Cerita Ketujuh: Memento

Putri berhasil muncul dengan selamat di halaman depan rumah bercat putih itu. Meskipun tadinya ia tidak yakin, apakah datang ke sini dengan berteleportasi adalah ide yang bagus. Mengingat saat ini kekuatan Kristal Aeon masih belum benar-benar stabil.


"Reza!" Putri menyerukan nama orang pertama yang dilihatnya di tempat itu.Pemuda itu juga melihat Putri yang tiba-tiba muncul, dan tersentak kaget.

"Putri!" seru Reza, sementara Putri berlari menghampirinya.

"Kamu nggak apa-apa? Aku melihat kilasan-kilasan! Kamu bertarung dengan Nanda, 'kan? Aku melihatmu terluka dan kesakitan... Tapi, kenapa kamu malah di sini? Apa sekarang sudah baikan?" Putri membombardir Reza dengan pertanyaan, begitu sudah berdiri tepat di hadapan pemuda itu. Ia terlihat begitu cemas.

Reza tak bisa menahan diri untuk tertawa kecil. Katanya, "Mana yang harus kujawab duluan?"

"Kok ketawa, sih! Aku 'kan khawatir!" protes Putri.

"Aku baik-baik saja," akhirnya Reza menyahut sembari menatap Putri dengan lembut.

Putri menarik napas lega, lalu berkata, "Syukurlah! Eh, tapi... kamu ngapain berdiri sendirian di sini?"

Sebelum Reza menjawab, Putri sudah tertarik pada sesuatu yang lain. Iapun melongokkan kepala ke balik bahu Reza. Ke arah rumah.

"Kok sepi?" tanya gadis itu. "Pada ke mana?"

"Liburan," sahut Reza. "Kecuali Kak Ray. Dia... Sedang pergi ke suatu tempat–"

"Ke tempat Nanda?" sela Putri, mengejutkan Reza. "Kamu nggak bisa membohongiku. Lupa, ya? Aku ini 'kan Putri Aeon."

Reza masih tertegun sejenak, sebelum akhirnya tersenyum samar.


*      *      *


Tak lama kemudian, Putri dan Reza sudah duduk berbincang di teras.

"Begitu, ya?" kata Putri. "Karena ingatanku sudah kembali, ingatanmu juga. Dan mungkin..."

"Rexor!" Reza menyambung.

Putri mengangguk, lalu berkata, "Ini pasti akan jadi masalah. Tapi yang penting sekarang... kondisimu, Power Stone Hitam, dan Kristal Aeon harus dipulihkan dulu."

Reza mengerutkan kening. "Memangnya Kristal Aeon kenapa?"

"Sama seperti Power Stone-mu. Karena keduanya pernah 'terhubung' di bawah kendalimu, dan karena ketidakstabilan emosi serta ingatan kita, Kristal Aeon juga menjadi tidak stabil."

"Begitu. Jadi, apa yang harus kita lakukan?"

Menjawab pertanyaan itu, Putri melepas kalungnya. Diletakkannya benda itu, bersisian dengan changer milik Reza yang sejak tadi tergeletak di atas meja. Kristal Aeon pada liontin kalung dan Power Stone Hitam pada changer, segera bereaksi, memancarkan cahayanya masing-masing. Sinarnya lembut, dan berkedip-kedip dalam irama yang tenang. Bersesuaian.

"Untuk sementara, biarkan saja seperti ini," kata Putri.

"Baiklah," Reza menyahut, lalu menyandarkan punggungnya ke kursi.

Reza menatap Putri agak lama. Seperti ingin mengatakan sesuatu, tapi tidak jadi, dan akhirnya malah tenggelam di dalam alam pikirannya sendiri.

"Tanyakan saja!" tiba-tiba Putri berkata sambil tertawa kecil.

Reza tersentak pelan, sebelum akhirnya tersenyum tipis.

"Maaf," katanya. "Aku hanya tidak mengerti... kenapa aku bisa melupakan pertemuan pertama kita...?"

"Karena aku yang membuatnya seperti itu," jawab Putri. "Bukan cuma kamu, tapi juga semua orang yang terlibat dalam kejadian itu."

"Kenapa kamu melakukan itu?" 

"Untuk menghindari paradox. Dan demi mewujudkan keinginanku."

"Aku tidak mengerti."

Putri ikut menyandarkan diri ke kursi.

"Keinginanku adalah... 'hidup di planet ini sebagai manusia biasa'," Putri memulai. "Karena itu, dengan kekuatan Kristal Aeon, aku mengulang kembali kehidupan masa kecilku. Tapi bukan di tempat asalku, melainkan di sini. Supaya bisa tumbuh dan berkembang di sini, dan memahami semua budayanya."

"Tunggu, tunggu...," Reza menyela, mencoba mencerna cerita itu. Sementara ia teringat dokumen milik Dimas yang diceritakan Ray, pelan-pelan menarik kesimpulan dari keduanya. "Jangan-jangan... maksudmu... kamu kembali ke masa lalu?!"

