22. Begitulah Naka.
Aaaaaah, minta maaf banyak-banyak huhuhu🤧 aku kemarin drop jadi gak bongkar WP, padahal sebelum itu aku bolak balik liat vote udah dapet berapa.
Anyway makasih banyak yang kasih apreasiasi lewat vote dan komen.
Kalau gitu mari kita selesaikan kisah janda duda yang berjalan ke barat mencari kita suci eh ..., plakkkk!
Pokoknya sedang berproses menjadi pasangan lagi, ihiyy..
Selamat membaca....
Tangisan bayi yang ada dalam kontrakan dua petak itu menggema mengisi sudut bangunan. Bahkan suara nyaringnya terdengar hingga ke luar. Sembari menimang sang anak yang tak juga reda dalam tangisan, Rindu yang mulai frustrasi dengan situasi memilih duduk di ujung kasur sambil terus memberi susu formula dalam botol yang ia pegang.
Namun, bayi perempuan berusia satu bulan itu tak kunjung tenang. Malah makin menangis kencang hingga membuat Rindu kewalahan.
"Kenapa, Sayang? Jangan bikin Buna takut." Rindu membuka dua kancing baju bagian atas, memberikan ASI secara langsung sambil berharap kalau Lea mau menghisap susu dari putingnya dan berhenti menangis. "Tenang, Sayang. Kamu nggak nyaman, ya?"
Tak berhasil menenangkan Lea dengan berbagai cara, Rindu meletakkan bayi itu di atas kasur. Memeriksa pokok, perut, dan seluruh badan Lea. Takut-takut ada hal yang membuat bayi itu tak nyaman.
"Jangan nangis terus, Le. Buna bingung ...." Rindu menyambar ponsel di dekat bantal, melihat jam yang baru menunjukkan pukul dua siang. "Ayah kamu masih lama pulangnya, Nak," ujarnya sedikit panik dan kembali meletakkan ponsel ke atas tempat tidur.
Kembali membawa Lea dalam gendongan, Rindu berniat jalan ke depan kontrakan. Berharap udara di luar bisa memberi sedikit ketenangan pada anaknya. Saat itu ia dan Naka baru kembali dari rumah orang tuanya setelah tinggal beberapa Minggu di sana. Hari ini Naka bilang ingin meminta pekerjaan pada sahabatnya dan Rindu yang ditinggal sendiri di kontrakan hanya mengangguk saja meski merasa takut hal yang tak diinginkan terjadi.
Situasi yang tak diinginkan Rindu adalah yang saat ini terjadi. Kesulitan menenangkan Lea saat mulai menangis kencang.
"Oke, kita tunggu Ayah pulang, ya. Kita tunggu di luar."
Berhasil keluar setelah menyampirkan selimut di kaki mungil bayi itu, Rindu mengernyit melihat mobil hitam mengkilap berhenti tepat di depan kontrakannya. Rindu pikir mungkin mobil tamu pemilik kontrakan, tapi saat seorang wanita tak asing keluar dari kereta besi tersebut kernyitan samar Rindu berubah jadi keterkejutan.
"Permisi?"
"Mbak Nana?" sapa Rindu pada seorang wanita cantik yang sampai di depan kontrakannya.
"Hai, Ndu."
Nana Arisa Nawasena. Kakak perempuan Naka sekaligus satu-satunya anggota keluarga yang hadir dalam pernikahannya.
"Apa kabar, Ndu?" Nana sudah membuka sepatunya sebelum menginjak ubin kontrakan Rindu, ia melirik bayi dalam gendongan yang terlihat merengek dengan wajah memerah. "Eh, habis nangis, ya?" Tanpa basa-basi ia mengambil alih bayi tersebut dari wanita yang terlihat frustrasi.
"Iya, Mbak. Dari tadi Lea nangis terus, aku bingung banget tenanginnya."
Nana tersenyum penuh pengertian. Meskipun belum memiliki anak, pengalamannya yang pernah menjadi perawat membuat ia sedikit mengerti menghadapi situasi seperti ini. Mengangkat tubuh Lea, lalu memeluknya sambil menepuk pelan punggung bayi itu, Nana sedikit berjalan mondar mandir untuk memberi efek tenang.
"Lain kali kalau habis nyusu di gendongnya gini, ya. Biar Lea sendawa, kalau dia muntah nggak usah panik."
