5. Banyak Hal Soal Arsen yang Anne Tidak Tahu
'Ada banyak hal yang aku tidak mengerti, kenapa harus menjadi rumit saat yang kamu butuhkan sebenarnya adalah perasaan dicintai?'
Kisah yang Belum Selesai
~Thierogiara
***
Mereka berangkat berdua saat akan menuju ke hotel. Entahlah biasanya kalau ada acara besar pengantin tidak akan dibiarkan membawa mobil sendiri dan melakukan hal yang berisiko, tapi sepertinya keluarga mereka agak berbeda, dengan dalih agar keduanya memiliki waktu untuk mengobrol berdua. Karena Arsen anak pertama dan satu-satunya sementara Anne adalah anak pertama, maka sudah pasti acara pernikahan mereka adalah acara yang cukup besar di mana keluarga dari berbagai penjuru turut diundang untuk meramaikan acara sekaligus silaturahim karena memang pasti sudah lama saling tidak bertemu.
Sampai di kamar hotel Arsen malah langsung merebahkan dirinya, tanpa membantu Anne yang membawa koper dan tetek bengek lainnya. Anne hanya menghela napas, untuk meminta bantuan juga dia sungkan. Arsen dingin, hanya dengan tatapannya saja Anne sudah merasa menggigil. Pokoknya ada beberapa hal yang membuat Anne memutuskan untuk tidak melampaui batasannya. Meski sekarang sudah sah, tetap saja mereka belum saling mengenal satu sama lain. Salah-salah Arsen malah mengamuk di hadapannya.
Untuk naik atau merebahkan diri ke atas kasur juga Anne sungkan, dia memilih beralih ke sofa dan duduk di sana menunggu tim perias datang. Anne menatap sosok yang memejamkan matanya di atas kasur sana, apa Arsen benar-benar sudah melupakan soal banyak hal? Soal banyak hal yang pernah terjadi di masa lalu, mungkin masa SMA mereka tidak ada yang spesial kecuali Arsen yang mencoba berbuat baik pada seorang gadis cupu di kelasnya, tapi perbuatan baik yang sebenarnya kelihatan sangat amat biasa itu adalah sesuatu yang membekas di hati gadis ini, gadis yang bahkan memutuskan untuk mengunci hatinya pada pria lain.
Anne memutuskan memainkan ponselnya sembari menunggu, mereka tidak harus saling mengganggu karena memang sepertinya yang ada hanya sebuah formalitas, bukan benar-benar keinginan mereka berdua. Mereka yang terikat tapi sebenarnya dua belah pihak keluarga yang bahagia. Bohong sebenarnya kalau Anne mengatakan bahwa dia tidak mau Arsen, pria itu menjadi list paling atas dulu saat dirinya merasa perlu menikah, tapi ketika bertemu lagi dan Arsen bukan orang yang sama seperti dulu, sekarang Anne hanya ingin menghapusnya dari daftar.
"Jangan pernah anggap serius apa yang terjadi di antara kita berdua." Arsen tiba-tiba saja membuka matanya dan mengatakan hal tersebut.
"Kenapa?" tanya Anne, wajar bukan? Dia seorang istri sekarang dan menurutnya beberapa hal dalam rumah tangga mereka sudah mulai harus dikomunikasikan sekarang ini.
Arsen menatap langit-langit kamar hotel. "Karena aku nggak akan pernah sesuai sama kemauan kamu, aku menikahi kamu karena mamaku mau kalau menantunya adalah kamu." Dan hal lain yang membuat mamanya mau menantunya adalah Anne karena mamanya mau kalau menantunya berasal dari keluarga baik-baik. Sosok yang jelas keluarganya, bebet, bibit, bobotnya. Ya walau Anne hanya seorang anak rumahan, tapi bu Susan tahu bahwa Anne adalah gadis yang baik, sosok yang sudah pasti bisa membawa Arsen ke arah lebih baik pula.
Anne terdiam, bukankah seharusnya dia merasa cukup? Setidaknya dia tidak akan bertemu dengan mertua yang kejam seperti cerita-cerita menantu yang beredar di media sosial. Mertuanya menginginkannya untuk menjadi menantu, dengan itu paling tidak hidupnya tidak akan tersiksa batin.
