yuk."
Balqis di kursi depan langsung menoleh. "Main apa?"
"Main game di shopee."
Balqis mendengkus pasrah. "Up lah. Mending gue dengerin musik."
"Ah, gak asik lo. Ki, main yuk." Ajak Dania.
Kiana berpura-pura melirik ponselnya sekilas. "Jaringan gue gak stabil." Alibinya.
Dania beralih menatap Medina yang sejak tadi hanya diam.
"Lo harus mau, titik!" Paksa gadis itu.
Medina berdecak. "Iya-iya!"
"Yes!" Ujar Dania kegirangan.
Bersamaan dengan itu, musik juga mengalun indah, baru saja disetel oleh Balqis. Lagu car's oustide menjadi pembuka untuk pagi yang cerah ini. Jujur, mendengar lagunya membuat Kiana ingin menangis saat ini juga.
***
Tiga jam perjalanan menjadi waktu yang sangat lama bagi Kiana. Hingga mobil berhenti, dan mereka harus mendaki untuk sampai di lokasi. Kendaraan tak bisa lewat sebab jalannya licin dan belum diaspal. Itulah sebabnya mereka harus jalan kaki.
Mereka baru saja mengambil ransel masing-masing dari dalam bagasi. Balqis mengusahakan agar tak ada bawaannya yang tertinggal, sebab mereka akan membutuhkan waktu lima belas menit untuk bisa kembali ke sini.
Gavin dan Randi baru saja tiba. Kiana hanya bisa mematung saat menyaksikan sahabat-sahabatnya mulai sibuk mendekat pada pasangan masing-masing. Ia beralih menatap pemandangan sekitar. Aksa dimana?
Seseorang tiba-tiba merangkulnya. Ternyata orang itu Medina.
"Gue minta maaf ya." Ujarnya dengan nada lirih. "Gue mau hari ini jadi moment paling berkesan buat kita. Gue ngaku salah karena udah mancing duluan tadi pagi. Lo mau maafin gue kan?"
Kiana mengangguk.
"Okey! Let's have fun!" Ujar gadis itu sambil menggandeng tangan Kiana untuk mendaki bersama.
***
Jiwa kaum rebahan seperti Kiana tampaknya tak cocok untuk mendaki meskipun hanya lima belas menit. Padahal jalanannya juga tidak terlalu menanjak. Hanya saja jalanan sulit dilewati sebab becek, genangan air dan lumpur menjadi satu.
Tak ada satupun yang selamat dari tanah liat kuning itu. Kaki mereka benar-benar kotor setibanya di lokasi.
Rencananya mereka akan bermalam sehari saja. Banyak pertimbangan, dari wacana tiga hari menjadi semalaman saja. Apalagi jika bukan urusan kerjaan kendalanya.
Untuk urusan tenda, mereka memilih sewa, lengkap dengan perlengkapan api unggun. Balqis yang bertugas menyiapkan bahan makanan.
Mereka memesan dua tenda. Satu untuk perempuan, yang lainnya untuk laki-laki. Tidak ada alasan berpisah tenda! Ini jelas momment langka.
Tenda pertama khusus untuk perempuan sudah lebih dulu didirikan. Kiana dan Balqis bertugas mengurus bagian perlengkapan bahan memasak. Sementara Medina dan Dania beralih membantu anak laki-laki mendirikan tenda. Entah kenapa tenda bagian anak cowok itu sulit sekali didirikan.
"Gue kayak lagi ngeliat anak-anak main sama bapaknya." Ujar Balqis sambil mencomot irisan tomat.
Kiana ikut tersenyum saat melihat Medina dan Dania bertukar canda dengan Gavin, Randi dan Baskara.
Kiana beralih menatap Balqis, lantas mengusap perut rata gadis itu. "Insyaallah, secepatnya ada dedek di dalem sini."
"Aamiin allahuma aamiin!" Balas Balqis excited. "Tapi beneran loh, Ki. Gue pikir tuh, setelah nikah dan berhubungan suami-istri pasti bakal langsung dapet anak. Ternyata gak segampang itu ya."
"Itu namanya ujian pernikahan, Qis. Gak ada hubungan pernikahan yang lurus-lurus aja. Pasti ada surutnya. Entah itu di bagian keuangan, batin, bahkan urusan momongan." Ujar Kiana.
"Setuju banget gue, Ki!" Balqis menyodorkan irisan tomat ke mulut Kiana. "Nih, makan dulu tomatnya biar makin pinter."
Balqis tampaknya memang terniat dalam acara ini. Tak ada lagi yang mereka kerjakan selain bermain-main, sebab wanita itu telah memotong, mengiris, dan menggiling semua bumbu lantas memasukkannya ke sebuah wadah yang bersekat. Mereka akan melangsungkan acara bakar-bakar setelah Maghrib.
Untuk urusan makan siang, mereka memilih untuk memesan makanan di kantin terdekat saja. Sudah dibilang, semuanya di sini lengkap. Ya, meskipun harganya lumayan.
Setelah menyusun rapi bahan masakan, tenda bagian laki-laki itu belum juga berdiri. Semuanya asik bercanda.
Balqis menepuk bahu Kiana. "Ki, kita nyusul mereka yuk. Kayaknya tanpa bantuan kita, itu tenda gak bakalan berdiri deh."
"Yuk!" Sahut Kiana, berpura-pura mengiyakan.
Balqis lebih dulu bangkit, dan berlari menyusul teman-temannya. Sementara Kiana, masih stay di tendanya.
Jangan harap ia akan ikut ke sana. Mendaki tadi saja sudah membuat energinya terkuras. Kini saatnya ia mengecas energi dengan menyendiri. Melihat teman-temannya tertawa dari sini saja sudah membuatnya terhibur.
Sejauh ini, rasanya tak masalah jika tidak ada Aksa. Ya, setidaknya teman-temannya tidak iseng mengajak lelaki lain untuk menjadi pasangan pura-puranya.
***
TBC!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top