7.

Shanti memiliki hobi baru. Membuka instagram dan aplikasi jual beli yang menawarkan banyak promo dan potongan harga. Bukan hanya itu, Ika juga jadi sering mengirimi promo khusus member untuk produk-produk tertentu.

Meski Shanti bukan member MLM kosmetik itu, ia tetap bisa menikmati kemudahan membeli produk dengan nomor member Ika atau downline sang sahabat. Meski harus meringis setiap melihat berapa jumlah yang ia keluarkan untuk terlihat cantik, Shanti tetap percaya bahwa semua ini akan memengaruhi hubungannya dengan Wisnu dan sikap pria itu.

Memangnya, apa yang salah dengan sikap Wisnu? Tidak ada. Hanya saja, tampil cantik dan lebih rapi di depan suami, membuat Shanti sedikit lebih percaya diri bahwa Wisnu tak akan perpindah ke wajah lain selain kecantikannya. Kebiasaan baru Shanti ini sudah berjalan satu bulan, dan Wisnu juga belum terlihat perubahan yang signifikan. Pria itu masih sama. Tak banyak bicara, dan tak pernah marah jika rumah berantakan atau anak mereka bertengkar.

Seperti saat ini contohnya. Ryan dan Bayu tengah ribut berebut remote televisi hingga si bungsu teriak kesal lalu menangis kencang. Deru mobil Wisnu sudah terdengar di jam tujuh petang ini. Shanti masih duduk tenang di meja komputernya, membuka laman jual beli dan melihat-lihat alas kaki model terbaru dengan harga terjangkau.

"Anak-anak ribut, Mi?" Suara Wisnu langsung terdengar tegas dengan nada kuatir yang dapat Shanti tangkap. Pria itu baru saja masuk rumah setelah melepas alas kakinya terburu-buru.

"Biasa. Rebutan apa aja yang bisa direbut," jawab Shanti santai tanpa menoleh sedikitpun kepada suaminya, apalagi anak-anak. Ia sedang antusias sekali mempercantik diri dan membuat konsep tampilan nyonya yang sesuai dengan kriterianya.

Wisnu terdengar melerai Ryan yang kedapatan memukul kepala bayu dengan remote tv. Tangis Bayu kencang dengan teriakan Histeris. Wisnu yang belum sempat cuci tangan dan kaki, menggendong Bayu dan menenangkan balita itu di depan teras.

Shanti hanya menoleh sesaat ketika suaminya menenangkan si bungsu. Menggendong bocah itu sambil bicara pelan-pelan agar Bayu tenang. Shanti berpikir, haruskah ia mengambil alih Bayu? Atau biarkan saja agar Wisnu tahu jika memang begitu kelakuan kedua putra mereka. Ah, biarlah. Toh, Wisnu tak bicara apapun. Ryan juga sudah kembali tenang karena memenangkan remote tivi dan menguasai benda itu.

Memusatkan kembali fokusnya pada laman belanja, Shanti mantap memilih alas kaki barunya yakni sepasang sepatu hak tinggi dengan aksen blink-blink. Sepatu ini tidak formal, tetapi akan sangat cantik dikenakan saat kondangan. Ia juga baru ingat, jika salah satu teman mereka akan menikah dua minggu lagi. Alas kaki ini akan Shanti kenakan saat acara tersebut, bersama satu gaun yang akan ia cari setelah ini.

Entah berapa lama Shanti berselancar di laman jual beli daring itu, hingga tak sadar jika rumahnya sudah senyap. Shanti meliarkan pandangan dan mendapati anak-anaknya sudah tidak berisik lagi. Ruang tivi kosong dan Wisnu tak tampak di mana pun.

Ia beranjak dari meja komputer untuk mencari ketiga lelakinya. Wisnu meninggalkan piring kotor di atas meja makan. Kapna pria itu menyantap makan malamnya? Shanti bahkan tak sadar. Ia membuka pintu kamar anak-anak dan mendapati Ryan tertidur pulas di springbed atas sendiri, sedang Bayu berpelukan bersama Wisnu di springbed bawah. Ah, ternyata mereka semua sudah pulas. Mengapa Wisnu tak memanggilnya untuk tidur bersama?

Shanti melirik jam dinding dan mulai maklum meski kaget karena jam sudha menunjukkan pukul sepuluh malam. Pantas saja mereka semua sudah lelap. Ia ingin membangunkan Wisnu dan mengajak pria itu untuk pindah ke kamar mereka, tetapi urung saat melihat bagaimana Wisnu memeluk erat Bayu dalam tidur mereka. Sebegitu perhatian dan protektifnya Wisnu pada anak mereka, sih.

********

Rasanya aneh. Empat hari belakangan ini Wisnu pulang tepat jam lima sore terus. Padahal, biasanya pria itu baru keluar kantor setelah maghrib dan sampai rumah sekitar pukul tujuh. Shanti sempat bertanya, apa yang membuat Wisnu jadi rajin pulang cepat begini? Apa ... pria itu merindukan istrinya yang sekarang tak memakai daster lagi? Namun, tak ada penjelasan apapun yang Wisnu suarakan. Pria itu tetap diam, cuek, dan fokus pada anak-anak saat sudah di rumah.

