Part 20 - Tempat Berlindung

Hai, hai aku balik lagi. Aku sengaja update krn di part sebelumnya target udah kecepai tapi aku gk up hehehe anggap aja ini bayarannya

Btw, mood nulis aku lagi baik. Doain terus2 ya lancar jaya 🤗

Vote dan komen yg banyaaak 🤪

Cerita ini jauh dari kata sempurna

Aku tak bisa melihat kau bersamanya.
_______

Hari kamis, itu artinya Shopia menggunakan seragam batik hari ini. Shopia mengeratkan gendongan tas ransel birunya di atas pundak sebelum keluar kamar. Dengan langkah terburu Shopia bergegas menuju ruang makan.

Langkah ringan Shopia berubah berat melihat siapa yang ada di ruang makan. Sorot matanya berubah tajam.

"Pagi, Shopia," sapa Ibu Shopia.

Shopia tidak menyahut. Ia fokus pada laki-laki yang dengan tenang sarapan di meja makan keluarganya.

"Kenalkan ini Om--"

Belum selesai ibunya menyelesaikan satu kalimat penuh Shopia beranjak pergi begitu saja. Tanpa salam. Tanpa sopan santun.

"Shopia!" panggil Ibunya.

Shopia hiraukan.

"Shopia!" Ibu Shopia memekik marah, ia ikuti langkah Shopia dengan tergesah.

Ibunya menarik tangan Shopia dengan keras. Keduanya saling bertatapan sengit di depan teras rumah.

"Mama, gak pernah ngajarin kamu tanpa sopan santun gini ya! Dia itu calon ayah kamu!" ujar Ibu Shopia dengan napas memburu, wanita itu coba menahan kekesalan.

"Aku gak peduli!" sahut Shopia.

"Shopia!"

"Aku muak sama semua drama Mama! Aku muak punya orangtua kayak kalian!"

Shopia merasakan pipinya sakit ketika tangan ibunya mendarat tepat di wajah bagian kiri. Terasa panas. Perih, terutama di hati Shopia.

"Bagaimana pun busuknya kelakuan saya! Saya ini ibu kamu!" amuk Ibu Shopia.

"AKU GAK MAU PUNYA IBU KAYAK KAMU!" jerit Shopia histeris. Dia berlari menelusuri pekarangan rumah.

Boleh Shopia minta Tuhan untuk mencabut nyawanya saat ini juga? Shopia benci hidupnya.

Air mata Shopia jatuh, tanpa isakan. Tangannya mengenggam keras udara. Kenapa Tuhan harus menitipkannya dalam keluarga ini? Shopia hanya memimpikan keluarga yang penuh canda, tak apa walau tidak kaya.

"Shopia." Panggilan Raka menghentikan Shopia.

Raka memarkirkan motornya di jalanan komplek perumahan Shopia. Dia memang berniat menjemput perempuan itu pagi ini.

"Kamu nangis?" selidik Raka. Mata Shopia yang berkaca-kaca sudah sangat cukup menjawab pertanyaan tidak penting dari Raka.

Shopia usap wajahnya dengan asal. "Mau apa lo ke sini?" Shopia balas bertanya dengan nada kasar.

"Pipi lo merah," kata Raka.

"Bukan urusan lo!"

Di mata Raka, Shopia itu menyimpan banyak luka. Shopia bisa saja menangis. Namun, ia tahan. Dia menahan tangisannya karena tidak punya tempat untuk mengadu.

"Kenapa sih lo sinis banget ke gue? Gue peduli sama lo, Shopia." Raka jengah dengan sikap Shopia.

"Gue bilang menjauh dari gue!" Shopia berbalik pergi.

Raka menarik pergelangan Shopia.

Shopia mendengkus marah. Ia putar kepalanya dan menatap Raka dengan mata memerah. "Harus dengan kata-kata apa gue ungkapin ke lo? Menjauh dari gue!"

Raka membalas dengan sorot mata kesal.

"Gue gak suka sama lo! Gak ada perasaan apa-apa sama lo! Sampai sini lo paham?!"

Perkataan Shopia melukai hati dan harga diri Raka. Perlahan Raka melepaskan genggamannya pada pergelangan Shopia, seolah mengartikan bahwa dia mempersilakan perempuan itu untuk pergi.

"Sorry, gue bukan tipe orang yang suka pura-pura. Ini lebih baik dari pada gue kasih harapan palsu ke lo." Shopia menambahi.

Kaki Shopia berputar dan mengambil langkah menjauhi Raka. Berjalan pergi di atas rasa patah hati Raka.

Sementara Adnan dewasa yang berdiri tidak jauh dari sana tersenyum penuh kemenangan. Shopia menolak Raka, hal bagus baginya.

******

"Shopia, ini copyan naskah buat lo. Tadi dititipin Bu Artha ke gue." Adnan menghadang langkah Shopia di koridor barisan kelas 12.

