Cerita Kedua: Pertemuan Pertama
Dear Diary,
Hari ini aku mau memenuhi janjiku kemarin. Cerita soal pertemuan pertamaku dengan mereka bertiga.
Semua berawal dari Scarlet Bintang, yang waktu itu digandrungi cewek-cewek. Itu loh, batu permata merah yang dijadiin mata cincin. Inget, kan? Dulu aku pernah punya, dikasih teman-teman di tempat kerja. Mereka sengaja patungan beliin itu buat hadiah ultahku.
Tapi... Nggak lama setelah punya Scarlet Bintang, tiba-tiba aku diserang monster, yang selama ini cuma pernah aku denger/liat beritanya dari TV. Monster itu kepalanya berbentuk kayak bunga gitu... Pas itu sore-sore, aku baru pulang kerja dan masih di jalan.
Diary, itu benar-benar pengalaman paling menyeramkan dalam hidup aku! Waktu itu jantungku berdetak kencang, badanku gemetaran. Pengen nangis saking takutnya, tapi nggak bisa. Bahkan pengen teriak minta tolong pun, nggak ada suara yang keluar. Aku sudah berpikir, "Mungkin hari ini akhir hidupku!" ... Tapi, saat itulah, dia datang...
Satria Garuda Bima X!
Sebelumnya, aku pernah beberapa kali lihat liputan berita di TV tentang para Satria. Tapi ini... DEMI APA AKU BISA LIHAT BIMA X DI DEPAN MATA SECARA REAL LIFE!
... Ehm! Maaf, heboh sendiri. Habisnya... dilihat dari dekat, dia kelihatan jauh lebih gagah dan berwibawa. Dengan armor full-body berwarna dominan merah dan bertema garuda. Hanya dengan keberadaannya di dekatku aja, rasanya sudah aman gitu.
"Kamu tidak apa-apa? Cepat pergi dari sini!"
Disuruh begitu sama Bima X... ya sudah, aku nurut. Paling nggak, awalnya gitu, sih... Maksudku, orang normal harusnya langsung pergi jauh-jauh tanpa noleh ke belakang lagi. Tapi entah apa yang kupikirkan waktu itu, aku malah berhenti nggak jauh dari tempat semula, terus sembunyi di balik pohon. Aku lihat, Bima dan monster itu masih bertarung. Kayaknya mereka nggak lihat aku... Aman!
Nggak lama, akhirnya monster itu berhasil dikalahkan, setelah Bima mengeluarkan jurus andalan dengan pedangnya... Hmmm... Apa namanya, ya... Garuda Flamming Slash? Kalau nggak salah denger sih, Bima ngomongnya gitu. Itu kayak... sabetan pedang yang bisa ngeluarin api... Susah dijelaskan pakai tulisan, Diary... Pokoknya gitu, deh!
Karena bahaya sudah lewat, aku berniat menemui Bima untuk mengucapkan terima kasih. Tapi sebelum aku keluar dari persembunyian, terjadi hal yang nggak kusangka-sangka. Tubuh Bima diselimuti cahaya merah, dan tiba-tiba sosoknya sudah berubah menjadi seorang pemuda berjaket hitam dengan aksen garis-garis merah.
Astaga... Aku nggak sengaja sudah melihat identitas asli Bima!
Jelas dong, aku makin ingin menemui dia. Tapi tepat pada saat itu, tiba-tiba aku melihat wajahnya. Memang, jarak di antara kami masih beberapa meter. Tapi aku bisa melihatnya dengan jelas, dan langsung terpaku.
Bukan. Bukan karena dia ternyata cowok muda berwajah tampan, tapi...
Aku merasa... dia mirip 'seseorang' yang kukenal. Tapi aku nggak bisa ingat siapa.
... ... ...
Ha ha... Aku tahu itu konyol. Yah, mungkin aku salah. Tapi perasaan itu nggak bisa hilang.
Yang jelas, gara-gara itu aku batal menemui dia. Soalnya, sementara aku masih bergulat dengan perasaan sendiri, dia sudah pergi.
