Chap 1.

***

Tahun 1945 terjadi perang besar setelah kemerdekaan Indonesia. Perang itu dikenal dengan peristiwa 10 November. Perang yang berlangsung di Surabaya itu dilatar belakangi oleh masuknya tentara Inggris salah satunya ke Surabaya.

Tanggal 25 Oktober dikabarkan dari Jakarata oleh Amir Syarifudin Mentri penerangan bahwa pasukan Inggris akan mendarat di Surabaya. Kabar itu terdengar sampai ketelinga Mentri pertahanan.

Tujuan Inggris masuk ke Indonesia salah satunya adalah ingin mengangkut Jepang yang saat itu telah kalah dalam peperangan.
Tujuan itu disambut baik pemerintah dan bahkan menyarankan agar warga dan pemerintah daerah membantu tugas sekutu untuk mengangkut Jepang.

Namun, kabar itu tidak disambut baik oleh Rakyat Surabaya bahkan kecurigaan membayangi Rakyat Surabaya saat mendengar bahwa sekutu akan mendarat ke Surabaya. Pasalnya, pimpinan angaktan laut sekutu ternyata membawa misi rahasia dari pimpinan tertinggi kerajaan Belanda.

Mengembalikan Indonesia kepada administrasi pemerintahan Belanda sebagai negeri jajahan Hindia Belanda. NICA (Netherlands Indies Civil Administration) ikut dalam pasukan sekutu.
Dugaan Inggris untuk membantu Belanda menjajah Indonesia lagi menghantui setiap Rakyat Indonesia terutama di Surabaya.

Mentri pertahanan Dr. Moestopo juga tidak tinggal diam mendengar kabar sekutu akan mendarat ke Indonesia dia juga berfikir bahwa Inggris menyimpan tujuan lain. Akhirnya tepat malam hari Dr. Moestopo memperingati Rakyat Surabaya.

Dengan mengendari mobil terbuka dan pedang yang dia angkat Dr. Moestopo berkeliling menyerukan agar warga Surabaya waspada. Kedatangan Inggris dengan maksud mengancam kemerdekaan Negara Indonesia.

Bahaya mulai mengancam Rakyat Indonesia dan Dr.Moestopo memperingati setiap Rakyat Surabaya agar berisap dan siaga jika suatu saat terjadi sesuatu.

Tak hanya itu Dr. Moestopo juga menyiarkan diradio- radio memperingati Inggris agar tidak mendarat.

"Nika" ~ agar mereka jangan mendarat di Surabaya. "Inggris! Nika! Jangan mendarat! Kalian orang terpelajar! Tahu aturan! Jangan mendarat! Jangan mendarat!"
Berulang-ulang Dr. Moestopo menyerukan itu.

Tak selang beberapa lama kapal Inggris mendara segera staff pimpinan Inggris Mallaby menemui Gubernur Soerjo.

***

Pagi menjelang, matahari yang terlihat sangat ramah menyinari setiap jalan setapak. Sawah-sawah masih terhampar luas di salah satu Desa di Jakarta.
Angin pagi menghembuskan rambut indah seorang wanita yang masih menatap takjub melihat keindahan Ibu pertiwi.

Dia tersenyum, merasakan kehangatan sinar matahari. Matanya sesekali dia pejamkan agar dapat merasakan hembusan angin yang menerpanya.
tangan yang menggengam sebuah tas dari anyaman berisi sayur mayur, di depan tas itu tertulis sebuah kalimat.

"Merdeka!".

Kalimat yang sengaja ditulis oleh Seorang Pria yang sangat dia cintai.
Dia membuka matanya yang indah itu saat dia menyadari panas matahari sudah mulai menusuk kulitnya. Dia segera berjalan menelusuri jalan setapak menuju rumahnya.

Diperjalanan menuju rumahnya sesekali dia menyapa penduduk yang ingin beraktifitas seperti, pergi ke sawah, ke ladang dan ke pasar.

Dia baru pindah sekita tiga bulan yang lalu setelah dia dinikahi seorang guru yang bekerja di Jakarta. Dia harus ikut kemanapun suaminya pergi karena itulah tugas seorang istri. Selalu berada di samping suaminya dan melanyaninya sepenuh hati.

Fatma, wanita yang masih muda belia itu dibawa suaminya ke Jakarta. Walau baru tiga bulan dia berada di Jakarta namun kerinduan pada keluarganya termasuk pada Ibu dan Bapaknya yang berada di Surabaya tidak bisa dia pendam.

Sesekali dia berpikir ingin mengatakan pada suaminya tentang kerinduanya itu. Namun dia memendam keinginannya itu.