Shopia menerima tumpukan kertas itu. "Makasih."

Mata Adnan menelusuri wajah Shopia yang tampak kusut. Menyadari dirinya diperhatikan dengan intens, Shopia menundukkan kepala dan coba menutupi bekas merah di pipinya.

"Pipi lo kenapa?" Rekleks tangan Adnan bergerak menuju pipi Shopia.

Shopia mengelak dari jangkauan Adnan. Matanya kembali memanas.

"Ini nggak kenapa-kenapa." Suara Shopia serak.

"Kamu boleh menangis di depan saya, Shopia. Bagaimana pun jahatnya sikap saya, saya tidak bisa untuk tidak peduli pada kamu," kata Adnan dewasa. .

Hantu yang satu ini ada dimana-mana.

"Jadikan saya tempat bersandar kamu." Adnan dewasa menambahi.

Shopia mengangkat wajahnya. Ia labuhkan pandangannya tepat pada kedua bola mata Adnan. Berharap bahwa laki-laki itu akan menampung semua dukanya.

"Adnan," bisik Shopia parau. Air matanya jatuh. Mendadak perasaan melo dalam diri Shopia muncul lagi.

Walau ragu tangan Adnan terangkat untuk mengusap puncak kepala Shopia. Lalu dia rangkul perempuan itu untuk memberi kekuatan.

Shopia menangis di pundak Adnan. Jika selama ini hanya bayangan Adnan dewasa yang ada saat dia menangis, kini Adnan versi nyata benar-benar bersama dirinya.

"Apa pun yang buat lo nangis hari ini. Semua pasti akan baik-baik aja," ujar Adnan remaja. Dia usap punggung Shopia.

Mata Adnan dewasa menangkap sosok Alice yang muncul di ujung koridor. Berjalan mendekati Shopia dan dirinya.

"Shopia, menangis yang keras! Yang kuat! Alice datang jangan sampai dia mengacaukan semua," beritahu Adnan dewasa.

Shopia yang mendengar itu berhenti sejenak. Hah? Alice? Lalu kembali menangis senduh.

"Ayo yang kuat, nangisnya kurang sedih," instruksi Adnan dewasa.

Shopia terisak-isak.

"Menangis yang sedih. Sedih banget. Sedih kali." Adnan dewasa memberi semangat.

"Huhuhuhu." Shopia menangis samakin kuat. Hei, lagi pula dia benar-benar sedih hari ini karena ibunya. Ini bukan air mata buaya, ya.

"Kurang sedih."

"Huhuhu."

"Pasang wajah memelas."

Tangisan Shopia berubah lebay. "Huhuhu."

"Adnan," suara Alice terdengar mendayu dan penuh kelembutan. Bahkan perempuan itu memegang bahu Adnan.

Adnan menoleh dan melepaskan Shopia perlahan-lahan. Membuat Shopia merasa kehilangan.

"Shopia, lo kenapa nangis?" tanya Alice, nadanya terdengar peduli.

Janda yang satu ini merusak suasana aja! batin Shopia sebal.

"Jangan terpancing, Shopia! Kamu harus lembut menghadapi Alice," instruksi Adnan dewasa.

Shopia menarik sisa ingusnya. "Bukan urusan lo!" ujar Shopia ketus.

Sumpah, Shopia tidak bisa basa-basi kalau pada Alice.

Adnan dewasa menghela napas kasar. "Kan saya udah bilang, yang lembut."

"Kamu ada perlu apa, Alice?" Adnan menarik perhatian.

"Aku belum sarapan pagi ini. Kita ke kantin?" tawar Alice.

Shopia teringat dia juga belum sarapan.

Adnan mengangguk, pertanda iya. "Iya."

Alice melirik Shopia. Bukan lirikan sinis, tapi Shopia merasa perempuan itu meledeknya.

"Ayo." Alice menarik Adnan untuk segera pergi.

Adnan lagi-lagi mengangguk.

"Shopia, kami duluan," pamit Alice seadanya. Ia gandeng Adnan untuk mempertegas bahwa laki-laki ini miliknya.

"Boleh gue ikut?" tanya Shopia dalam satu tarikan napas.

Adnan dewasa tersenyum bangga. "Ini baru namanya Shopia. Mau berjuang."

"Jangan ikut!" tolak Adnan remaja mentah-mentah.

Wajah Shopia berubah kecewa.

"Saya menolak karena tidak ingin kamu kecewa melihat saya dan Alice. Itu yang ada dalam pikiran saya saat ini " Adnan dewasa menjelaskan.

"Lo gak boleh ikut karena itu bakal ganggu." Penjelasan Adnan remaja saat jauh berbeda dengan Adnan dewasa.

Jadi, yang mana harus Shopia percaya?

"Percaya sama hati kamu. Saya minta kamu untuk menjauh sementara karena tidak ingin kamu sakit hati," kata Adnan dewasa.