"Benar. Setelah berpisah denganmu, aku kembali ke masa lebih dari 20 tahun yang lalu sebagai anak perempuan yatim piatu. Lalu dibesarkan di sebuah panti asuhan, dan menjalani kehidupan normal. Sampai akhirnya bertemu dengan Kak Ray, lalu bertemu lagi denganmu. Dan Kak Dimas juga. Selama itu, ingatanku dan kekuatanku tersegel. Tapi... sesuai dugaanku, kehidupan yang tenang ini tidak bisa kumiliki selamanya. Sekarang inilah, sudah saatnya semua ingatan dan kekuatan yang tertidur, bangkit kembali."

Reza tertegun beberapa detik.

"Sungguh luar biasa, kekuatan Kristal Aeon itu," akhirnya itu yang dikatakannya.

"Kenapa? Kamu menyesal, ya?" tanya Putri tiba-tiba. 

"Menyesal apa?" Reza mengerutkan kening.

"Seandainya waktu itu kamu terima saja Kristal Aeon yang kuberikan... kekuatan yang luar biasa itu sudah jadi milikmu!" ujar Putri. "Coba pikirkan. Kamu akan punya jurus-jurus baru. Atau bahkan mode baru! Mungkin akan ada Azazel putih? Atau mungkin emas?" 

Kali ini Reza tertawa lepas.

"Apanya yang lucu? 'Kan keren!" kata Putri dengan ekspresi serius. "Memangnya cuma Bima X aja yang bisa punya banyak mode!"

"Sudah, hentikan," Reza menyahut santai. "Azazel ya Azazel. Nggak perlu mode baru segala."


*      *      *

*      *

*      *      *


Pertarungan masih berlangsung antara Nanda dengan Bima X dan Torga di tanah lapang itu. Belum ada yang keluar sebagai pemenang, tetapi Nanda yang lebih di atas angin. Pemuda itu mampu bergerak dengan sangat cepat, bahkan berpindah tempat dalam sekejap menggunakan teleportasi.

"STORM!" suara ini terdengar ketika Bima X mengganti Power Stone Merah pada changer-nya dengan Power Stone Biru. Dari Flame Mode, iapun berubah wujud ke Storm Mode yang memiliki kelincahan serta kecepatan.

"Garuda Hurricane!"

Bima X menembakkan pusaran angin kecil, mengincar Nanda yang sedang memojokkan Torga dalam pertarungan jarak dekat, menggunakan tombaknya. Meskipun diserang tiba-tiba, dengan tenangnya Nanda menepis serangan itu begitu saja, memanfaatkan tombak yang dilapisi energi keemasan. Torga pun memanfaatkan celah ini untuk menyerang balik secepat mungkin.

"Ultimate Thunder!"

Torga mengumpulkan energi petir di kedua tangan, lalu melepaskannya dalam ayunan cakaran ke arah Nanda. Pemuda berjubah putih itu melindungi diri dengan perisai energi. Kemudian ia melompat mundur dengan gerakan yang sangat ringan.

"Harimau Lightning Strike!"

Torga langsung menyambung dengan serangan berikutnya, menerjang ke arah Nanda dengan gerakan secepat kilat. Saat itu Nanda masih belum berpijak mantap, tapi sebelum serangan Torga mengenainya, ia sudah menghilang lagi dengan teleportasi.

"Ck! Pengecut! Kau hanya bisa menghindar!" Torga berseru setelah serangannya hanya menerkam udara kosong. "Sini! Hadapi aku!"

"Torga!"

Mendadak Torga dikejutkan oleh Bima X yang berseru memanggilnya. Atau memperingatkannya. Namun terlambat, karena detik berikutnya, tiba-tiba saja tubuhnya sudah diselubungi energi keemasan. Energi itu menekan dan mengikatnya, tanpa ia bisa melepaskan diri. Sementara, dilihatnya Nanda berdiri tak jauh dari situ. Tangan kiri pemuda itu bersinar keemasan, terarah lurus kepada Torga. Kemudian, dengan cepat Nanda mengarahkan tangan kanannya yang bebas ke langit, menciptakan belasan tombak cahaya di sekitarnya.

"Helios!"

Bima X memanggil sang partner ke tangannya. Dalam Storm Mode, Helios tidak lagi berwujud pedang, melainkan sebuah busur berwarna dominan biru.

"Garuda Hurricane Blaster!"

Berpacu dengan waktu, kali ini Bima X mengumpulkan energi elemen angin dari Power Stone Biru. Mewujudkannya menjadi anak panah untuk Helios, yang segera dilesatkannya ke arah Nanda.

Tadinya Nanda bermaksud melepaskan semua tombak cahayanya kepada Torga. Namun serangan mendadak Bima X memaksanya membatalkan rencana itu. Alih-alih, ia harus membagi konsentrasi lagi untuk menciptakan perisai energi yang melindungi dirinya dari panah Bima X. Sebelum akhirnya membuat keputusan cepat, mengubah target serangan tombak-tombak cahaya, dari Torga menjadi Bima X!