"Aku nggak pernah kepikiran untuk menikah dengan gadis cupu seperti kamu."
Baru hari pertama dan Anne sudah harus mendengar kalimat menyakitkan itu, di hari-hari yang akan datang seberapa banyak hal menyakitkan yang akan dia dengar atau terima?
Setelahnya Arsen mengesampingkan tubuhnya memunggungi Anne dan kembali tertidur. Mungkin tidur lebih penting daripada serangkaian acara hari ini, ya Arsen juga bebas sebenarnya dengan hidupnya sendiri, pernikahan boleh ikut mau orang tua, tapi yang dijalani dalam pernikahan tersebut siapa yang tahu?
***
Sejak satu jam yang lalu Anne sudah berada di depan cermin bersama MUA (Make Up Artist) yang memang ditugaskan untuk merias wajahnya hari ini. Acara malam ini berbeda dengan acara saat siang karena memang malam ini mengusung tema modern, Anne akan mengenakan gaun pengantin modern dan Arsen akan mengenakan jas. Padahal di dalam kamar ini cukup berisik karena sebelumnya penata rambut menghidupkan hairdryer bahkan saling mengobrol satu sama lain, tapi Arsen sama sekali tidak terganggu, dia kelihatan masih nyenyak dalam tidurnya.
Anne membiarkan itu karena ya pengantin pria sebenarnya hanya tinggal mengenakan baju saja, sama sekali tidak repot seperti pengantin wanita yang harus banyak polesan di sana sini.
Sampai begitu make up dan rambut Anne rampung Anne diminta membangunkan Arsen.
"Kenapa harus saya Mbak?" tanya Anne polos, di sana banyak orang ya kenapa harus dia?
"Karena kamu istrinya, masa aku yang bangunin?" Jerry, penata rambut yang memang agak sedikit melambai mengatakan itu, dia sih senang saja membangunkan suami orang, tapi nanti kalau Anne tidak terima bagaimana?
Anne menelan ludahnya sendiri, menatap Arsen yang masih pulas di atas kasur sana, lagipula kenapa dia tidak bangun sendiri sih? Padahal mereka yang ada di sana sudah sibuk sejak tadi, suara berisik benar-benar tidak membangunkannya.
"Udah, suami sendiri ini!" Jerry mendorong bahu Anne, ya kalau orang luar pasti mengira kalau bersama suami pasti tidak sungkan, tapi mana ada yang tahu apa yang sebenarnya terjadi di antara Anne dan Arsen.
Menarik napas kemudian membuangnya begitu saja, Anne berjalan mendekat ke Arsen, tidak mau terlihat terlalu canggung, dia mendudukkan dirinya dulu sebelum akhirnya memegang bahu Arsen dan menepuknya. Nah sekarang Anne bingung harus memanggil Arsen dengan sebutan apa karena memang belum pernah memanggil sebelumnya. Panggil nama? Apa masih sopan sementara mereka sudah menikah?
"M... Mas... " Oke, sekarang Anne hanya sedang tidak punya pilihan lain.
Anne yang sebelumnya menepuk kini sedikit mengguncang tubuh Arsen, tidak mungkin juga mereka menghabiskan banyak waktu hanya karena masalah membangunkan tidur.
"Mas!"
"Hmm!"
"Bangun!"
Arsen menahan tangan Anne yang diletakkan di bahunya. Anne seketika panik takut kalau Arsen akan marah. Anne melihat ke sekeliling, semua orang sedang menatapnya. Arsen menarik tangan Anne hingga mau tidak mau tubuh Anne mendekat ke tubuhnya. Anne sedikit membelalakkan matanya karena ini benar-benar di luar dugaan, Arsen adalah orang yang susah ditebak Anne tidak tahu apa yang akan dilakukannya sekarang.
"Coba panggil lagi." Suaranya berat khas seseorang bangun tidur.
"Panggil apa?"
"Yang tadi!"
"M... Mas... "
Arsen menipiskan bibirnya dan kembali menjatuhkan kepalanya ke atas bantal, sudah hanya ingin mendengar itu saja?
"Kenapa?" tanyanya, beberapa waktu lalu menyatakan penolakan terang-terangan terhadap Anne, tapi kini malah kesemsem seolah apa yang Anne lakukan begitu spesial.
"Kamu harus siap-siap juga, kita akan segera keluar."