"Nanti sore, kita latihan drama. Lo jangan sampai telat," kata Shopia.

"Iya," sahut Adnan.

"Ayo, Adnan." Nada suara Alice terdengar tidak sabaran.

Mata Shopia tidak lepas dari punggung Adnan dan Alice yang semakin jauh dimakan jarak. Kalau di lihat-lihat Alice dan Adnan itu memang cocok.

*******

Hari pertama latihan drama. Latihan dimulai sepulang sekolah. Benang merah drama yang akan Shopia dan Adnan perankan adalah cinta beda kasta antara pelayan istana dan pangeran. Kisah kerajaan ala-ala.

Jo yang sudah siap dengan kostum pohonnya terlihat ogah-ogahan berdiri di sudut panggung.

"Maaf, Pangeran, kita beda kasta," ujar Shopia sedih. Ini adegan Shopia dan Adnan bicara berdua di taman kerajaan.

"Wuuuuush." Jo menirukan suara angin. Karena dia pohon jadi Jo hanya kebagian dialog wuuuuush.

"Saya tidak masalah dengan itu." Adnan menatap Shopia dengan dalam.

"Wuuuuush." Jo memerankan perannya dengan baik.

"Tapi saya yang merasa masalah dengan perbedaan status kita," debat Shopia.

"Wuuuuush."

"Adnan, jangan tatap Shopia dengan tajam. Harus lebih lembut. Kamu itu sedang jatuh cinta, bukan mau ngajak berantem," beritahu Bu Artha.

Adnan coba melembutkan tatapannya.

"Bukan melotot, Adnan!" tegur Bu Artha.

Adnan melebarkan matanya.

"Adnan, kamu pernah jatuh cinta nggak sih? Katanya pernah pacaran sama Shopia. Tatap dia kayak kalian dulu masih pacaran dan lagi bucin-bucinnya," jelas Bu Artha tidak sabaran.

Tatapan Adnan justru berubah datar ketika disinggung ia pernah bucin pada Shopia atau tidak.

Shopia yang melihat perubahan mata Adnan hanya tersenyum miris.

"Dia nggak pernah bucin ke saya, Bu," beritahu Shopia.

"Udah saya bilang harusnya yang jadi lead female itu Alice karena Adnan bucin-nya sama Alice. Ibu sih gak percaya," sela Jo. Pohon yang satu ini berisik sekali.

Gue tebang juga lu, batin Shopia sebal.

"Ya sudah untuk hari ini segini saja. Kita lanjutkan besok." Bu Artha terlihat lelah membimbing tim drama di hari pertama latihan.

Bu Artha dan pemain lain meninggalkan area latihan. Termasuk Jo yang kelihatan susah berjalan dengan kostum pohonnya. Jo ingin segera melepas baju bodoh itu.

Kini hanya tersisa Shopia dan Adnan.

"Kenapa tadi pagi pipi lo merah?" ternyata Adnan masih penasaran dengan bekas tamparan di pipi Shopia.

"Digebukin," sahut Shopia asal.

"Gue serius!"

"Kalau lo serius nggak mungkin lo mutusin gue." Balasan Shopia tepat sasaran.

"Gue udah jelasin kenapa kita harus putus."

"Kalau gue mau memperbaiki diri. Lo mau balikan sama gue?" Pertanya yang sangat bodoh. Sangat-sangat bodoh.

"Apa yang mau lo perbaiki?" Adnan balas bertanya.

"Gue akan berusaha untuk lebih mengutakan lo. Itu kan yang lo mau?" Shopia menggit bibir bawah bagian dalamnya. Dia gugup.

"Terus?"

"Terus lo harus mau jadi tempat bersandar gue." Nada suara Shopia terdengar bergetar.

Adnan menatap Shopia semakin dalam. Sebenarnya seberapa berat beban perempuan ini sampai mau mengemis di depannya?

"Hidup gue jauh lebih menyedihkan dari pada Alice," bisik Shopia serak.

Tbc

Satu kata untuk part ini

Beberapa part kedepan bakal banyak momen antara Shopia dan Adnan. Jadi vote dan komen yg banyaaak

Spam next 👉

300 komen+250 vote yok bisa yok 🥰

Siapa yang paling nyebelin di part ini? Jangan bilang author ya


Spam horeee 👉

Spam ❤️

Part berikutnya mau di up kapan?

bosen2 ngejelasin tentang cerita ini. KISAH SEDIH DI HARI MINGGU bertemakan mantan. Gk tau kenapa suka aja angkat tema. Ini cerita ketiga aku tentang mantan hehehe.

Tapi cerita kali ini sedikit berbeda, teenfict yang aku mix dengan fantasy. Ikutin terus yaaa. Adnan muda emang nyebelin karakternya biar kalian makin cinta sama cerita ini 🤗

Ig : ami_rahmi98

❌️ Awas ada typo ❌️

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top