Memanfaatkan kemampuan khusus Storm Mode, Bima X memilih menghindar dengan terbang ke langit. Ia terus bergerak kesana-kemari dengan bebas di angkasa, sementara tombak-tombak cahaya melesat satu-persatu mengincar dirinya. Di sela-sela serangan itu, Bima X menyerang balik dengan melepaskan Hurricane Blaster berturut-turut. Sebagian mengenai tombak cahaya, bertabrakan dan sama-sama lenyap. Sebagian lagi terus melesat ke arah Nanda, tapi sejauh ini semuanya bisa ditahan oleh Nanda dengan perisai energi.

Sampai semua tombak cahaya telah habis, dan entah bagaimana satu anak panah Hurricane Blaster gagal tertahan oleh perisai. Terus melesat tepat ke dada Nanda! Akan tetapi, sebelum serangan mengenainya, lagi-lagi sosok pemuda itu hilang dari pandangan.

Bima X yang masih melayang di udara, mengedarkan pandang nyaris ke seluruh bagian tanah lapang. Nanda tidak muncul lagi di mana pun. Mungkin belum. Sementara, Torga sudah terlepas dari ikatan, tapi segera jatuh berlutut. Bima X pun akhirnya turun dan mendekati Torga. 

"Kamu tidak apa-apa?" tanya Bima X.

"Ya," Torga hanya menyahut singkat, lalu berusaha berdiri perlahan-lahan. Apa yang telah dilakukan Nanda padanya, tampaknya berefek lebih buruk daripada yang terlihat.

Pada saat itu juga, sosok Nanda tiba-tiba muncul lagi di hadapan Bima X dan Torga.

"Aku adalah cahaya," kata pemuda itu. "Kalian tidak bisa menyentuhku, apalagi melukaiku!"

Nanda menciptakan bola energi di tangannya, yang membesar dengan cepat, sampai ukurannya sedikit lebih besar daripada bola sepak.

"FLAME!"

Bima X cepat-cepat mengganti Power Stone Biru pada changer-nya dengan Power Stone Merah, sambil menempatkan diri di depan Torga. Iapun berubah kembali ke Flame Mode. 

"Garuda Shield!"

Perisai energi terbentuk, tepat ketika Nanda melepaskan serangan. Bola energi Nanda melesat cepat, lalu tertahan oleh Garuda Shield. Hanya butuh sedetik, bola itu berhasil menghancurkan perisai, meskipun ia sendiri juga ikut hancur. Namun, Nanda ternyata sudah menciptakan bola energi lagi. Kali ini dua buah, yang langsung dilesatkan masing-masing ke arah Bima X dan Torga, sebelum keduanya sempat bereaksi apa-apa.

"Aaaaaaargh–!!"

Ledakan kecil terjadi ketika serangan itu menghantam sasarannya dengan telak. Baik Bima X maupun Torga, sama-sama roboh setelahnya, lalu berubah kembali ke wujud manusia. Mereka berusaha bangkit kembali, tapi akhirnya hanya mampu berlutut di tanah.

"Serangannya... kuat sekali...!" Dimas berkata, masih sambil menahan sakit.

Ray membenarkan dalam hati. Memang, serangan Nanda tidak terlihat fatal. Namun efeknya pada tubuh benar-benar sangat terasa. Walaupun begitu, sekali lagi Ray mencoba untuk bangkit. Perlahan-lahan ia berdiri, meski tidak tegak.

"Nanda, hentikan!" Ray berseru, menatap lurus ke arah Nanda. "Pertarungan ini tidak ada artinya!"

Nanda mendengus sinis, lalu menyahut, "Kalau kau bilang begitu... bukankah sama saja dengan menyangkal keberadaanku?!"

"Tidak," Ray menjawab lugas. "Tidak harus seperti ini. Semua bisa dibicarakan baik-baik. Pasti ada cara lain–"

"Aku tidak tahu cara yang lain!" Nanda memotong ucapan Ray dengan nada penuh tekanan. Iapun memunculkan senjatanya, lalu pasang kuda-kuda siap tempur, dengan mata tombaknya terarah kepada Ray dan Dimas.

"Hanya ini yang harus kulakukan... demi melindungi kakakku!"


*      *      *

*      *

*      *      *


"Putri... Kamu pernah bilang 'kan, bahwa kamu sendirian. Jadi... Nanda itu siapa?" pertanyaan ini terlontar tiba-tiba dari Reza.

Putri terdiam sejenak. Sementara, Power Stone Hitam dan Kristal Aeon di atas meja, dirasakannya sudah semakin stabil. Sedikit lagi, keduanya akan kembali normal.

"Aku punya adik laki-laki," akhirnya Putri berkata. "Usianya hanya setahunan di bawahku. Kedua orangtua kami sudah meninggal sejak kami masih kecil. Dan aku... mewarisi Kristal Aeon dari ibuku, Putri Aeon yang sebelumnya. Karena itulah, adikku berlatih keras, sampai berhasil menjadi ksatria yang tangguh. Untuk melindungiku. Termasuk ketika tanah kelahiran kami diserang."