Rindu mengangguk pendek sambil mengikat rambut yang berantakan. "Mbak Nana ada perlu apa datang ke sini?"
Nana kembali memusatkan atensi pada wanita yang membuat adiknya seperti orang gila karena buru-buru ingin dinikahkan. Padahal kuliah saja belum selesai.
"Naka di mana, Ndu?"
"Naka ... tadi pagi berangkat. Katanya mau minta kerjaan sama temennya."
"Jadi kamu sendirian di kontrakan?"
Rindu mengangguk. "Mau masuk, Mbak. Biar aku buatin minum."
Tanpa menjawab, Nana mengikuti langkah sang pemilik tempat. Mengedarkan tatapan ke dalam ruangan saat kakinya menginjak bagian dalam kontrakan tersebut, lalu memilih duduk di lantai beralas karpet tipis. Syukurlah bayi dalam gendongannya sudah berhenti menangis. Ia meminta Rindu membawa kasur bayi atau selimut tebal untuk menjadi alas Lea tidur di kakinya yang sudah berselonjor.
"Jadi Naka belum kerja, Ndu?"
Rindu kembali dengan segelas teh hangat. Meletakkan di sisi kakak iparnya sebelum duduk di depan Lea. Ia mengangguk samar sambil menatap wajah bayi yang mulai tertidur pulas.
"Sejak kapan dia nganggur?"
"Dari sebelum Lea lahir, Mbak."
"Dia sengaja berhenti kerja atau gimana?"
Rindu menggeleng. Naka bukan pria pemalas yang ingin berleha-leha di rumah, bahkan pekerjaan berat pun dilakoni pria itu jika ada. Hanya saja akhir-akhir ini rezekinya memang sedang tak lancar. Ada saja kendala dan segala masalah yang membuat pria itu kesulitan. Sebelum Lea lahir, Naka diberhentikan dari perusahaan asuransi dengan alasan yang tak masuk akal. Lalu setelah itu ia bekerja di salah satu supermarket sebagai kasir, tapi hanya bertahan seminggu karena dipecat dengan alasan yang serupa. Katanya sedang mengurangi karyawan pria. Setelahnya semua tempat kerja seolah menutup pintu baginya hingga membuat Naka rela kerja serabutan. Apa saja dilakukan pria itu, dari mulai mengantar jemput anak sekolah yang orang tuanya memerlukan bahkan menjadi ojek offline jika ada yang meminta diantarkan.
"Terakhir di supermarket, katanya ada pengurangan karyawan gitu, Mbak. Cuma Naka kayak nggak percaya, padahal dia yakin kerjanya udah bener."
Nana mengangguk-angguk. Ia tersenyum saat tatapannya jatuh pada bayi yang tertidur di hadapannya. "Ndu, Mami sebenernya ngikutin kamu. Mami tahu kalian tinggal di mana. Mbak dateng ke sini mau kasih tahu itu, sebaiknya setelah ini kalian cari kontrakan lain buat tinggal."
"Maksud Mbak Nana?"
"Mbak cuma berprasangka doang, takut kesulitan Naka ada sangkut pautnya sama Mami. Kemarin Naka telepon mau pinjam uang, tapi Mbak minta alamat kalian karena mau tahu kabar kalian gimana."
Rindu terdiam sebentar sebelum mengangguk paham. "Mbak, aku mau tanya kalau ambil cuti kuliah masih bisa lanjut, kan?"
"Bisa."
Nana menatap simpati melihat adik iparnya yang tampak menanggung banyak beban. Bukan perkara mudah menjadi seorang ibu di usia muda, tapi Rindu masih bisa tersenyum menyambutnya meski dengan kantung mata yang menghiasi wajah.
"Jangan pikirin kuliah Naka, Ndu. Dia yang pilih sendiri kepingin nikah muda. Yang penting sekarang kehidupan kalian, susu Lea lebih penting dari pendidikan Naka saat ini."
"Mbak, kabar ... Mami sama Papinya Naka gimana?"
Nana tersenyum kecil. "Mereka baik-baik aja."
Rindu mengangguk pendek. Mereka baik-baik saja sedangkan keadaan Naka malah sebaliknya. Rindu sempat menyangkal apa benar ada orang tua yang tega mempersulit usaha anaknya hanya karena sebuah pernikahan yang hingga saat ini tak direstui?
