Part 40 - Perpustakaan

Haaaaai, aku balik lagi walau target di part sebelumnya belum tercapai 😍

Bilang lalala yeyeye 👉

Jangan lupa baca doa sebelum baca 😁

Spam nama Shopia 👉

Spam nama Alice 👉

Spam nama Adnan 👉

Yang semangat ya komennya supaya aku juga semangaaaat 🤗

‼️ Tandai typo ‼️

Happy readiiiing ❤️

Tapi sebelum itu aku mau promosi dulu salah satu karya aku MANTAN TAPI MENIKAH yg di jadikan series. Soon di VIU 🥰
Ramaikan di semua sosmed kalian yaa ♥️

Masa lalu tidak bisa diubah.
_____

Suasana perpustakaan sunyi setelah bel pulang berbunyi. Perpustakaan akan tutup tiga jam setelah jam pulang. Dan hampir tiga jam Alice menunggu Adnan di sini sesuai dengan tujuan mereka yang akan kerja kelompok.

Sekali lagi Alice melirik ponselnya. Barang kali ada chat dari Adnan.

"Kursi ini kosong?" tanya seorang murid perempuan.

Alice yang sedang kesal menghempaskan ponselnya ke atas meja baca. Ia lirik murid perempuan itu dengan sinis.

"Duduk di tempat lain aja sana!" suruh Alice dengan kasar.

Raut wajah si murid perempuan berubah masam. Kursi kosong memang ada banyak, tapi pencahayaan paling bagus di meja yang Alice tempati.

"Gue cuma nanya. Nggak usah nyolot gitu," sahut murid perempuan itu.

"Nggak ada yang boleh duduk di sini!" Alice bangun dari duduknya. "Yang boleh duduk di sini cuma gue sama Adnan! Sana pergi lo!"

"Lo sok berkuasa banget."

"Lo berani sama gue?! Gue aduin ke Adnan mau lo?" ancam Alice. Dia sudah terlanjur kasal.

Karena suasana perpustakaan yang sepi tidak ada yang melerai pertengkaran di antara keduanya.

"Gue nggak takut. Apa sih yang Adnan lihat dari cewek kayak lo? Kasar banget. Lebih bagus Shopia dilihat dari sisi manapun."

"Sialan!" Alice meraih buku yang ada di atas meja baca. Ia melempar buku itu ke arah murid perempuan, dan mendarat tepat di depan hidung si perempuan.

Si murid perempuan meringis kesakitan. Ada sedikit darah keluar dari hidungnya.

"Gue bakal aduin lo ke guru," ancam murid perempuan itu.

"Aduin sana! Gue nggak takut. Gue nggak takut karena gue punya Adnan. Dia bakal selalu belain gue." Alice frustasi sendiri.

Murid perempuan itu menatap ngeri pada Alice yang kelewat emosi. "Lo nggak waras."

"Nggak ada yang bisa nyakitin gue. Sejahat apapun gue Adnan akan selalu belain gue! Selalu," ujar Alice berulang-ulang.

"Alice." Adnan remaja muncul dari balik rak buku. Sejak keributan ini terjadi dia bersembunyi di sana.

"Lihat ada Adnan! Dia bakal belain gue!" Alice tersenyum pongah dengan mata penuh binar.

Perempuan yang Alice lempar dengan buku tadi membersihkan darah dari ujung hidungnya. Dia tatap Adnan ragu-ragu.

"Alice yang mulai lebih dulu." Mata Perempuan itu melirik Adnan sekilas.

"Adnan, walau aku salah kamu bakal tetap belain aku, kan? Iya, kan? Kamu akan selalu ada buat aku." Alice menggebu-gebu.

Wajah Adnan tidak menunjukkan ekspresi apa pun. Sorot matanya tidak terbaca.

"Adnan, kamu bakal belain aku, kan?" Suara Alice bergetar. Matanya mulai berkaca-kaca. Perasaan Alice semakin tidak menentu.

"Tidak ada yang boleh mengganggu Alice!" ujar Adnan dengan nada datar. Dia tatap murid perempuan yang berkelahi dengan Alice.

Ditatap dengan sangat tajam oleh Adnan membuat lutut murid perempuan itu lemas. Dia menunduk dalam.

"Jangan laporkan masalah ini pada siapapun. Kalau sampai tersebar lo akan berurusan sama gue." Dengan gerakan mata Adnan meminta perempuan itu pergi.

