Part 39 - Apakah Pilihan Ini Sudah Benar?

Haaaaai, aku balik lagi karena target di part sebelumnya udah tercapai 😍

Bilang lalala yeyeye 👉

Jangan lupa baca doa sebelum baca 😁

Spam nama Shopia 👉

Spam nama Alice 👉

Spam nama Adnan 👉

Yang semangat ya komennya supaya aku juga semangaaaat 🤗

‼️ Tandai typo ‼️

Happy readiiiing ❤️

Tapi sebelum itu aku mau promosi dulu salah satu karya aku MANTAN TAPI MENIKAH yg di jadikan series. Soon di VIU. Ramaikan di semua sosmed kalian yaa ♥️
👇

Kehilangan itu menyakitkan,
Selagi masih ada jaga dengan baik.
_______________

"Untuk nilai praktik prakarya Bapak akan bagi kelompok untuk mempermudah kalian. Satu kelompok terdiri dalam dua orang."

Guru dengan kemeja batik itu mulai menyebutkan nama-nama anak didiknya satu persatu. Hingga tibalah giliran nama Adnan dan Alice disebut, keduanya berada dalam kelompok yang sama.

Adnan yang kini duduk sendiri di kursi belakang menatap punggung Alice lamat-lamat. Perempuan itu duduk bersama Jo menggantikan ia yang tadinya adalah teman satu meja Alice.

"Tugas ini harus selesai akhir bulan. Dan setiap pertemuan kalian harus selalu bawa tugas tersebut untuk Bapak tinjau progresnya" Guru itu melepas kaca mata, lalu ia letakkan di atas meja.

"Izin bertanya, Pak." Adnan tiba-tiba mengangkat tangan.

"Ada apa, Adnan?"

"Saya ingin ganti rekan satu kelompok, Pak," jawab Adnan.

Darah Alice berdesir kuat mendengar jawaban Adnan. Jantung Alice bekerja lebih cepat. Adnan sepertinya sangat ingin menghindar. Ya, memang Alice yang minta. Dia salah. Tapi, sikap Adnan ini melukai hati dan harga dirinya.

Guru itu menatap seluruh kelas dengan bingung. Ia menimbang permintaan Adnan dengan benar."Tidak bisa! Rekan satu kelompok tidak boleh diganti."

Adnan mendesah pasrah. Dan tidak lagi mendebat sang guru.

"Kamu dan Alice tetap satu kelompok," tambah guru itu.

"Iya, Pak," sahut Adnan pelan.

Adnan dewasa yang berdiri di luar kelas ikut menghela napas kasar. Seberapa keraspun dia berusaha mendorong Alice menjauh Tuhan selalu punya cara untuk menyatukan mereka.

"Mungkin saya harus berusaha lebih keras," kata Adnan dewasa.

*****

"Adnan." Alice menghampiri meja Adnan.

Adnan menyimpan buku paket prakarya secara sembarang ke dalam laci meja. Jam istirahat telah tiba. Dia melirik pada Alice secara sekilas. Kemudian pura-pura sibuk main ponsel.

"Tugas prakarya nanti gimana? Kamu ada ide mau buat apa?" Alice coba mengajak Adnan bicara.

"Terserah kamu-- terserah lo aja. Gue ngikut," sahut Adnan singkat.

Lo? Alice tertawa dalam hati mendengar cara Adnan memanggilnya kini berubah.

"Kita ambil materi industri kreatif aja. Kita buat kerajinan dari manik-manik. Gimana?"

"Terserah," jawab Adnan.

Alice menghela napas panjang. Seharusnya dulu dia dan Adnan tidak melewati batas lebih dari sekedar teman jika berakhir begini. Sekarang Alice percaya bahwa perteman akan rusak jika sudah putus.

Tidak ada yang bisa diperbaiki lagi. Pura-pura tidak terjadi apa-apa juga akan berakhir canggung. Saling menjauh memang pilihan yang paling tepat, tapi salahkan takdir yang terus saja membuat mereka terus bersinggungan.

"Kalau kamu nggak nyaman, biar aku aja yan kerjakan semua," tawar Alice.

"Nggak ada alasan untuk gue merasa tidak nyaman." Adnan berdiri dari duduknya.

"Tapi aku yang merasa nggak nyaman," sahut Alice.

"Itu urusan lo, Alice. Lo sendiri yang minta untuk kita berakhir seperti ini."

"Tapi kamu nggak bisa sekeras ini sama aku. Aku ini--" Alice menggantung kalimatnya. "Rumah kamu," cicit Alice pelan.

"Nggak ada rumah yang mengusir penghuninya untuk keluar." Adnan masih ingat dengan jelas permintaan Alice agar dia kembali pada Shopia.

"Kamu akan mati di masa depan kalau bukan dengan Shopia," ujar Alice sedih. Apa Adnan tidak mengerti seberapa keras dia berjuang agar Adnan baik-baik saja?

"Gue paham! Dan terima kasih! Karena itu gue juga berjuang agar bisa tetap hidup di masa depan. Gue berjuang agar bisa bahagia dengan Shopia," tandas Adnan dengan nada penuh penekanan.

"Iya, kamu harus bahagia dengan Shopia." Alice mengiyakan dengan hati teriris.