Putri menghentikan ceritanya. Reza melihat mata gadis itu berkaca-kaca.

"Apa yang terjadi?" tanya Reza.

"Di antara para ksatria di dunia kami, adikku adalah yang terkuat," sahut Putri, "tapi dia... dikalahkan oleh kegelapan."

"Maksudmu...?"

"Adikku... mengorbankan nyawanya demi melindungiku..."

Reza tersentak pelan. Dilihatnya dengan jelas, kepedihan yang sangat dalam di sepasang mata Putri. Kepedihan yang coba disembunyikan oleh gadis itu di balik sebuah senyuman. Tipis, dan terlihat sedih. 

"Maaf," kata Reza kemudian. "Aku sudah membuatmu mengingat hal yang menyedihkan."

"Nggak apa-apa. Itu sudah lama sekali," Putri menyahut.

"Kalau begitu... Nanda...?"

"Nanda itu adikku." Kali ini Putri tersenyum, sementara Reza mengerutkan kening. "Sebenarnya... dia adalah perwujudan Kristal Aeon."

"Bagaimana bisa?"

"Kristal Aeon itu sama seperti Power Stone. Punya kesadaran dan keinginan sendiri." Putri diam sejenak. "Hmm... Aku juga tidak terlalu mengerti, sih... Sepertinya Kristal Aeon membagi dua kekuatannya. Satu bagian tetap bersamaku. Dan satu bagian lagi mengambil wujud manusia supaya bisa menemani dan melindungiku. Dan dia meng-copy sosok adikku yang sudah meninggal, beserta kekuatannya. Akhir-akhir ini sepertinya dia juga mempelajari cara bertarung para Satria. Begitu ingatanku kembali, aku tahu semua yang telah dilakukannya. Karena kami berdua terhubung oleh ikatan yang sangat kuat."

Di akhir kalimat itu, Putri meraih kalungnya dari atas meja. Reza baru menyadari bahwa Power Stone Hitam sudah kembali stabil, begitu pula Kristal Aeon. Pemuda itupun mengambil changer-nya, dan langsung memakainya di tangan kanan.

"Apakah selama ini dia terus berjuang sendirian?" tanya Reza, yang dijawab Putri dengan anggukan. "Aku mengerti. Kalau begitu, 'pertarungan' Nanda melawan kami harus dihentikan!"

Baru saja Reza bangkit dari kursi, tiba-tiba terdengar suara pekikan nyaring burung garuda dari langit. Pemuda itu segera berlari ke halaman, diikuti oleh Putri. 

"Taranis!" Reza berseru lega.

Sementara, Taranis terbang rendah mendekati Reza, lalu mengelilinginya sekali, sebelum akhirnya melayang tenang di hadapannya.

"Jadi, selama ini kamu sedang memulihkan diri?" ucapan Reza dibalas Taranis dengan sebuah pekikan lagi. "Oh, begitu. Syukurlah!"

"Selamat datang kembali," Putri ikut berkata, sambil berdiri di sisi Reza. "Taranis, maafkan adikku, ya? Reza juga. Nanda sudah melukai kalian berdua, tapi dia tidak punya niat jahat, kok."

"Ya, aku tahu," sahut Reza. Ia lalu menatap Putri. "Kita pergi sekarang?"

Putri mengangguk.

"Akan kuantar," kata gadis itu, "ke tempat Nanda!"


*      *      *

*      *

*      *      *


Ray dan Dimas terus didesak oleh Nanda, tidak diberi kesempatan untuk bisa berubah wujud. Ray bertarung menggunakan Helios sebagai pedang. Sedangkan Dimas bertarung tangan kosong dengan silat harimaunya. Meskipun berdua, mereka belum mampu menjatuhkan Nanda, atau minimal menghentikan gerakannya.

"Kalau tidak berubah wujud menjadi Satria, ternyata kalian sangat lemah, ya?" ujar Nanda dengan nada meremehkan.

"Apa katamu?!" Dimas terprovokasi, sehingga menyerang dengan lebih agresif. Namun ia juga menjadi tidak sabar dan kewaspadaannya berkurang. Akibatnya fatal. Dimas tidak sempat menghindar lagi ketika Nanda kembali mengikatnya dengan cahaya keemasan itu.

"Dimas!" Ray berseru dan bermaksud maju menolong.

"Berhenti!" Nanda membentak. "Atau kuhancurkan dia sekarang juga!"

Ray tertahan di tempatnya berdiri. Sedangkan Dimas tiba-tiba jatuh berlutut sambil merintih kesakitan. Masih terikat oleh cahaya emas, yang dirasakannya semakin menekan dan menyakitkan.

"Ah," Nanda berkata lagi, "sebenarnya mau berhenti atau tidak, kalian berdua tetap akan kuhancurkan!"