"Asalamualaikum,"

"Waalaikumsalam. Fatma, liat sepatu Mas tidak, dari tadi Mas cariin tapi tidak ketemu."

Fatma menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah suaminya yang sibuk mengacak-ngacak isi kamar.

"Bukanya habis pulang dari sekolah Mas cuci. Mungkin masih di atas genteng Mas jemur kemarin," sembari meletakan tas yang berisi sayur mayur ke atas meja dapur.

Fatma terkadang merasa lucu dengan sifat suaminya yang pelupa. Walau seperti itu dialah Danu suami Fatma.

"Astagfirullah." Menepuk jidat berulangkali menyadari sifatnya yang sangat pelupa.
Danu segera pergi keluar mengambil sepatu yang sedari kemarin dia jemur di atas genteng rumahnya.

"Mas ini. sudah tau pelupa, harusnya kemarin biarkan Fatma yang mencuci sepatunya" meletakan secangkir teh poci diatas meja.

Danu tersenyum lembut kearah istrinya itu. Fatma adalah istri yang baik, cantik dan sholeha Danu sangat bangga memiliki istri sepertinya. Namun dibalik semua itu sifat keras kepala tersembunyi dalam diri Fatma Danupun sudah tau sejak dulu.
Namun kelembutan membuat luluh hati Danu setiap melihatnya.

"Kalo Fatma yang cuci sepatu Mas nanti siapa yang masak. Lagian Fatma kan udah lelah seharian bersih-bersih rumah, masak, kepasar. Jadi cuma cuci sepatu aja Mas juga bisa."

Fatma hanya tersenyum geli melihat suaminya yang sedari tadi megoceh sembari memakai baju.
Rambut yang masih acak-cak tidak mengurangi ketampanan suaminya itu. Tubuh yang kokoh dan tidak terlalu berisi itu kini mendekat kearah Fatma tubuh Fatma yang mungil harus sedikit mendangak keatas untuk melihat wajah suaminya itu.

Dengan lemah lembut Fatma menyisir rambut suaminya yang masih berantakan.

"Mas, ada yang mau Fatma bicarakan,"

"Apa?"

Fatma menatap Danu yang melihatnya serius. Jika dia katakan rindu keluarganya pasti Danu akan bingung pasalnya keadaan di Surabaya sedang genting dengan kabar kedatangan Inggris yang baru-baru ini dia dengar dari radio.

Walau Fatma sangat khawatir dengan keadaan keluarganya di sana, namun dia harus berfikir positif. Lagi pula ibunya berkata apapun yang terjadi Fatma haruslah lebih mementingkan suaminya.

Fatma tersenyum dan menggelengkan kepalanya. " Mas hati-hati nanti dijalan ya, Sepedanya jangan ditabrakin kegubuk lagi nanti bisa tambah rusak,"

Danu tertawa geli memperlihatkan jejeran gigi putih rapi miliknya mendengar pesan istrinya itu. Dia teringat kemarin dia menabrakan sepedanya ke gubuk karena ada anak sapi lepas yang hampir saja dia tabrak.

"Fatma, buat Mas inget kejadian kemarin aja. Itukan karena anak sapi milik pak dusun yang lepas. Hampir saja Mas kemarin Jatuh kesawah."

Fatma memang selalu bisa menjadi hiburan tersendiri bagi Danu. Baginya tidak ada yang dia inginkan selain melihat istrinya bahagia. Apapun akan dia lakukan untuk melindungi kekasih hatinya itu.

Danu tahu jika Fatma sangat merindukan keluarganya yang ada si Surabaya. Dia selalu melihat Fatma duduk terdiam menatap kain rajutan yang dibuatkan ibunya. Di saat itu Danu tahu segala yang diinginkan istrinya itu.

Namun keadaan untuk pergi ke Surabaya tidaklah kondusif dia juga mendengar dari salah satu temanya yang anggota TKR (tentara keamanan rakyat) yang beberapa hari datang ke Jakarta.

Temanya berkata jika Inggris mendarat di Surabaya dengan tujuan yang tertentu. Dan rakyat Surabaya di haruskan siaga dan waspada akan kedatangan mereka.

"Nanti kalo di Surabaya udah aman kita jenguk ayah dan ibu ya."

" Mas serius?"

Danu mengangguk membenarkan, Fatma tersenyum gembira matanya berbinar tanda dia sangat senang mendengar perkataan suaminya itu.

"Jika kita memiliki keinginan yang kuat dari hati, maka semesta alam akan bahu membahu mewujudkannya" -Soekarno-.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top