Bab: 10

Setiap orang punya life goalsnya masing-masing. Saranku, jangan tanya 'kapan nikah?' pada seseorang. Nanti jika dia balik bertanya 'kapan sukses?' kau tersinggung.

***

Kiana yang sedari tadi memantau grup WhatsApp itu lantas menekan tombol home dan beralih ke aplikasi lain.

Ngomong-ngomong tentang nama grup, dulu ketika baru dibuat, Kiana dan dua saudaranya ribut mengganti nama grup sesuka mereka sebab merasa tidak cocok. Alhasil, Mama mereka marah dan menyuruh untuk menghentikan perdebatan itu. Kiana yang terakhir mengubah nama grup, dan masih bertahan hingga kini. Ya mau gimana, meski terkesan tidak sopan.

Notifikasi grup kembali masuk.

Kiana mengembuskan napas pasrah. Bahkan setelah keluar dari rumah pun, ia masih dituntut untuk mendatangi acara ini-itu. Kiana memang seburuk itu dalam bersosialisasi.

Leya, gadis yang akan menikah di hari Minggu itu kebetulan memang tetangga dekat sebab rumah mereka berhadapan. Usia keduanya juga sama. Meski jarak antar rumah serta usia mereka dekat, keduanya seperti orang asing. Tidak kenal satu sama lain. Bukan karena bermusuhan. Namun sebab Kiana yang tak pernah mau bergaul di lingkungan rumahnya.

Sebenarnya Kiana cukup shock saat mendengar orang-orang yang seusia dengannya perlahan mulai menikah.

Sementara dirinya, hingga kini masih sibuk mencari jati diri.

Sekali lagi, notifikasi grup WhatsApp-nya masuk.

Lagi, Kiana mengembuskan napas pasrah dan mengetikkan sesuatu di layar ponselnya.

***

Hari-hari berlalu, meski setiap harinya Kiana selalu memikirkan cara untuk tidak mendatangi pernikahan tetangganya, namun nihil. Hari ini tetap datang juga.

Kiana sengaja bersiap-siap dari rumah agar tak membuang waktu. Ia juga sudah memesan grab untuk pulang ke rumahnya. Rumah orang tuanya masih berada di kota yang sama. Paling hanya membutuhkan waktu sekitar tiga puluh menit untuk tiba di sana. Dekat memang.

Begitu tiba di rumahnya, Kiana nyaris saja berniat kembali pulang. Bagaimana tidak? Pintu rumahnya saja bahkan tak terlihat akibat ditutup oleh tenda besar hajatan. Belum lagi dengan suara musik khas pernikahan berdentang keras di telinganya.

Kiana menyayangkan, kenapa tidak memesan hotel saja? Jika begini, namanya menyusahkan tetangga sekitar.

Pikiran Kiana kadang suka egois. Sebab ia tak suka diusik, dan tak mau mengusik.

Alhasil, Kiana memilih menghubungi sang Mama.

Awalnya tidak diangkat. Kiana kembali menghubungi Mamanya. Untunglah, wanita itu mengangkat panggilan masuknya.

"Kia? Udah dimana?"

Suasana di seberang terdengar berisik, tentu saja.

"Kia udah di depan, Ma."

"Kamu ke rumah dulu. Kita berangkatnya bareng."

"Mama belum siap-siap? Mau ke rumah gimana? Ini jalanannya pada ketutup semua."

"Bisa. Lewat belakang."

Kiana mengikuti arahan sang Mama. Terlalu lama meninggalkan rumah, ia nyaris lupa dengan jalan tikus di rumahnya.

Begitu tiba di belakang rumah, sang Mama menyambutnya. Begitu Kiana mencium tangan wanita itu, ia lantas memeluknya erat. Dapat Kiana rasakan bahwa sang Mama sangat rindu padanya.

"Ganti baju ya. Udah Mama siapin." Ujar Sang Mama tanpa beban.

Kiana melongo. Padahal dia sudah memilih dan menyiapkan baju yang dipakainya saat ini dalam waktu yang lama. Kurang lebih satu jam.

"Kia pakai baju ini aja, Ma."

"Udah, nurut sama Mama. Biar pakaian kita couple-an."

Kiana menggaruk tengkuknya yang terasa gatal. "Ribet, Ma."

"Kia. Apa kabar?" Seorang wanita menghampiri mereka.

Itu Ambar. Adik Mamanya. Wanita itu memakai pakaian yang senada dengan kostum sang Mama. Tampaknya mereka sudah janjian.