"Nanda, ini sudah cukup!" Ray masih mencoba untuk bicara. "Tolong dengarkan aku. Kamu dan Reza sama-sama ingin melindungi Putri! Aku juga bisa mengerti keinginan kalian. Jadi, untuk apa lagi kita bertarung seperti ini?"

"Itu benar," Dimas ikut bicara. "Kalau memang itu keputusan Ray dan Reza... maka aku juga akan mendukung mereka..."

"Diam! DIAM KALIAN!!" Nanda berteriak.Bersamaan dengan itu, ia menggerakkan tangan kirinya, dan tubuh Dimas ikut terangkat hingga lebih dari dua meter dari tanah.

"Dimas!" sekali lagi, Ray berseru cemas. Namun ia tidak ingin bertindak gegabah. Apalagi Nanda tampak lebih dikuasai emosi daripada sebelumnya. 

"Yang kalian katakan... semuanya omong-kosong!" Nanda kembali berteriak.

Kali ini ia melemparkan Dimas ke arah Ray. Keduanya bertabrakan, lalu sama-sama jatuh. Saat mereka masih berusaha bangkit kembali, Nanda sudah melepaskan bola energi keemasan yang sama seperti sebelumnya. Dua serangan sekaligus, mengincar Ray dan Dimas!

Di saat genting itulah, tiba-tiba seseorang melompat ke depan Ray dan Dimas, menempatkan diri untuk melindungi mereka. Dia menyilangkan tangan kanan di depan tubuhnya. Pada saat itu, dua bola energi yang dilepaskan Nanda, sudah berada tepat di depannya. Kedua energi serangan itupun terserap oleh Power Stone Hitam pada changer yang dikenakannya. Hilang tanpa bekas.

"Reza!" Ray dan Dimas berseru hampir bersamaan.

"Kau?!" Nanda pun berkata, tak kalah terkejutnya.

Di hadapannya kini, Reza berdiri tegak, dengan sorot mata tajamnya yang biasa.

"Mengapa kamu bertarung?" Reza melontarkan pertanyaan, sembari menatap langsung kedua mata Nanda. "Siapa yang ingin kaulindungi? Apa sebenarnya yang kauperjuangkan?"

"Apa–?"

"Kalau tidak bisa menjawab pertanyaan ini dengan jujur," Reza memotong ucapan Nanda, "maka semua yang kaulakukan selama ini sia-sia!"

"Berani sekali kau bicara begitu padaku!" bentak Nanda. "Semua yang kulakukan hanya demi Kakak!"

"Kalau begitu," kata Reza lagi, "harusnya kamu tahu bahwa bukan seperti ini yang diinginkan Putri."

"Tahu apa kau tentang kakakku?!"

Reza masih saling tatap dengan Nanda. Ia menghela napas pelan, lalu berkata, "Benar. Harusnya kamulah yang paling memahami Putri!"

Nanda tersentak. Kemudian ia mengepalkan tangan, dan rahangnya terkatup rapat. Napasnya pun menjadi cepat, sementara mata hitamnya yang menatap Reza tampak berapi-api.

"Diam kau!" Nanda berkata kemudian, dengan nada penuh tekanan. "Kaulah yang memulai... sampai semuanya jadi serumit ini!"

Kali ini Reza yang tersentak.

"Waktu itu juga... kamu bilang aku telah membuat Putri menderita," kata Reza. "Sebenarnya apa maksudmu?"

Nanda mendengus, lalu mulai tertawa. Sinis, tapi juga terdengar sedih.

"Menjadi Putri Aeon bukanlah hal yang mudah, apalagi setelah semua yang terjadi pada planet kami," katanya kemudian. "Seandainya waktu itu kau tidak menolak Kristal Aeon... seharusnya... beban dan penderitaan Kakak sudah berakhir!"

"Apa?" sahut Reza. "Maksudmu, kamu lebih suka Putri kehilangan nyawa?" 

"Kau tidak tahu apa-apa!" Nanda kembali dikuasai kemarahan. "Apa yang dilalui Kakak selama ini... Kalian tidak akan mengerti! Meskipun begitu, Kakak memilih untuk hidup di planet ini sebagai manusia biasa. Meskipun harus mengalami kesedihan, kesepian, penderitaan! Belum lagi ancaman bahaya dari Rexor yang bisa muncul kapan saja! Kakak tahu itu, tapi tetap memilihnya... Semua itu karena dirimu!"

Tiba-tiba Nanda melemparkan bola energi kecil ke arah Reza. Namun lagi-lagi serangan itu diserap oleh Power Stone Hitam.

"Demi hidup di dunia yang sama denganmu!" sambil mengatakan itu, Nanda mengumpulkan energi lagi di tangannya. "Demi bisa bertemu lagi denganmu!"

Reza melihat bola energi di tangan Nanda terus membesar dengan cepat, sementara Nanda mengarahkan telapaknya ke langit. Sampai bola itu mencapai garis tengah satu meter dan siap dilontarkan. Reza sudah bersiap-siap untuk berubah wujud, ketika seseorang tiba-tiba muncul di sebelahnya entah dari mana. Orang itu langsung melangkah maju dan menempatkan diri di depan Reza.