Secerewetnya sang ibu yang gemar mengomel tentang hal apa pun di rumah, Rindu tak pernah berpikir jika di luar sana masih ada orang tua yang mengerikan. Ternyata hal seperti itu benar-benar ada, Naka memang pernah berprasangka buruk kepada orang tuanya atas kejadian tak masuk akal yang dialami setiap kali bekerja. Tapi Rindu selalu mengomeli Naka tentang hal itu, ia terlalu naif hingga tak jarang menegur Naka kalau sudah menggerutu kesal tanpa alasan.
Menggeleng ngeri saat kesadarannya kembali ditarik ke masa kini, Rindu yang sedang berdiri di belakang etalase berisi roti-roti manis mulai merasakan pening di kepala saat bayangan masa lalu sepertinya mulai mengintai. Tepatnya saat Naka meminta kembali bersama empat hari yang lalu.
Hingga sekarang ia belum memberi kepastian apa-apa tentang tawaran Naka yang ingin kembali padanya. Dua hari yang lalu pria itu kembali bertanya, tapi Rindu hanya diam dan merasa ragu untuk memulai semuanya. Bohong jika kata hatinya menolak Naka, tapi banyak hal yang sedang ia pertimbangkan. Ia tahu sekarang Naka sudah sukses dengan usahanya, tapi bagaimana jika kesulitan kembali dialami pria itu setelah menikah dengannya?
Keluarga Naka tak bisa diremehkan. Pria pemilik showroom besar di Jakarta yang pernah mencalonkan diri sebagai gubernur daerah itu punya banyak koneksi yang kuat, hingga rasanya tak sulit menjatuhkan orang kecil seperti Rindu dan keluarganya. Meskipun sifat ibu mertuanya terlihat lebih mengerikan.
Seperti hari itu, hari mengerikan sampai membuat Rindu merinding jika memikirkannya. Orang-orang borjuis yang punya kekuasaan kadang terlihat menakutkan daripada hantu di tengah malam.
"Bunaa!"
Refleks menoleh pada suara yang begitu ia kenali, Rindu yang sedang memeriksa potongan kue dalam etalase sambil memikirkan masa lalunya sedikit terkejut mendapati Lea memanggilnya. Lantas keterkejutannya menjadi 100 kali lipat karena Lea bukan datang dengan Aruna, melainkan Naka yang tersenyum lebar menggendong putri mereka.
"Ndu, itu ... anak lu?" Dilla berbisik di seberang etalase. Tatapannya terpaku pada bocah digendongan pria yang ia kenali sebagai pemilik showroom di seberang jalan. "Ndu—"
"Buna, kata Ayah kapan pulangnya?" Lea kembali berceloteh, lalu turun dari gendongan sang ayah dan menghampiri ibunya. "Buna, nanti pulangnya makan malam sama Ayah."
"Ha?" Dilla makin terkejut sambil menatap bocah perempuan yang bicara dengan temannya. "Ndu ... ini anak lu, terus bapaknya ...."
"Hari ini lembur nggak?" Naka yang sudah sampai di hadapan Rindu bertanya santai, lalu menatap dengan sorot terhibur pada wajah Rindu yang terkejut bukan main. "Ndu, lembur nggak?"
"Naka!" desis Rindu mulai sewot.
Dan Dilla yang ada dalam situasi membingungkan itu masih membuka mulut tak percaya. Sepertinya ia harus minum lebih banyak agar fokusnya tak ke mana-mana.
"Ndu, kepala gue kok keliyengan, ya?"
Rindu meringis melihat Dilla yang menekan kepalanya sendiri, lantas mendelik menatap Naka yang masih tersenyum tanpa dosa.
"Ayah, Lea mau kue ini?!"
"Boleh, Sayang. Ambil aja apa yang kamu mau."
"Oke!" Gadis kecil itu mengangguk riang. "Buna, Lea mau ini ... itu ... sama yang bentuknya beruang kecil itu ... terus ...."
Sambil mendengarkan Lea berceloteh, Rindu mulai menarik napas panjang seraya menenangkan hati yang terkejut bukan main bercampur kekesalan pada pria yang dengan santai membawa Lea seperti sekarang.
_____________
Ciri-ciri orang songong emang begituuu....
Wkwkwkw!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top