Tapi tunggu dulu!

Kenapa Tantenya malah ikut hadir? Ini kan hanya sekedar pesta pernikahan tetangga.

"Baik, Tan. Tante Ambar dan keluarga apa kabar?" Keduanya cipika-cipiki.

"Baik. Udah lama Tante gak liat kamu. Kurusan ya sekarang? Tante denger katanya kamu sibuk kerja sekarang."

Kiana hanya membalas dengan tersenyum. Ia tahu ini hanya sekedar basa-basi yang basi. Tapi jujur, hal yang membuat Kiana muak bertemu dengan keluarganya sebab mereka selalu menyinggung apapun tentang dirinya.

"Mau ganti baju ya? Kita nungguin kamu loh dari tadi." Sambung Tante Ambar.

Kiana bergegas ke kamarnya. Namun saat di ruang tengah, ia melihat seseorang lagi. Wanita berumur yang sedang duduk di sofa itu adalah eyangnya.

Sumpah! Kiana benar-benar dibuat speechless. Kenapa Mamanya malah mengundang keluarga mereka di acara pernikahan tetangga?

Kiana menghampiri eyangnya, yang juga memakai pakaian senada dengan Mama dan Tantenya. Selanjutnya, ia bergegas masuk ke dalam kamar.

Begitu tiba di kamar, Kiana mengembuskan napas lega.

Ia masih tak habis pikir.

Alih-alih memikirkan itu, Kiana bergegas mengganti pakaiannya, agar ia bisa pulang ke kos secepatnya.

***

Kiana dan Leya ini dulu pernah dekat. Tapi itu sudah lama sekali. Ketika mereka masih kanak-kanak. Keluarga Mamanya dulu sering berkunjung ke rumah ini, hingga mereka mengenal Leya juga sebab sering menjadi teman main Kiana.

Beranjak remaja, Kiana mulai menutup diri. Sementara Leya tumbuh menjadi gadis yang aktif, mudah bergaul dan memiliki banyak kenalan.

Sebenarnya Kiana dan Leya saling follow di beberapa media sosial. Tapi lucunya, gadis itu sama sekali tak mengundang Kiana melalui chat. Itulah salah satu sebab Kiana malas mendatangi acara ini.

Kiana mengambil foto Leya dan suaminya secara candid. Saat sibuk mengedit hasil jepretannya, Tante Ambar menyenggol lengannya pelan.

"Nanti pas salaman jangan lupa ambil bunga kantil pengantin. Semoga aja kamu cepet nyusul." Ujarnya agak kencang, sebab suaranya beradu dengan musik.

Mendengar itu, Kiana tersenyum. "Gak dulu deh, Tante."

"Kalian kan seumuran. Si Leya udah nikah. Masa kamu gak mau nyusul?"

Kiana benci dengan pertanyaan ini.

"Minumannya enak. Cobain dulu, Mbar." Sang Mama mengalihkan topik. Kiana akhirnya bisa lega.

***

Malam ini Kiana dipaksa menginap di rumah orang tuanya. Tak ada saudara-saudaranya di sini. Kakaknya baru saja pulang beberapa menit yang lalu, dan sekarang sudah pergi lagi. Paling sedang menghabiskan waktu di pernikahan tetangganya.

Tak ada yang Kiana kenal di acara pernikahan tadi. Bahkan tetangganya menatap asing padanya. Wajar saja, meski Kiana sejak kecil sudah menetap di sini, ia jarang keluar dan bersosialisasi dengan tetangga.

Tapi Leya masih mengingatnya kok. Gadis itu sangat senang melihat kehadirannya di sana.

Postingannya bahkan di-repost beberapa saat lalu oleh gadis itu.

Ngomong-ngomong, Aksa sudah melihat postingannya. Lelaki itu tak pernah alfa menjadi penonton story-nya tanpa meninggalkan jejak sekedar like atau balasanpun.

Hari ke-enam ditinggal Aksa keluar kota, tak ada notifikasi masukpun dari lelaki itu. Kiana merasa hilang, lagi.

Pintu kamarnya kini diketuk. Kiana bangkit, dan membukanya. Sang Mama kini berdiri di depannya.

"Kamu jarang-jarang nginep di rumah, sekalinya nginep malah ngurung diri di kamar. Sini yuk, kita ngobrol sama Papa di sana." Ujar Mamanya.

***

TBC!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top