Nggak lama, beredar kabar soal cewek-cewek pemilik Scarlet Bintang yang diserang monster! Entah apa aku yang jadi paranoid, aku sendiri memang merasa benda itu bahaya. Pas itulah, teman-teman kasih tahu soal Scarlet Bintang yang bisa ditukar sama berlian! Kedengarannya susah dipercaya sih, tapi teman-teman nyaranin aku ikut tukar Scarlet Bintang punyaku, soalnya mereka juga khawatir soal para pemilik Scarlet Bintang yang diserang monster. Lagian, berlian kan lebih mahal daripada Scarlet Bintang, he he he...
Akhirnya aku datang ke tempat penukaran Scarlet Bintang sesuai info teman-teman. Kebetulan pas hari libur. Lumayan banyak juga cewek-cewek yang udah antri, di bagian belakang sebuah mobil putih. Yang melayani penukaran Scarlet Bintang dengan berlian itu sekelompok muda-mudi. Kalau nggak salah ada empat orang, dan seorang di antaranya sangat menarik perhatianku.
Dia cowok berwajah tampan, rambutnya hitam dan berpotongan pendek rapi. Seumuranku. Dandanannya kasual, dengan celana jins panjang warna biru, sepatu kets, serta jaket hitam dengan aksen-aksen garis keemasan di beberapa tempat. Lalu, waktu melihat wajahnya lebih seksama, dan nggak sengaja bertatapan mata dengannya, aku membeku.
Diary, lagi-lagi perasaan itu datang. Sama seperti waktu aku lihat wajah asli 'Bima'. Wajah itu, mata itu... Rasanya seperti kukenal. Bahkan kali ini perasaan itu jauh lebih kuat. Tapi sama seperti sebelumnya, aku sama sekali nggak bisa ingat dengan jelas.
... ... ...
Ah! Aku bersikap konyol lagi!
Karena masih banyak yang antri mau tukar Scarlet Bintang, dengan cepat aku tersingkir ke tepian. Aku berjalan memutar sampai ke depan mobil putih itu, lalu berdiri diam di sana. Sampai antrian makin berkurang, lalu habis.
"Hebat banget sih, ngasih berlian sebanyak ini secara gratis."
"Ricca. Memangnya Master kamu itu sekaya apa, sih?"
Samar-samar aku dengar percakapan muda-mudi itu. Nggak lama, sepertinya mereka mau pergi. Aku tersadar dan mikir ... sebenarnya ngapain aku masih ada di situ? Meski merasa mengenal pemuda itu, tapi ... itu cuma perasaanku, kan?
Yah ... Karena itulah, akhirnya aku pergi.
Hari berlalu.
Minggu berganti.
Aku disibukkan lagi oleh rutinitasku. Tapi perasaan ganjil itu kadang datang mengganggu pikiranku kalau pas lagi senggang dan nggak ngapa-ngapain, Diary.
Iya, tau... Aku sendiri juga merasa kalau ini nggak masuk akal. Di satu sisi, aku yakin seyakin-yakinnya, belum pernah ketemu kedua pemuda itu. Tapi... perasaan bahwa mereka mirip seseorang yang kukenal itu juga beneran nggak bisa hilang!
Ah, ya sudahlah! Kurasa kecil kemungkinan bakal ketemu mereka lagi.
Nah, baru saja aku mikir begitu 'kan, Diary... tiba-tiba besoknya terjadi hal yang nggak terduga.
Jadi, pas pulang kerja sore-sore, mendadak motorku mogok di jalan. Untungnya aku ingat kalau di dekat situ ada bengkel. Namanya Satria Motors. Aku bawa deh, motorku ke sana. Untungnya lagi, pas itu bengkel lagi sepi, jadi aku bisa langsung dilayani sama satu-satunya pegawai yang ada di sana. Entah ke mana pegawai yang lain, mungkin karena bengkelnya sudah mau tutup?
Yang bikin aku kaget, pegawai itu ternyata pemuda yang sama dengan yang kulihat waktu itu... Sosok asli Bima X!
Jadilah, aku memandanginya terus selama dia memeriksa motorku. Pasti! Pasti nggak salah lagi!
"Oh, ini cuma businya, Mbak," kata pemuda itu tiba-tiba. Bikin kaget aja. Ketahuan nggak ya, kalau aku ngeliatin dia...? "Tinggal diganti busi baru saja."
Aku cuma mengiyakan. Terus dia melakukan seperti yang dia bilang tadi. Setelah selesai, dia men-starter motorku. Ternyata beneran nyala.