"Mami beli sop kambing, Pi. Makan ya." Shanti menghampiri Wisnu yang tengah berada di kamar anak-anak dengan buku dongeng tentang pahlawan entah apa. Ia berdiri di ambang pintu seraya mengibas rambutnya yang beraroma mawar. Sejak Wisnu pulang cepat, ia bisa lebih lama di kamar mandi dan melakukan hair spa sendiri.

Wisnu hanya melirik Shanti sesaat, lalu kembali melanjutkan bacaannya. Anak-anak tampak tenang dan menurut duduk di samping kanan dan kiri Wisnu.

Shanti hanya menghela napas panjang melihat sikap suaminya yang jadi lebih dingin begini. Sebenarnya hatinya kesal, tetapi tak berani memarahi Wisnu yang pasti sudah lelah sepulang kerja.

"Jangan lama-lama nunda makannya. Supnya keburu dingin." Shanti hanya berteriak dari meja komputernya, lalu melanjutkan pekerjaannya me-layout naskah yang sudah masuk sejak dua hari lalu.

Mata Shanti menangkap angka delapan lewat lima puluh saat Wisnu akhirnya keluar kamar dan duduk di meja makan. Sup kambing yang ia siapkan sudha dingin entah sejak kapan. Wisnu tampak tak peduli dan tetap mengambil piring, menyendok nasi dari magic com, lalu menuang sop tersebut. Pria itu makan dalam diam dengan tenang. Tak meminta Shanti menemaninya atau melayaninya bahkan sekadar air putih di gelas.

Shanti yang gerah sendiri, akhirnya beranjak dari meja kerja, lalu menghampiri suami tercintanya.

"Papi mau teh hangat?"

Wisnu menggeleng santai seraya tetap menikmati suapan demi suapan nasi sup kambing.

"Mami ambilin air putih sebentar ya."

Wisnu tak bersuara, tetapi tak menggeleng.

Shanti bergerak menuju rak gelas yang ada di samping dispenser dna menuang air putih ke dalamnya. Wanita itu menghampiri Wisnu ke meja makan dan meletakkan gelas di sisi piring suaminya.

"Harusnya Papi makan dari tadi. Supnya kalau dingin, kan, gak enak."

"Lebih gak enak mana. Makan sup dingin atau lihat anak bertengkar?"

Kening Shanti mengernyit. "Ryan berantem lagi sama adeknya? Kayaknya mereka akur aja tadi."

Wisnu hanya mengangguk santai tanpa menatap istrinya. "Tadi memang akur, karena ada yang temani mereka hingga tidur."

"Terus?"

"Beda sama waktu kamu sibuk buka Shopee tapi jidat Bayu benjol gara-gara dipukul Ryan pake remote."

"Maksudnya gimana, ya?" Shanti mulai merasa tak nyaman. Dress warna abu muda yang ia kenakan, harusnya membuat gerak wanita itu nyaman dan tenang. Ia sengaja memakai dress sepaha tanpa lengan demi menarik perhatian suaminya. Sayang, justru saat ini Wisnu lebih tertarik berdebat dengannya.

Wisnu tak menjawab pertanyaan Shanti. Pria itu fokus menandaskan makan malamnya hingga habis, lalu membawa piring kotor ke bak cuci. "Kamu tahu, gak, Mi? Sebagai penanggung jawab dalam apapun itu. Hal paling krusial yang harus kamu pegang adalah tugasmu. Sebagai Ibu, tugas utamamu itu anak." Pandangan Wisnu tajam menghunus tatapan Shanti.

"Pi, waktu itu Mami lagi sibuk pilih gaun buat kondangan Herman yang mau nikah minggu depan. Belanja daring itu harus jauh-jauh hari. Apa lagi kalau barangnya dari luar negeri."

"Susah, rehat sebentar untuk lerai mereka?"

"Mau jeda lama atau sebentar, mereka sudah dilerai, Papi! Anak kamu itu kelakuannya emang gitu terus. Gak pagi siang sore." Shanti beranjak dari duduknya secara kasar. "Apa itu yang bikin Papi empat hari ini gak tidur di kamar kita?"

Wisnu tak menjawab. Pria itu diam sesaat sebelum menatap istrinya dengan satu alis terangkat. "Kan Mami bilang mereka selalu ribut pagi siang sore. Mana tau mereka ribut juga dalam tidur. Jadi, Papi tidur di sana sekalian jagain mereka." Lalu Wisnu beranjak santai dari duduknya dan meninggalkan Shanti yang telinganya terasa berasap.

Pria itu memasuki kamar anak mereka. Kamar dengan dua pringbed kecil yang sebenarnya terasa sempit bagi Wisnu.

********

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top