"Oke."
Kata yang keluar dari mulutnya singkat, tapi cukup membuat Anne deg-degan parah, entahlah karena masih cinta, atau memang karena segala hal yang ada dalam diri Arsen tidak tertebak. Melihat interaksi dua pengantin baru tersebut beberapa kali tim dari MUA terkekeh bahkan ada yang memukul lengan temannya karena gemas.
***
Anne menelan ludahnya dengan susah payah, tangannya refleks meremas lengan Arsen yang sekarang dia rangkul, bukan apa-apa Anne tidak terbiasa menjadi center of attention, selama ini juga dia tergolong sebagai orang yang introvert, banyak menghabiskan waktu di rumah dan hanya sering bertemu dengan orang-orang yang memang dia kenal.
Arsen menoleh tapi sama sekali tidak melakukan tindakan apa pun untuk setidaknya menenangkan Anne. Ya mau bagaimana lagi? Ini adalah hari pernikahan mereka, tidak mungkin juga mereka tidak berada di sana. Untuk satu hari, masing-masing dari mereka harus bisa mengalahkan diri sendiri.
Mereka berdua berjalan di atas karpet merah menuju singgasana yang sudah dipersiapkan khusus untuk mereka yang akan menjadi raja dan ratu malam ini. Gaun Anne simple, tidak terlalu mengembang tapi cukup terlihat mewah dan elegant, warna pastelnya menyatu dengan kulit putih bersih Anne. Bagian punggungnya terekspose karena memang itu adalah request dari Arsen. Sebenarnya niat awalnya untuk mengerjai Anne karena Arsen sudah tahu kalau Anne orangnya pemalu, tapi Arsen salah karena ternyata Anne tampak cantik dan sangat percaya diri. Ya siapa juga yang tidak percaya diri dengan tubuh semampai, kulit putih bersih, pahatan wajah yang nyaris sempurna. Semua orang juga mengakui kalau Anne cantik, kecantikan itu adalah kecantikan yang selama ini tersimpan rapi dan sekarang menjadi milik Arsen.
Arsen akhirnya memegang tangan Anne yang melingkar di lengannya, berusaha untuk menenangkan wanita itu, dia juga tidak mungkin membiarkan Anne begitu karena memang hanya dia sekarang yang bisa menenangkan Anne. Mereka harus tersenyum pada semua orang untuk membohongi semuanya bahwa sekarang mereka adalah dua manusia yang sedang berbahagia. Karena di tempat duduk bagian orang tua kedua belah pihak juga sedang terlihat sangat bahagia, mereka harus bisa menunjukkan bahwa mereka juga sebenarnya menginginkan pernikahan ini.
Keduanya sampai di atas pelaminan, gedung mewah ini berisi pernikahan yang tak kalah mewah, seluruh kemewahan ini tak pernah ada dalam bayangan Anne sebelumnya. Dia terbiasa dengan hal-hal sederhana, ini seperti sebuah keajaiban untuk Anne.
"Berpura-puralah bahagia, hanya satu hari." Arsen membisikkan itu di dekat telinga Anne.
Anne menoleh untuk melihat bagaimana ekspresi Arsen. "Gimana kalau aku nggak lagi pura-pura?" tanya Anne. Dia benar-benar bahagia sebenarnya karena merasa dihargai atas effort keluarga Arsen yang memberikan semua ini padanya. Dia hanya seorang gadis biasa, kedua orang tuanya bahkan hanya dua orang yang bekerja dalam badan amal. Anne tidak punya mimpi dan harapan apa pun soal apa pun juga, dia selalu berusaha untuk menikmati hidupnya yang sederhana.
"Terima kasih." Mungkin ucapan Terima kasih pada Arsen bisa mewakilkan ucapan untuk keluarganya.
Arsen diam, dia bahkan sebenarnya tidak ingin menikah dengan Anne.
"Ini di luar pernikahan impian aku tapi rasanya sangat luar biasa. Keluarga kamu memberikan yang terbaik dan itu sangat cukup."
Arsen menghela napas. "Nikmati saja, soalnya setelah ini mungkin kamu akan banyak melupakan rasanya bahagia."
***
Jarang banget ada yang komen, emang nggak menarik ya cerita ini?
Jangan lupa dukungannya ya, hehe
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top