"Putri?!"

"Kakak?!"

Reza dan Nanda berseru nyaris bersamaan. Reza batal berubah ke wujud Satria-nya, tapi bola energi Nanda sudah telanjur dilepaskan!

Serangan itu melesat tepat ke arah Putri. Kejadiannya begitu cepat, hingga tak seorang pun sempat berpikir untuk melakukan sesuatu. Tahu-tahu sudah terjadi ledakan. Namun ketika semua bekas ledakan menghilang, Putri masih berdiri dengan tenang di sana, tidak terluka sedikitpun. Di sekitarnya masih sempat terlihat sekejap, perisai energi tipis berwarna keemasan.

Putri tersenyum sambil memandang Nanda dengan tatapan lembut. Kemudian, tanpa mengatakan apa-apa, gadis itu melangkah mendekati adiknya. Nanda hanya terdiam, sampai sang kakak sudah berdiri tepat di hadapannya, dan langsung memeluknya.

"Tidak apa-apa," kata Putri. "Aku sudah puas menjalani kehidupan yang tenang di planet ini. Kita bisa pergi sekarang. Seperti dulu lagi, hanya ada kau dan aku."

"Kalau begitu... Kakak akan sendirian lagi...," Nanda menyahut dengan suara bergetar. "Dan aku juga... tidak perlu lagi mempertahankan wujud ini... Aku tidak bisa lagi... menjadi adikmu..."

"Kenapa harus begitu?" sahut Putri. "Nanda... Mulai sekarang, teruslah berada di sisiku. Sebagai adikku."

Nanda tersentak pelan. Kemudian matanya berkaca-kaca, tapi juga memancarkan kelegaan.

"Iya, Kak."

Suasana damai menyelimuti tempat itu. Sementara, Ray dan Dimas mendekati Reza. Ketiganya ikut tersenyum lega.Namun, kedamaian itu ternyata tidak bertahan lama. Power Stone Merah, Hitam, dan Oranye tiba-tiba menyala. Di sisi lain, Putri dan Nanda juga merasakan bahaya yang mendekat dengan cepat.

"Kakak, awas!" Nanda berseru, mendadak mendorong Putri menjauhinya.

Detik berikutnya, pemuda itu sudah terikat oleh cahaya merah. Kemudian tubuhnya tertarik ke belakang sampai beberapa meter jauhnya. Dan di sana, sudah ada sosok Rexor dalam wujud Great Monster

"Nanda!" Putri berseru cemas. Ia hampir saja berlari mendekat, tapi dicegah oleh Reza.

"Putri, jangan!" kata Reza. "Selanjutnya, serahkan saja pada kami!"

Bersama Ray dan Dimas, Reza menempatkan diri di depan Putri, berhadapan dengan Rexor.

"Rexor, lepaskan dia!" Ray berseru.

Rexor tertawa.

"Aku sudah menunggu-nunggu kesempatan ini. Mana mungkin kulepaskan?" kata Rexor. "Putri Aeon, kau sudah melakukan hal yang luar biasa. Sampai bisa membuatku melupakan semuanya. Tapi sekarang... meskipun hanya setengahnya, aku akan mengambil kekuatanmu!" 

"Aaaaaaargh–!"

Nanda berteriak kesakitan ketika energi merah milik Rexor menyelimuti dirinya. Ia merasakan kekuatan Rexor mengalir ke seluruh tubuhnya, mencoba merenggut kesadarannya dan menelan keberadaannya. Terlalu kuat untuk dilawan. Hingga akhirnya sosok Nanda lenyap dalam cahaya emas, menyatu ke dalam diri Rexor!

"Ha ha ha ha... Luar biasa!" Rexor berkata antusias. "Padahal ini hanya setengah kekuatan Kristal Aeon, tapi sudah terasa meluap-luap!" 

"Nanda...," Putri berbisik, masih tampak terpukul.

"Sebenarnya pengejaran Kristal Aeon hanyalah penelitian pribadiku, sama sekali belum kulaporkan kepada Yang Mulia Black Lord," kata Rexor lagi. "Tapi ini bagus sekali... Bersiaplah, para Satria! Dengan kekuatan ini, kalian akan kuhancurkan! Dan semua Power Stone akan menjadi milik Kerajaan VUDO!"

"Tidak akan kami biarkan!" seru Reza.

Ia segera menyiapkan Power Stone dan changer-nya. Begitu pula Ray dan Dimas.

"FLAME!"

"DARK!"

"THUNDER!"

"Berubah!" Ray, Reza, dan Dimas berseru bersamaan.

Detik berganti, dan ketiganya telah berubah ke wujud Satria masing-masing.

"Satria Garuda! Bima X!"

"Satria Garuda! Azazel!"

"Satria Harimau! Torga!"