Perempuan itu segera menyingkir dari sana. Dalam hati ia coba memaafkan Alice yang telah melukai hidungnya. Dia tidak ingin berurusan dengan Adnan dan kawan-kawan. Apalagi selama ini Alice memang dikenal selalu dilindungi oleh Adnan, Jo, Renjun, dan Chai.

"Sejak kapan lo jadi sekasar ini?" Adnan mendekati Alice.

Alice menunduk dan tak berani menatap kedua bola mata Adnan yang tajam.

"Sejak kapan lo sekasar ini?!" ulang Adnan sekali lagi.

"Maaf, jangan marah sama aku," bisik Alice takut.

"Gue ngebela lo tadi bukan berarti perbuatan lo itu benar. Gue hanya ingin melindungi harga diri lo." Sejujurnya Adnan tidak tega melihat Alice ketakutan.

"Adnan, jangan marah." Alice mulai menangis.

"Gue nggak marah. Gue kecewa sikap kasar lo tadi," debat Adnan.

"Dan berhenti ngejual nama gue untuk kepentingan lo!" tambah Adnan.

Alice meremas ujung seragamnya. Adnan marah padanya. Benar-benar marah. Alice harus berbuat apa?

"Adnan." Dengan cepat Alice meraih pergelangan Adnan saat laki-laki itu ingin melangkah pergi.

"Aku-- aku nggak sejahat yang kamu pikirkan. Aku nggak jahat," ujar Alice berulang-ulang.

"Aku minta maaf," lanjut Alice dengan nada pilu.

"Gue nggak butuh penjelasan apapun, karena itu nggak akan merubah fakta."

"Adnan, aku nggak pantas diperlakukan seperti ini. Kita udah sama-sama sekian lama." Alice masih berusaha untuk meluluhkan hati Adnan yang keras.

Adnan melepas tangannya dari gengaman Alice. Lalu meninggalkan Alice yang menangis tanpa suara. Adnan kecewa dengan sikap Alice yang ternyata selama ini tidak sebaik yang dia pikirkan.

Adnan sampai di depan pintu perpustakaan. Dadanya terasa sesak luar biasa. Sekali lagi Adnan kembali melirik ke dalam gedung perpustakaan.

Kenapa sakit sekali? Adnan menjadi gelisah entah karena apa.

Adnan dewasa muncul bersama hembusan angin tepat di hadapan Adnan remaja. Sejenak mereka saling tatap.

"Kenapa gue nggak tega melihat Alice nangis?" Adnan remaja bertanya dengan nada pelan.

Adnan dewasa hanya membalas dengan tatapan gamang. Tentu dirinya merasa sakit karena telah menyakiti Alice yang kelak akan menjadi ibu dari anaknya.

"Fokus saja pada Shopia." Hanya itu jawaban yang dapat Adnan dewasa berikan.

*****

Adnan remaja rebahan di ranjang kamar. Seragam SMA masih melekat ditubuhnya yang tinggi. Adnan belum berniat untuk beranjak dan mengganti pakaian.

Adnan dewasa ikut berbaring di sisi Adnan remaja. Keduanya menatap langit-langit kamar bernuansa abu-abu.

Mereka menghela napas secara bersama-sama.

"Huuuh," begitu suara ketika mereka menghela napas.

"Shopia pergi bareng Raka." Adnan remaja membuka percakapan.

"Sebagai suami kamu memang tidak bisa diandalkan," ceplos Adnan dewasa.

Adnan remaja langsung menoleh dengan wajah kaget. "Gue sama Shopia benar nikah?"

Adnan dewasa yang menyadari kebodohannya karena salah ucap langsung meringis pelan.

"Gue benar nikah sama Shopia?" Adnan remaja memastikan.

"Kita kali! Bukan cuma kamu." Adnan dewasa kesal karena tidak diakui.

"Apa gue jadi suami yang baik untuk Shopia?"

Adnan dewasa tidak menjawab.

"Dari raut wajah lo gue udah tahu." Adnan remaja menjawab sendiri pertanyaannya.

"Shopia terlalu baik untuk kita sakiti."

"Apa karena Alice?" Adnan remaja sangat ingin tahu.

Sorot mata Adnan dewasa berubah ketika nama Alice disebut.

