Part 2 - Kenapa aku menangis?

Bilang lalala yeyeye yang mampir di lapak ini 👉

Spam nama kamu 👉

Happy reading ♥️

Tidak apa-apa untuk tidak baik-baik saja.
______

"Suami-suami. Suami pala lo peyang!" dumel Shopia dengan nada tidak bersahabat. Kepalanya semakin berdenyut melihat tingkah pria dewasa ini.

Laki-laki itu diam dengan tatapan dalam. Membuat Shopia jadi salah tingkah dan serba salah.

"Apa liat-liat?! Kenapa masih di sini? Udah sana pergi!" usir Shopia.

"Saya ingin menjaga istri saya di sini."

Shopia geli sendiri. Amit-amit. Dia baru kelas tiga SMA. Masih imut-imut. Berdarah muda, darahnya para remaja.

Mana mungkin punya suami?

"Dasar sinting! Sana pergi!"

"Tidak mau!"

"Pergi! Atau gue teriak?"

"Terserah. Lagi pula tidak ada yang bisa melihat saya selain kamu."

Mata Shopia menyipit.

"Saya ini dari masa depan," lanjut laki-laki itu.

"Lo sinting. Gue sinting. Hore... kita sinting."

"Saya Adnan berusia 30 tahun. Saya serius!"

"Lo Adnan si cowok brengsek yang baru mutusin gue?"

"Iya! Tapi di masa depan kita nikah. Kita menikah saat berusia 25 tahun. Walau kita memang belum punya anak, tapi kita hidup bahagia."

"Lo kira ini sinetron ikan terbang?!" balas Shopia sinis.

"Saya mengalami kecelakaan di masa depan. Sebelum kecelakaan saya akui melakukan kesalahan pada kamu. Lalu entah bagaimana ceritanya saya bisa terlempar kembali ke masa lalu. Awalnya saya bingung ketika bangun di dalam kamar saya ketika masih muda. Tiga hari saya kebingungan hingga akhirnya sadar bahwa saya kembali ke masa remaja. Saya ini hanya arwah yang tak bertubuh."

"Suster! Ada orang gila di sini!" teriak Shopia.

"Bantu saya menebus semua kesalahan saya. Bantu saya kembali ke tubuh yang seharusnya dan kita bisa kembali bersama. Bantu saya untuk tidak terpedaya pada Alice. Dia tidak sebaik yang Adnan muda kira." Adnan yang mengaku dari masa depan berusaha menjelaskan.

"Suster, ada orang gila dari masa depan!" teriak Shopia histeris. "Tolooong, atuuuut."

"Sayang," panggil laki-laki itu memelas.

"Gue bukan sayang lo," isak Shopia lebay.

Si laki-laki menghela napas. "Shopia," ujarnya lembut.

"Aduh, kenapa bisa benaran kayak Adnan suaranya?" Shopia terisak dengan nada heran.

"Saya memang Adnan! Adnan berusia 30 tahun!" tegasnya.

"Gue bisa ikutan gila!"

"Jangan gila," sanggah laki-laki itu.

"Gimana bisa nggak gila?!"

"Shopia!" Pintu ruang rawat Shopia terbuka lebar. Beberapa murid berpakaian khas siswa SMA memasuki ruangan. Ada tiga teman satu kelas Shopia, dua anak OSIS, dan sialnya ada Adnan dan Alice.

"Shopiaaa." Iren berteriak heboh sembari mendekati ranjang Shopia. Memeluk Shopia dengan kuat. Iren ini teman satu meja Shopia.

Herannya Iren melewati lelaki dewasa yang mengaku sebagai Adnan itu begitu saja. Bahkan bahu Iren dan laki-laki itu yang harusnya bersentuhan lewat tanpa bertabrakan.

Dia benar arwah? batin Shopia tak yakin.

Dalam dekapan Iren mata Shopia mengawasi Adnan muda yang berdiri berdampingan dengan Alice. Sementara Adnan tua kini berada di dekat jendela.

"Lo masih hidup, Sobat?" Iren mengurai dekapannya. Kedua tangannya kini berada di pipi Shopia. "Sahabatku yang malang."

"Iren, lo ada lihat cowok dewasa di ruangan ini?" tanya Shopia pelan.

Ekspresi sedih Iren yang belebihan berubah bingung. "Huh?"

"Cowok. Ganteng. Dewasa. Pakai jas rapi. Kemeja putih. Lo... lihat dia?" tanya Shopia hati-hati.

"Hah?" Iren semakin tak paham. "Lo lagi ngehalu?"

"Itu lho, cowok." Shopia melirik ke arah jendela dimana Adnan versi dewasa berdiri.