Ketiga Satria segera maju menyerang. Sampai beberapa saat, Rexor hanya menerima semua serangan. Komandan pasukan VUDO itu bergeming, seolah serangan-serangan yang ditujukan pada dirinya tidak berarti apa-apa. Tanpa membuang waktu, iapun melepaskan gelombang energi merah yang luar biasa ke segala arah, membuat ketiga Satria terlempar, lalu terhempas ke tanah. Para Satria berusaha bangkit, tapi efek serangan itu membuat tubuh mereka terasa begitu berat.

"Ha ha ha ha... Ayo! Bangun, Satria! Atau kalian sudah menyerah?"

Menjawab ucapan Rexor, ketiga Satria bangkit kembali, meski dengan susah-payah. Namun, sebelum mereka sempat mempersiapkan diri untuk kembali bertarung, Rexor sudah melepaskan tiga bola energi merah. Hanya serangan biasa, tapi Rexor sendiri bisa merasakan kekuatan yang lebih di dalamnya. Akan tetapi, ketiga serangan itu menabrak perisai energi keemasan, sebelum sempat mengenai sasarannya masing-masing.

"Aku juga akan membantu!" Putri berseru dari jauh. Ia lalu melepaskan energi keemasan yang lembut, membagikannya kepada Bima X, Azazel, dan Torga.

"Kekuatan ini...," Azazel berkata ketika energi emas mengalir ke dalam dirinya. Ia mengingat perasaan yang hampir sama dengan saat Putri sempat memberikan Kristal Aeon kepadanya dulu.

"Rasanya... luar biasa!" Torga pun berkata.

"Ayo, maju!" kata Bima X. "Azazel! Torga!"

"Ya!"

Ketiga Satria kembali bersiap untuk pertarungan. Kali ini mereka memanggil partner-nya masing-masing.

"Helios!"

"Taranis!"

"Atlas! Combine!"

Torga yang maju lebih dulu dan mengawali serangan.

"Harimau Roaring Thunder!"

Disusul Bima X dan Azazel yang menyerang bersamaan dengan Helios dan Taranis.

"Taranis Black Thunder!"

"Garuda Flaming Slash!"

Ketiga serangan jarak jauh ini mengenai Rexor berturut-turut. Dengan tambahan kekuatan dari Putri, kali ini mereka berhasil membuat Rexor goyah.

"Sekarang saatnya!" Bima X memberi aba-aba.

Sebelum Rexor sempat membalas, ketiga Satria melepaskan Helios, Taranis, dan Atlas. Kemudian, sekali lagi, Torga yang memulai serangan beruntun dengan jurus pamungkasnya.

"Harimau Lightning Strike!"

Tepat menerkam sasaran, sementara Azazel juga sudah siap menyambung serangan.

"Garuda Crescent Crusher!"

Serangan berupa tendangan menggunting ini pun tepat mengenai sasaran.

"Garuda Inferno Crusher!"

Tendangan menusuk berkekuatan api dari Bima X, menjadi penutup dari serangan berantai ketiga Satria. Terjadi ledakan dahsyat, setelah logo Bima X muncul mengakhiri jurusnya.

Bima X, Azazel, dan Torga masih bersiaga. Rexor belum hancur setelah ledakan itu. Bahkan ia masih berdiri meskipun tidak tegak. Meskipun begitu, kekuatannya yang telah bersatu dengan Nanda, pelan-pelan kehilangan kestabilan.

"Nanda, kembalilah!" tiba-tiba Putri berseru.

Sama mendadaknya, kekuatan Kristal Aeon yang ada pada Rexor terlepas, lalu melesat ke dalam Kristal Aeon pada kalung Putri. Sementara, dengan kondisinya yang sudah melemah itu, Rexor tidak mampu mencegahnya.

"Kurangajar! Lain kali kalian pasti kuhancurkan!"

Setelah mengatakan itu, Rexorpun ber-teleport pergi.


*      *      *


Beberapa menit kemudian, Ray, Reza, dan Dimas sudah berdiri di dekat Putri. Gadis itu memejamkan mata, berkonsentrasi, sementara Kristal Aeon di kalungnya bersinar lembut. Tak lama, sebagian kekuatan pada kristal itu terlepas, dalam wujud energi keemasan yang kemudian membentuk sosok seorang pemuda.

"Nanda!" Putri langsung berseru sambil memeluk adiknya yang telah muncul kembali dalam wujud manusia.

"Kakak?" Nanda menatap Putri dengan mata bertanya-tanya, setelah sang kakak melepaskan pelukannya. 

"Sudah kubilang, 'kan?" kata Putri. "Kau akan tetap di sisiku sebagai Nanda. Adikku!"

Nanda tersenyum lembut, lalu mengalihkan pandang kepada Ray dan Dimas. Lalu Reza.

"Terima kasih, dan... maafkan aku," katanya tulus. "Aku berhutang pada kalian. Terutama padamu... Reza."

"Tidak masalah," sahut Dimas. Sementara, Ray dan Reza mengangguk setuju.

"Yang penting sekarang semua baik-baik saja," Ray menyambung.

"Lalu... apa rencana kalian sekarang?" Reza pun bertanya.

