Bunga Alamanda.

Namaku, Bunga Alamanda. Acapkali orang-orang memanggilku Bunga. Umurku sudah 22 tahun, saat ini bekerja di sebuah toko bunga yang ada di dekat rumah.

     Aku hanya hidup berdua bersama Bunda. Bukan berarti aku tidak mempunyai Ayah, aku punya.

Hanya saja, Ayah tak berada di rumah. Ayah berada di rumah keluarganya yang lain.

Iya, sudah sejak aku lama Ayah begini. Dan, semenjak dewasa, aku tahu bahwa, Ayah dan Bunda menikah karena dijodohkan. Sedangkan Ayah hanya mencintai pacarnya-yang sekarang tentu saja ia nikahi juga.

     Aku seringkali meminta Bunda untuk cerai dengan Ayah, namun Bunda tak bisa. Bunda mencintai Ayah semenjak pertemuan pertama mereka. Tak pernah sekalipun Bunda ingin berpisah dengan Ayah, meski Ayah sendiri secara terang-terangan melakukan poligami.

    Aku hanya bisa menghormati apa keputusan Bunda. Memangnya, aku bisa apa?

    Ayah.....tidak begitu adil. Aku tahu, aku dan Bunda memang tak diinginkan. Sebab itu, aku tahu pula paham, aku tak boleh menuntut terlalu banyak. Ayah pun tak akan mengabulkan segala pinta ku. Jadi, kenapa aku harus mengeluarkan tenaga untuk meminta?

     Bunda awalnya bekerja sebagai tukang jahit, tapi semenjak aku lulus sekolah menengah atas, aku meminta Bunda istirahat. Aku yang mencari pundi rupiah untuk kami berdua.

   Ya, aku memang tidak kuliah. Tak mempunyai uang untuk kuliah, sedangkan aku sendiri bukan anak yang begitu pintar untuk mendapatkan beasiswa. Aku hanya seorang yang biasa-biasa saja, dengan kemampuan yang biasa pula. Aku hanya bisa merangkai bunga, dan hal itu yang aku gunakan sebagai mata pencaharian.

    Berbeda dengan Arinka-saudara tiriku. Sebetulnya, aku belum pernah bertemu langsung dengannya. Aku hanya mendengar cerita dari Ayah.

    Arinka mendapat juara satu, sedangkan aku tidak.
    Arinka pintar, dan aku bodoh.
    Arinka cantik, dan aku nampak kumal.

   Arinka kini kuliah di salah satu universitas terkenal di ibukota. Dan, kata Ayah, dia sangat berprestasi, Ayah tak akan sia-sia jika membiayai sekolahnya. Berbeda jika denganku, Ayah akan rugi.

    Aku memang tak berencana kuliah, aku sadar diri, hal yang utama bukan kuliah. Meski aku tak munafik, andai saja Ayah mau membiayai, aku pasti akan berusaha keras untuk belajar dan belajar. Tapi, apa boleh buat?

   Sehari-hari aku bekerja di sebuah toko bunga yang bernama Eufloria. Pemilik toko bunga sangat baik terhadapku, namanya Mbak Ratih.

   Mbak Ratih adalah malaikat. Dengan kecantikan yang sangat menawan, Mbak Ratih menerima aku menjadi karyawannya. Bahkan seringkali memberikan bonus untukku.

   Berkat Eufloria juga, aku bertemu Mas Danes. Seorang yang tak akan bisa aku gapai meski dalam mimpi.
  

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top