Urusan motor sudah beres, waktunya menginterogasi dia. Bodo amat! Kesempatan nggak akan datang dua kali.
"Kayaknya, aku pernah liat Kakak, deh," aku memulai. Sengaja kupanggil 'Kakak', soalnya kayaknya dia lebih tua dariku.
"Oh ya? Di mana? Kapan?" dia menanggapi.
"Belum lama kok... Di dekat-dekat sini juga."
"Oh ya?"
"Iya," aku diam sebentar, lalu menatap dia. "Kakak itu... Satria Bima, 'kan?"
Aku nyaris ketawa melihat ekspresi kaget di wajahnya.
"A-Apa? Kamu ngomong apa, sih...?"
"Aku lihat kok," kupotong ucapannya, "waktu Bima berubah balik jadi manusia."
"Itu... Mungkin kamu salah lihat..."
"Nggak mungkin, Kak... Ray," aku membaca tulisan nama di seragam montirnya. "Aku pernah diselamatkan Bima waktu ada kasus Scarlet Bintang..."
Kuceritakan semua yang kulihat waktu itu. Setelah kudesak terus, akhirnya Kak Ray nggak bisa mengelak lagi.
"Aku janji nggak akan bilang siapa-siapa," tambahku. "Tapi Kak Ray harus jawab pertanyaanku."
Kujelaskan dulu ya, Diary. Waktu itu tiba-tiba aku teringat pemuda berjaket hitam yang satu lagi. Kalau kuingat-ingat, kayaknya dia mirip-mirip Kak Ray, deh. Terus, aku juga ingat, selain Bima masih ada seorang Satria lagi. Dan mereka sering disebut sebagai 'Satria Garuda Bersaudara'. Jangan-jangan...
"Baiklah," kata Kak Ray. "Kamu mau bertanya soal apa?"
"Satria Azazel."
"Azazel... kenapa, ya?"
"Apa benar kalian bersaudara? Maksudku... yang jadi Azazel itu benar-benar saudaranya Kak Ray?"
"Iya. Dia adikku."
"Oh... Adik, ya... Siapa namanya?"
"Reza."
*** *** ***
Begitulah pertemuan pertamaku dengan kedua Satria Garuda. Dan bagaimana aku bisa tahu nama mereka. Oh ya, waktu itu Satria Torga belum muncul. Pertemuan pertamaku dengan dia masih lama setelah itu.
Intinya sih, aku masih penasaran banget sama Kak Ray dan Reza. Sampai-sampai, pernah pas ada waktu senggang, aku sengaja menyelidiki mereka. He he he... Sebenarnya cuma nanya-nanya orang di sekitar bengkel Satria Motors, sih. Info paling berharganya aku dapat dari ibu pemilik kios kaki lima di dekat situ. Berkat beliau, aku jadi tahu, pemilik bengkel Satria Motors bernama Randy Iskandar. Dia punya seorang adik perempuan, namanya Rena. Mereka tinggal bersama pamannya yang bernama Iwan, ditambah dua orang saudara angkat, Ray dan Reza Bramasakti. Sedangkan orangtua keluarga Iskandar dan Bramasakti, kayaknya udah nggak ada lagi di dunia ini. Info lainnya, hmmm... Selain pemilik bengkel, kayaknya cuma Kak Ray yang ikut kerja di situ. Reza nggak. Oh ya! Aku bahkan dapat alamat rumah keluarga Iskandar!
Ibu-ibu warung memang hebat!
Yah, meskipun begitu aku nggak berani datang ke rumah mereka, sih.
Sampai suatu hari, tiba-tiba di TV ada berita soal meteor jatuh. Tempat jatuhnya meteor itu dijaga ketat dan nggak ada yang boleh masuk. Nggak lama kemudian, kayaknya ada monster di tempat itu, dan kedua Satria Garuda juga datang ke sana. Dalam liputan khusus yang disiarkan langsung itu, diberitakan bahwa mereka akhirnya kalah, lalu dibelenggu. Ada semacam dua tombak cahaya biru raksasa, masing-masing menghunjam ke arah Bima dan Azazel. Aku nggak tahu itu apa, tapi pastinya bukan hal yang baik.