"Ingatan Rexor sudah kembali," kata Putri. "Berbahaya kalau kami tetap di sini."

"Kakak benar," sambung Nanda. "Kami harus pergi."

"Tunggu dulu!" Reza menyela nyaris tanpa berpikir. Namun ia terdiam ketika mendapati semua orang menatapnya. "Yah... Kalau begitu, apa boleh buat. Tapi sebelumnya..."

"Apa?" tanya Putri ketika ucapan Reza terputus lagi.

Reza menatap Putri. Dalam detik-detik singkat yang terasa lambat, pemuda itu menyadari bahwa pemikiran tentang perpisahan dengan Putri, telah membuat hatinya terasa berat. Pemahaman ini nyaris membuat Reza salah tingkah. Namun akhirnya ia bisa menyembunyikan perasaannya dengan baik. Sebagai gantinya, ia mengalihkan pandangannya kepada Nanda.

"Ngomong-ngomong... motorku kamu kemanakan?" tanya Reza tiba-tiba.

"Oh... Itu...," Nanda menjawab. "Ada, kok. Besok juga ketemu..."

Nanda tersenyum simpul, sebelum Putri menyambung ucapannya, "Sepertinya Nanda menyembunyikannya di bengkel Satria Motors."

"Kakak!" protes Nanda.

"Sudah, cukup. Jangan ngisengin Reza lagi," kata Putri. "Kasihan, tau. Motor itu 'kan belum lunas cicilannya."

"Enak saja! Siapa bilang?" Reza menyahut spontan.

Sementara, Ray dan Dimas saling berpandangan, sebelum akhirnya tertawa. Nanda melihat kakaknya tersenyum, dan iapun ikut tersenyum. Sedangkan Reza pelan-pelan juga tersenyum tipis.

"Baiklah," kata Putri kemudian. "Kami akan pergi sekarang."

"Apa kita akan bertemu lagi?" Reza melontarkan pertanyaan yang sama dengan saat perpisahan sebelumnya dengan Putri.

Dan Putri pun memberikan jawaban yang sama, "Mungkin."

Putri dan Nanda berdiri berdampingan, berhadapan dengan Reza, juga Ray dan Dimas. Tubuh mereka berdua mulai diselimuti cahaya emas yang berasal dari Kristal Aeon.

"Terima kasih untuk semuanya," kata Putri. "Aku sangat senang bisa tinggal di planet yang indah ini. Dan juga... bisa mengenal kalian semua."

"Kami juga," sahut Ray sambil tersenyum.Reza dan Dimas mengangguk kompak. Sementara cahaya yang menyelimuti Putri dan Nanda semakin terang.

"Sampai jumpa lagi, para Satria bumi."

Kemudian tempat itu dipenuhi oleh cahaya emas yang lembut dan menenangkan.


*      *      *

*      *

*      *      *


Ray, Reza, dan Dimas berdiri di tengah-tengah tanah lapang. Tak ada siapapun di sana kecuali mereka bertiga.

"Eh... Tadi kita sedang melawan Rexor, 'kan?" tanya Dimas dengan kening berkerut, merasa dirinya baru saja melupakan sesuatu, tapi tidak tahu apa itu. "Apa... kita menang?"

"Sepertinya begitu," jawab Ray. Ia juga merasa ada sesuatu yang hilang, tapi sama sekali tidak bisa mengingatnya. "Sudahlah. Ayo kita pulang!"

Ray dan Dimas beranjak, tapi Reza masih diam di tempatnya berdiri. Kemudian ia tersentak dan mengangkat tangan kanannya yang tergenggam. Pelan-pelan, dibukanya genggaman tangan itu. Di sana ada hiasan rambut berbahan kain, berbentuk rangkaian bunga kecil-kecil berwarna putih.

Menatap hiasan rambut itu, tiba-tiba sosok seseorang melintas sekejap di benak Reza. Seorang gadis cantik berbaju putih, memiliki bola mata hitam, dan rambut hitam kemerahan yang panjangnya sebahu. Gadis pemilik hiasan rambut itu. Di dalam pikirannya, Reza melihat gadis itu tersenyum lembut.

"Reza!"

Tenggelam dalam pikirannya sendiri, Reza terkejut saat namanya tiba-tiba dipanggil oleh Ray. Dilihatnya Ray dan Dimas yang sudah beranjak beberapa langkah, seperti sedang menunggunya.

"Ada apa?" tanya Ray.

Reza menatap hiasan rambut di tangannya sekali lagi. Ia lalu tersenyum samar, sebelum akhirnya menyimpan benda itu di saku depan celana jins-nya.

"Tidak apa-apa," Reza menjawab pertanyaan Ray, lalu beranjak menyusul sang kakak.



Cerita Keenam -FIN- 

Fanfic: Heidy S.C. 2015 ©

Fandom: Satria Garuda Bima X; RCTI, Ishimori Pro 2014-2015 ©



Kisah Yang Terlupakan

(Fan Fiction "Satria Garuda Bima X")

17.07.2015 - 25.10.2015

T A M A T  


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top