"Gue kaget sama kejadian di perpustakaan tadi. Ternyata Alice sekasar itu. Dan sejahat itu." Adnan remaja kecewa. Sekaligus merasa sedih.

Kita lah yang jahat di sini. Adnan dewasa merasa jauh lebih jahat. Ia berusaha merubah takdir karena keegoisannya.

"Jangan salahkan Alice," ungkap Adnan dewasa tiba-tiba.

Adnan remaja sontak menoleh ke Adnan dewasa. Ia tatap wajah pucat itu dari samping. Hantu ini memang sangat menggambarkan dirinya.

Ternyata gue ganteng banget, batin Adnan remaja.

"Coba intropeksi diri sendiri. Kejar Shopia saja dan menghindar dari Alice. Jangan sampai takdir kita bersinggungan dengan Alice," tegas Adnan dewasa.

Adnan remaja mengangguk saja.

"Cepat telepon Shopia. Ajak dia pergi."

"Tapi dia lagi pergi sama Raka," sahut Adnan remaja gundah gulana.

"Kamu sih letoy banget ngepepet Shopia," sinis Adnan dewasa.

"Berarti lo juga letoy!"

Mungkin Adnan lupa kalau dia juga Adnan.

******

Saran dari Adnan dewasa adalah Adnan remaja harus segera menemui Shopia. Atau kalau tidak bisa direbut Raka. Jadilah Adnan malam minggu ini duduk manis di ruang tamu rumah Shopia.

Ceritanya mau ngepelin Shopia.

"Pacarnya Shopia?" Ibu Shopia duduk di sofa tepat dihadapan Adnan.

Adnan meringis bingung harus memperkenalkan diri sebagai apa.

Sebagai suami masa depan Shopia? Hmm, terdengar bagus.

"Shopianya ada, Tante?"

"Lho dia baru aja keluar. Memangnya kamu nggak kasih kabar mau main ke sini?" tanya Ibu Shopia.

"Enggak, Tan." Adnan tersenyum keki.

Kalau Adnan kasih kabar bisa diusir lebih dulu dia sama Shopia.

"Tapi tadi yang jemput Shopia ngaku pacarnya. Kamu juga pacar Shopia. Lah, masa anak saya punya dua pacar." Ibu Shopia heran.

Lagi-lagi Adnan tersenyum keki.

"Jadi yang palsu siapa?" Ibu Shopia semakin bingung.

"Yang asli ada gambar badaknya, Tan." Adnan bercanda garing.

Ibu Shopia tertawa kecil.

"Saya tunggu di sini boleh, Tan?"

"Bagaimana, ya? Tante ada urusan di luar. Lima menit lagi teman Tante mau jemput." Ibu Shopia tak enak hati. Saat menyambut Adnan tadipun beliau sudah siap dengan pakaian glamor ingin keluar.

"Saya tunggu di teras depan nggak apa-apa kok, Tante. Asal diberi izin." Entah kenapa Adnan sangat ingin melihat Shopia malam ini.

"Ya sudah terserah kamu."

Adnan berakhir di depan rumah Shopia pada malam minggu ini. Duduk seorang diri. Ia membunuh waktu yang terasa bergerak lambat sambil memainkan ponsel.

1 jam berlalu.

2 jam berikutnya.

3 jam lebih Adnan menunggu.

Dan sekarang sudah hampir jam 11 malam Shopia belum juga pulang. Adnan semakin risau. Kemana Raka membawa Shopia sampai selarut ini?

Adnan coba menghubungi namun tidak ada balasan.

Udara malam semakin dingin. Kini waktu menunjukkan pukul 12 malam. Tidak ada tanda-tanda kedatangan Shopia, Ibu Shopia ataupun Raka.

"Lo ke mana, Shopia?" Adnan menatap gerbang rumah Shopia, berharap ada seseorang yang datang.

Adnan mulai memikirkan kemungkinan terburuk. Karena hingga pagi menjelang Shopia tidak kunjung pulang.

Apa yang Shopia lakukan dengan Raka satu malam penuh?

Tbc

Masih mau lanjut???

800 komen. 500 vote. Bisa gk ya? Bisa dongsss ✨️

Spam next dulu 👉

Spam author cansssss 🤪

Vote dan komen yg banyaaaak

Spam horeee 👉

Spam ❤️

Follow ig aku supaya kamu gk ketinggalan info seputar KSDHM

Ig : ami_rahmi98

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top