Aku khawatir dan sedih banget waktu itu, Diary. Terus, waktu reporter ngajak masyarakat berdoa, akupun berdoa sepenuh hati untuk keselamatan dan kemenangan mereka.
Lalu, tiba-tiba liputannya terputus. Entah ada gangguan apa, yang jelas aku makin cemas setengah mati.
Bermenit-menit, barulah siarannya tersambung lagi. Sepertinya Bima dan Azazel berhasil melepaskan diri. Aku lega banget, Diary! Apalagi kayaknya ada Satria baru yang muncul. Kalau armor Bima dominan merah dan Azazel dominan hitam dengan tema garuda, armor Satria baru ini warnanya dominan kuning dan kalau dilihat-lihat bertema harimau.
Yah, intinya ketiga Satria akhirnya menang.
Habis itu, aku masih khawatir. Kupikir mungkin Kak Ray dan Reza terluka. Aku berpikir untuk datang ke rumah mereka, melihat keadaan mereka. Tapi itu bukan keputusan yang mudah. Sampai agak lama, baru aku berani bener-bener datang ke rumah mereka.
*** *** ***
Dan pas aku datang, ternyata lagi ada tamu. Aku nggak jadi masuk, tapi tetep ngintip dari dekat pagar rumah mereka. Soalnya... tamu itu kelihatan menarik sih, he he he...
Dia cowok parlente dan berkacamata. Kayaknya orang kaya. Turun dari mobil, sopirnya langsung menghamparkan karpet merah untuknya, lalu seorang cewek -mungkin asistennya- menaburkan kelopak-kelopak bunga mengiringi langkahnya. Ha ha ha ha...
Sedikit nguping, aku mendengar orang itu memperkenalkan diri pada Kak Ray dan yang lainnya. Eh, terus kayaknya ada sedikit keributan. Habis itu mereka semua masuk ke dalam rumah.
Uuuh... Gimana, nih? Waktu itu aku bingung, Diary. Akhirnya aku berdiri lama di depan rumah. Terus terpikir, tadi kayaknya Kak Ray baik-baik aja. Sempat liat Reza, dia juga kayaknya nggak kenapa-kenapa. Apa aku pulang aja, yah...?
Pas itulah, aku liat para tamu keluar. Sudah mau pulang, mungkin. Tapi kemudian Kak Ray kayak mengajak cowok berkacamata itu jalan sebentar ke luar, karena katanya ada yang mau dibicarakan. Nah, waktu mereka keluar, aku sempat papasan sebentar.
"Eh... Loh? Kok kamu ada di sini?" Kak Ray menyapaku.
"He he he... Iya, Kak. Aku cuma... mau lihat keadaan Kak Ray dan Reza. Itu... Yang di berita tempo hari...?"
"Oh... Kami baik-baik saja, kok. Makasih ya, sudah mau datang."
"Sama-sama, Kak."
"Wah, ini siapa, Ray?" tiba-tiba cowok berkacamata itu ikut bicara. "Sepertinya kalian akrab?"
Kak Ray pun memperkenalkan aku padanya.
"Oh, jadi kamu teman Ray dan Reza, ya? Perkenalkan, namaku..."
"Dimas Akhsara," kupotong kata-katanya. "Satria Harimau Torga. Ya, 'kan?"
Aku bilang to the point begitu, jelas saja dia kaget. Ha ha ha...
"Aku dengar percakapan kalian di halaman tadi," jelasku. "Kak Dimas."
Dan penjelasanku malah bikin dia tambah heran. "Apa? Kamu bisa dengar? Dari sini?"
Memang sih, jarak dari gerbang ke rumah cukup jauh.
Aku bilang, "Pendengaranku 'kan tajam. He he he..."
Habis itu, aku pamit karena sudah mastiin Kak Ray dan Reza baik-baik saja. Kak Ray dan Kak Dimas juga sepertinya ada hal penting yang mau dibicarakan. Aku nggak mau ganggu.
Sebelum pulang, aku sempat melihat mereka berdua berjalan ke arah taman. Aku juga sempat berbalik sebentar ke rumah keluarga Iskandar. Cuma mau lihat sebentar sebelum pergi... Eh, nggak taunya, tanpa sengaja malah papasan sama satu orang lagi.
Reza!
