🍰 15. Insecure 🍰

Malem, temans. Paling seneng kalau mau upate LavaCandra. Yang satu kelewat cuek, yang satu kelewat perhatian. Bikin makan ati.

Aku melalui hari-hari dengan Mas Candra berada di dalamnya. Aku sudah menepis seluruh kemarahan dalam hatiku. Meski begitu, aku tetap menyiapkan hati seandainya Mas Candra kembali tak mengacuhkanku. Bagaimanapun, mengantisipasi diri terhadap segala kemungkinan jelas lebih baik.

Di antara pekerjaan dan hubungan sosialku, tiba-tiba aku mendapati seorang teman mengatakan kedekatan Mas Candra dengan Sandra. Awalnya aku tak ambil pusing dengan semua perkataan itu, tetapi ketika beberapa screenshoot chat Mas Candra dengan Sandra dia kirim padaku, jelas aku merasa aneh ... kesal ... entahlah. Aku tak bisa mengungkapkan perasaanku dengan kata-kata.

Kubiarkan saja kejadian itu berlalu dan tak ada niat untuk mengklarifikasi itu kepada Mas Candra. Kami bercakap secara rutin ketika tak bisa bertemu. Kadang-kadang dia menghilang seharian dan mengirim satu pesan yang mengatakan dia sedang sibuk. Aku sudah mengerti dan tidak mempermasalahkannya. Yang penting ada kabar, itu sudah cukup bagiku.

Sesekali aku dan Mas Candra menyempatkan makan siang bersama. Berdua saja karena kami memang tak berniat untuk memberitahu Rosa. Selama makan siang pun, Mas Candra juga masih tetap menjauhkan sambal dari jangkauanku. Hanya satu sendok dan jangan tanyakan rasanya padaku karena sudah pasti jawabannya adalah makanan itu cocok untuk anak kecil.

"Sandra siapa, sih, Mas?" Akhirnya tak tahan juga aku untuk terus diam. Lebih baik kutanyakan ini secara langsung. Jadi bisa melihat ekspresi Mas Candra ketika menjawabnya.

"Bukan siapa-siapa," jawab Mas Candra.

"Bukan siapa-siapa tapi chat sama kamu." Konyol sekali jawabannya. Bukan siapa-siapa, kok, chat. Manis lagi percakapannya. Malah bisa dikatakan mesra. Satu sama lain terlihat saling memperhatikan, bahkan sampai terbawa mimpi.

"Bukan siapa-siapa yang bisa mengancam keberadaanmu. Apa perhatianku kurang?" Ringan sekali cara Mas Candra mengatakan itu.

Jawaban yang tidak bersedia memberi penjelasan lebih. Aku sudah menangkap makna tersirat dari kalimat Mas Candra. Baiklah, aku tidak bertanya. Semakin dekat dengan Mas Candra, semakin aku tahu banyak hal tentangnya. Dia tipe orang perhatian dan menunjukkannya lewat sikap.

Perhatian Mas Candra memang tidak kurang. Sebaliknya, semua dia perhatikan bahkan begitu detail. Kadang-kadang aku tidak perlu mengatakan sesuatu dan Mas Candra sudah tahu maksudku. Dengan Mas Candra, aku tidak pernah khawatir untuk membahas apa pun. Meskipun tak banyak bicara, nyatanya dia selalu tahu maksudku dengan tepat. Kalaupun aku berbicara sesuatu dan dia belum mengerti mauku, dia hanya akan bertanya satu atau dua kali dan selanjutnya akan memberikan feedback yang memuaskan.

Semuanya terasa sempurna, kecuali hal tentang Sandra itu. Sejujurnya aku tidak puas dengan jawaban Mas Candra. Setidaknya aku harus tahu dari dia dan bukan dari orang lain. Jika dia hanya menjawab bukan siapa-siapa maka aku bisa apa? Tidak mungkin memaksa Mas Candra untuk berbicara atau kami akan terlibat pertengkaran.

Jangan dibayangkan bagaimana jika aku bertengkar dengan Mas Candra. Sejujurnya aku lebih memilih cari aman. Biasanya, orang seperti Mas Candra itu akan menakutkan saat marah. Meski belum pernah mengalaminya, aku tetap tidak mau mencoba. Tetap saja kutekankan pada diriku bahwa cari aman tetaplah jalan terbaik.

"Va?" Rupanya Mas Candra memperhatikanku dan menunggu jawaban atas pertanyaannya.

Aku menggeleng. "Perhatianmu nggak kurang, Mas. Bahkan bagiku sangat berlebih, tapi ...." bagaimana caraku mengatakan kalau aku tidak suka dengan apa yang sudah kuketahui dari orang lain.

Bayangkanlah sendiri, bagaimana rasanya jika kekasihmu memperhatikan perempuan lain dengan sama manisnya seperti perhatiannya padamu. Walau dia mengatakan perempuan itu bukan siapa-siapa, tetap saja ada yang mengganjal di dalam hati, bukan? Begitulah yang kurasakan.

"Nggak usah memikirkan pendapat dan perkataan orang lain. Yang penting aku sayang kamu dengan caraku."