Iren mengikuti arah lirikan Shopia. Hanya ada tirai rumah sakit berwarna putih di sana, melambai-lambai karena tertiup angin.

Mendadak Iren sedih, ia kembali terisak dengan lebay. "Lo... amnesia? Ya Tuhan, bestie ku yang malang. Berat sekali bebanmu, Sobat."

"Lain kali hati-hati." Adnan muda mendekati Shopia. Menatap dengan sorot mata yang tidak dapat Shopia baca.

Shopia balas menatap dengan rasa marah dan sedih. Marah karena Adnan memilih putus darinya, sedih karena Adnan bukan miliknya lagi.

"Cepat sembuh, Shopia." Alice ikut mendekat. Meletakkan buah pir di atas nakas.

Shopia kehilangan kata-kata. Kalau memang benar Adnan dan dia menikah di masa depan, bukankah sikap Adnan saat ini sangat jahat mencampakkannya demi Alice? Mencampakkan Shopia saat dia sedang hancur-hancurnya karena perpisahan kedua orangtuanya.

"Adnan," panggil Shopia. Adnan balas menatap. "Gue benci sama lo!"

Semua yang ada di ruangan itu terdiam. Merasa canggung karena kalimat Shopia yang frontal.

"Sepertinya gue nggak diharapkan ada di sini." Adnan tersenyum sedih, seolah dia yang paling menderita.

"Lebih baik lo pergi dari sini!" usir Shopia.

"Alice, bukannya tadi lo mau ke toko buku? Kita pergi sekarang?" Adnan mengalihkan fokusnya.

Alice mengangguk saja.

"Ayo!" ajak Adnan. "Kami pergi dulu kalau begitu."

Kaki Adnan bergerak meninggalkan ruangan rawat Shopia, diikuti Alice yang pamit buru-buru pada semua orang. Mata Shopia tidak lepas dari kaki Adnan yang pergi menjauh. Dari hati yang paling dalam Shopia mengharapkan laki-laki itu tetap tinggal.

Tidak bisakah Adnan mengerti dirinya? Tidak bisakah Adnan melihat bahwa dia tidak baik-baik saja sekarang?

"Udah jangan dipikirin. Adnan memang gitu orangnya. Sikap Adnan jangan dimasukkan hati," hibur Iren.

"Gue mau sendiri, Ren," lirih Shopia pelan.

Iren mengangguk. Dengan gerakan mata Iren meminta semua keluar dari ruang rawat Shopia, termasuk dirinya. Kini hanya ada Shopia dan kesedihan dalam hatinya. Dalam keadaan berbaring Shopia menatap langit-langit ruang rawatnya dengan tatapan kosong.

"Maaf." Wajah Adnan menghalangi pandangan Shopia. "Saya di masa sekarang memang meninggalkan kamu, tapi setidaknya sisa diri saya masih ada di sini."

"Lo benar, Adnan?" tanya Shopia sedih.

"I'm your husband."

"Boleh gue anggap lo, Adnan?" Shopia butuh teman. Shopia rasa sebentar lagi dia akan gila karena menganggap Adnan memang Adnan. Huh, ambigu sekali.

Laki-laki itu mengangguk. "Saya memang Adnan. Adnan kamu."

"Sakit sekali. Gue kesepian. Ada banyak hal yang mau gue bagi sama lo. Gue mau nangis di pundak lo. Tapi lo lebih memilih pergi." Air mata Shopia jatuh.

Adnan versi dewasa menatap sendu pada Shopia. Ingin menghapus jejak air mata yang ada di pipi Shopia, tapi ia tidak bisa melakukannya. Dia tidak bisa menyentuh Shopia. Dia hanya arwah.

Adnan menyesali sikap bodohnya saat masih muda. Benar-benar bodoh. Kekanakan. Tidak tahu diri.

Tbc

Gk bosen2 ngejelasin tentang cerita ini.  KISAH SEDIH DI HARI MINGGU bertemakan mantan. Gk tau kenapa suka aja angkat tema. Ini cerita ketiga aku tentang mantan hehehe.

Tapi cerita kali ini sedikit berbeda, teenfict yang aku mix dengan fantasy.  Ikutin terus yaaa. Adnan muda emang nyebelin karakternya biar kalian makin cinta sama cerita ini 🤗

Spam next 👉

Say hi untuk suami masa depan Shopia 👉

Yang suka Adnan masa sekarang mana suaranya? 👉

Adnan masa depan 👉

Spam ❤

Spam 👹

Ig : ami_rahmi98

☠ Awas ada typo ☠

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top