Adnan menatap wajah Alice yang terlihat lelah. Tidak ada kebahagiaan. Banyak luka dari sorot mata senduh Alice. Adnan tahu perempuan itu banyak berkorban untuknya. Lalu Adnan harus apa? Dia juga tidak ingin menyakiti Alice. Semua terjadi begitu saja.

"Tapi untuk urusan sekolah aku rasa kamu harus beri toleransi. Kita diskusi kelompok sepulang sekolah nanti. Aku tunggu di perpustakaan." Alice menarik kedua sudut bibirnya. Tersenyum getir.

"Baik," kata Adnan.

Senyuman Alice kini mengembang sempurna. 

"Gue akan ajak Shopia," beritahu Adnan tanpa berpikir dua kali.

Senyuman sempurna itu luntur secara perlahan. Alice sudah mempersiapkan diri pada rasa sakit ini ketika putus dari Adnan, tapi ia tidak menduga akan semenyakitkan ini.

Ini tentang dia dan Adnan, kenapa harus mengajak Shopia?

"Apa harus ada Shopia?" tanya Alice.

"Gue nggak mau Shopia salah paham kalau kita hanya berdua," jawab Adnan.

"Kita bisa ajak Jo, Renjun dan Chai. Nggak perlu libatkan Shopia." Alice melirik teman-teman mereka yang diam-diam mendengarkan.

"Tapi gue mau ada Shopia!" Adnan tetap keras kepala.

Mata Alice langsung berkaca-kaca. Ingin menangis kuat. Meraung. Dan memaki. Adnan tidak boleh berubah sebanyak ini.

"Cukup, Adnan!" Chai tidak tahan Alice disakiti lebih jauh lagi. "Lo udah kelewatan."

Jo ikut menghampiri. "Lo benar-benar berubah!"

Adnan menghindari tatapan sahabat-sahabatnya.

"Udahlah, dia nggak butuh kita lagi. Adnan bukan bagian dari kita." Renjun memimpali.

Chai tersenyum miring. "Adnan, ingat satu hal ini. Lo yang menjauh, tapi kami nggak akan pernah ninggalin lo. Kalau suatu saat lo mau balik lagi, kami berempat selalu terima dengan tangan terbuka."

"Semoga lo nyesal karena memilih pergi dan datang ke Shopia," lanjut Jo.

"Doakan yang baik-baik saja," sanggah Renjun. "Semoga Shopia nggak ninggalin lo kayak yang lo lakuin ke kita," sambung Renjun.

Adnan merasa tertampar mendengar semua ucapan mantan sahabat-sahabatnya.

******

Bisa bicara berdua di gudang belakang?

Shopia melangkahkan kakinya menuju gudang belakang sekolah sesuai permintaan Adnan remaja. Setiap ke gudang belakang Shopia selalu ingat dengan Adnan dewasa, tempat pertama kali mereka bertemu.

Adnan remaja tersenyum kecil menyambut Shopia yang baru tiba.

"Kenapa?" tanya Shopia to the ponit.

"Udah makan?" tanya Adnan basa-basi.

"Langsung aja, Adnan!" suruh Shopia.

"Mau temani gue sepulang sekolah nanti kerja kelompok?"

"Gue nggak bisa," jawab Shopia.

"Kenapa?"

"Gue udah ada janji sama Raka." Bukan janji, tepatnya Raka akan mengantar Shopia pulang.

"Gue kerja kelompok berdua bareng Alice. Gue mau lo juga ikut agar tidak ada salah paham," jelas Adnan.

"Gue bukan Shopia yang dulu suka mengemis perhatian. Lagi pula gue bukan kayak lo yang selalu minta dinomor satukan. Terserah lo mau berbuat apa sama Alice!" Shopia berujar sinis, semua kalimat yang keluar dia bibir Shopia tidak sepenuhnya benar. Dia hanya ingin menyakiti Adnan.

Adnan kecewa. Benar-benar kecewa. Dia mendebat teman-temannya untuk Shopia. Dan lihat apa yang Adnan dapatkan dari Shopia. Sebuah penolakan.

"Gue berharap lo datang," ungkap Adnan.

"Gue nggak bisa!"

"Sebentar aja."

"Gue bilang nggak bisa!" tegas Shopia tidak terbantahkan.

"Gue udah bilang sama Alice kalau lo bakal datang." Adnan tidak tahu bagaimana cara mengurangi rasa kecewa dalam hatinya atas penolakan Shopia.

"Itu urasan lo!" Shopia menatap remeh.

Ekspresi kecewa Adnan remaja tidak dapat ia sembunyikan. Begitu juga Adnan dewasa yang melihat dari kejauhan, arwah itu kecewa luar biasa.

Adnan dewasa coba menyakinkan diri bahwa memperjuangkan Shopia bukan hal yang salah, dan melepaskan Alice adalah hal paling benar.

Tbc

Part ini aku coba menunjukkan kesalahan Shopia. Dia juga punya salah layaknya manusia biasa

Masih mau lanjut???

Spam next dulu 👉

Spam author cansssss 🤪

Vote dan komen yg banyaaaak

Spam horeee 👉

Spam ❤️

800 komen. 500 vote. Bisa gk ya? Bisa dongsss ✨️

Follow ig aku supaya kamu gk ketinggalan info seputar KSDHM

✨️ Ig : ami_rahmi98 ✨️

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top