Sepertinya dia baru mau keluar dari halaman rumah. Mungkin mau menyusul kakaknya...? Yang jelas, kami sama-sama kaget, lalu cuma berdiri diam berhadap-hadapan.
Dia menatapku. Aku juga menatapnya. Perasaan itupun datang lagi. Perasaan bahwa aku pernah mengenal orang ini. Entah kapan dan di mana. Semua serba nggak jelas, tapi tiap kali bertemu, perasaan itu juga makin kuat. Dan dari caranya menatapku, entah kenapa aku berpikir bahwa dia juga merasakan hal yang sama...
Ha ha! Iya, iya... Aku tahu kok, Diary.
ITU KONYOL!
====================================================================================
TOK TOK TOK!
Aku nyaris terlonjak ketika tiba-tiba pintu kamarku diketuk. Kulihat diary-ku. Ternyata sudah banyak juga yang kutulis hari ini. Jadi, kututup buku harian bersampul putih itu, sambil bertanya-tanya, siapa sih yang mengetuk pintu kamarku? He he he... Memangnya siapa lagi? Yang tinggal di rumah ini 'kan cuma aku dan...
"Kak? Kakak ada, 'kan? Boleh masuk, nggak?"
Tuh, 'kan... Suara adikku, Nanda.
"Masuk aja. Nggak dikunci, kok."
Aku bangkit dari tempat tidurku, tempatku menulis diary tadi, lalu duduk di tepiannya. Seorang pemuda masuk dan langsung mendekatiku. Dia adikku satu-satunya yang cuma beda usia setahunan. Wajahnya yang tampan itu punya tanda-tanda kemiripan yang sangat jelas denganku. Rambut pendeknya berwarna hitam kemerah-merahan, sama persis dengan rambutku yang lurus dan panjangnya sebahu. Warna merah itu asli, bukan dicat.
"Kakak baik-baik aja, 'kan?" tiba-tiba Nanda bertanya.
"Hah? Ya iyalah. Memangnya aku kenapa? Kamu ini aneh-aneh aja."
"Oh... Ya udah..." Nanda menghela napas, terlihat lega.
"Kamu kenapa, sih?" tanyaku.
"Nggak apa-apa, kok," elaknya, tapi kemudian dia menatapku. "Kak... Kalau boleh aku minta sesuatu... Sebaiknya, Kakak jangan dekat-dekat sama orang itu. Dia bahaya buat Kakak."
Aku mengerutkan kening. "Orang itu? Siapa?"
"Yang namanya Reza itu. Dia sudah beberapa kali datang ke sini, 'kan?"
"Iya, sih... Tapi atas dasar apa kamu bisa bilang dia bahaya buat aku?" Meskipun bilang begitu, aku berpikir, Nanda benar juga. Reza itu 'kan Satria Azazel. Dia pasti punya banyak musuh.
"Pokoknya aku merasa begitu tiap kali lihat dia... Sudahlah. Kakak ikuti saja kata-kataku!" Nanda menegaskan ucapannya. "Sekarang dia lagi berdiri di depan rumah kita."
"Hah?"
"Dia cuma diam di sana. Entah maunya apa... Kak! Pokoknya jangan temui dia!"
Setelah berkata begitu, Nanda pergi. Aku langsung mendekat ke jendela. Benar kata Nanda. Dari jendela kamarku di lantai dua, aku bisa melihat dengan jelas, sosok Reza yang berdiri bersandar di pagar besi rumahku...
Eh? Apa tadi? Sepertinya Reza memandang sesuatu yang bercahaya keemasan di tangan kanannya. Jangan-jangan... itu changer? Kak Ray pernah cerita, itu benda yang digunakan para Satria untuk berubah wujud. Kalau menyala begitu, berarti tanda bahaya. Tapi sekarang sudah tidak bercahaya lagi.
Apa aku salah lihat...?
SET.
Tiba-tiba Reza berbalik dan menatap ke arah kamarku. Dia melihatku. Kami jadi saling pandang, tapi tidak lama. Setelah itu dia berbalik lagi, lalu pergi dengan motornya. Begitu saja!
Oke, ini memang aneh. Maksudnya apa, coba?
Cerita Kedua -FIN-
Fanfic: Heidy S.C. 2015 ©
Fandom: Satria Garuda Bima X; RCTI, Ishimori Pro 2014-2015 ©
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top