Sialan. Itu adalah kalimat yang sama dan diucapkan Mas Candra pada perempuan itu. Bagaimana aku tidak memikirkan ucapan orang lain kalau orang itu rutin berbincang denganku?

"Lava?" Suara Mas Candra yang meskipun pelan terdengar seperti sebuah peringatan.

Baiklah. Aku tahu batasanku. Yang dikatakan Mas Candra memang benar, mengapa aku mendengarkan perkataan dan pendapat orang lain sedangkan yang memiliki hubungan adalah aku dan Mas Candra. Kepercayaan itu penting, pasti tidak enak jika aku terlalu pencemburu dan membatasi geraknya.

"Iya." Tak ada kata yang bisa kuucapkan selain itu.

"Daripada kamu berpikir yang tidak-tidak, bagaimana kalau kita ke pantai? Kamu suka pantai, 'kan, Va?"

"Suka." Aku menuruti ucapan Mas Candra. Bangit dari duduk makan siang kami yang bagiku sudah tidak nyaman, aku menurut pada ucapan Mas Candra.

Aku juga menurut ketika Mas Candra mengatakan supaya kami naik motor saja dan di sinilah aku. Duduk di belakang Mas Candra sepanjang perjalanan kami menuju pantai. Perjalanan melalui jalanan berkelok, naik turun pegunungan membuat aku merasa segar. Apalagi udara sejuk yang terus membelai meski sinar matahari masih begitu terik. Setelah perjalanan hampir dua jam, kami sampai di pantai.

Ada beberapa lokasi pantai yang bisa kami datangi di sekitar sini. Mas Candra memilih pantai Tamban untuk kami kunjungi. Meskipun tak seterkenal Pantai Sendang Biru, tempat ini tak kalah bagus. Pasirnya bersih, air yang biru kehijauan ditambah buih-buih hasil sapuan ombak benar-benar memanjakan mata.

Rasanya begitu nyaman setelah meletakkan tas dan melepas sepatu lalu berjalan menyusuri pasir. Tempat ini sejuk dan pegunungan hijau di sebelah kanan terlihat sangat memanjakan mata. Ketika menemukan tempat yang enak, aku pun duduk begitu saja. Kuluruskan kaki ke depan dan sesekali ombak menjilatinya. Dingin dan terasa enak di kaki.

Merasakan kedamaian ini adalah hal yang tidak pernah kuduga. Di tengah kesibukan jadwal kerja yang hampir mustahil mendapatkan jeda, tentu semua ini menjadi spesial buatku. Ada begitu banyak alasan yang tidak bisa kuungkapkan satu per satu. Nanti saja, ketika aku sudah merasa lebih baik.

"Nggak usah dipikirkan lagi, lah, Va. Aku tidak suka kamu diam begitu." Tiba-tiba saja Mas Candra sudah berada di belakangku. Aku menoleh dan melihatnya juga duduk nyaman, tak jauh dariku.

"Aku benaran nggak nyaman, Mas."

Aku sudah mengatakan dengan jujur apa yang tengah bergejolak dalam dadaku. Harapanku adalah Mas Candra bisa bercerita lebih banyak dan membuat hatiku tenang. Meski sebenarnya ketenangan itu bisa didapat dengan berkompromi, tetap saja itu bukanlah pilihanku.

"Lava, dengar! Kamu boleh mendengarkan ucapan orang lain. Tapi kamu harus bisa memilah baik buruknya. Aku sama kamu sekarang, apa yang kamu khawatirkan?"

Kamu memang sama aku, Mas, tetapi bagian dari dirimu yang lain juga menghantui ketenanganku. Aku tidak salah, 'kan, kalau berpikir demikian? Mas Candra menegaskan kalau Sandra bukan orang yang patut aku khawatirkan. Namun, aku merasa dia seperti menyimpan cerita tentang dirinya dan Sandra.

"Aku nggak mikirin apa-apa, Mas."

Bohong. Aku mengatakan itu hanya karena tidak mau bertengkar dengan Mas Candra. Dia bukanlah orang yang akan kupilih untuk kuajak bertengkar. Menenangkan diri jelas pilihan yang bisa kuanggap paling bijak.

"Aku nggak suka kamu terlalu banyak mikir, Va. Nggak baik buat kesehatanmu. Kamu ... kita nggak perlu mendengar omongan orang. Teman belum tentu tulus."

Aku mengangguk. Ucapan Mas Candra memang benar. Tak perlu pusing memikirkan ucapan orang lain. Kurasa aku harus melakukan itu. Orang lain akan selalu menemukan kata dan merangkai kalimat untuk mengomentari hidup orang lain. Membicarakan hal salah menjadi benar dan sebaliknya. Aku tak bisa mengendalikan pikiran orang lain dan menjaga lisannya untuk berkata yang baik-baik saja.

Aku bangkit dan melangkah sedikit ke tengah. Sesekali aku menendang ombak yang datang dengan sebelah kaki dan memercikkan beberapa tetes air ke udara.

Ya gitu emang kalau susah dikasih tau, yee😁😁

Pokok e jan lupa, yang pengin melukin PO nya ke nomor di banner yakk.

Love, Rain❤

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top