Waktu Bertemu Jodoh | 2019

Calista memandangi pergelangan tangannya. Sebuah hologram jam digital muncul di sana. Bentuknya manis, berwarna merah muda dan sudah ada sejak dia lahir. Dari waktu ke waktu gadis berusia awal dua puluh tahun itu melihat angka di sana karena alih-alih berjalan maju menunjukkan waktu, jam itu justru menghitung mundur, menunjukkan kapan dia akan menemukan pasangannya.

Sejak kecil, gadis itu sudah menduga-duga seperti apa pria yang akan menjadi pasangannya, apakah kekar atau malah langsing. Selama dia melewati masa sekolah, Calista sudah tahu seperti apa tipenya dan walau beberapa kali tertarik pada pemuda di sekolahnya, Calista tidak membuang waktu untuk mencoba pacaran. Untuk apa melakukan sesuatu yang tidak berguna.

Gadis itu menunggu dengan sabar hingga saatnya tiba dan hari ini adalah hari spesial. Ketika dia bangun tadi pagi, jam di tangannya menunjukkan hitung mundur dari tujuh jam. Gadis itu langsung melompat dari tempat tidur dan menatap kaca baik-baik. Dia memutuskan untuk bolos jam pertama kuliahnya dan menggunakannya untuk memilih baju dan make up terbaik. Dia harus tampil sempurna jika dia mau bertemu dengan jodohnya.

Calista berjalan menuju kampus dan berusaha untuk mengikuti jadwalnya seperti biasa, karena menurut beberapa orang, bila kita melakukan hal-hal di luar kebiasaan, bukan tidak mungkin jam di tangan kita akan berhenti, menunjukkan bahwa pertemuan dengan sang pasangan tertunda.

Dua jam menuju pertemuan, Calista berusaha untuk fokus pada penjelasan dosen di depan. Papan holografik yang menampilkan bagan tentang krisis pangan di dunia hanya numpang lewat di pandangan Calista. Gadis itu memandang sekeliling, menduga-duga siapa yang akan menjadi pasangannya.

Dia berharap itu Andrew, yang tinggi dan berkacamata. Bintang kampus yang pendiam atau bisa juga Gilbert yang duduk tak jauh darinya. Seorang pemuda keturunan Asia yang manis.

Satu jam.

Calista segera membereskan perlengkapan belajarnya ketika kelas selesai. Seperti biasa dia bergerak menuju kantin untuk makan siang. Mungkinkah dia akan bertemu kekasihnya di sana?

Lima belas menit.

Kantin mulai kosong karena jam makan siang sudah lama berlalu. Calista berdiri dari tempat duduknya dan membiarkan robot pembersih membereskan sisa makanannya. Tidak ada seorang pemuda pun di sekitarnya. Hanya ada sekelompok mahasiswi yang bekerja kelompok di sudut kantin. Hati Calista mencelus. Memang ada yang memiliki kecenderungan yang berbeda, tapi Calista bukan salah satunya.

Lima menit.

Gadis itu mulai gelisah. Dia bingung apa yang harus dia lakukan. Kelas masih lama dan di kantin tidak ada seorang pemuda. Ke taman? Mungkin saja. Di sana lebih banyak orang daripada di sini. Kesempatannya bertemu sang kekasih lebih besar.

Dua menit.

Calista berlari kecil menuju taman di tengah kampus.

Satu menit.

Kaki mungilnya menapak di antara pepohonan yang mengapit jalan setapak menuju taman.

Tiga puluh detik.

Sepuluh detik.

Tidak ada siapa pun yang Calista temui. Namun dia melihat beberapa temannya sedang bercengkrama. Mungkin salah satu di antara mereka.

Seorang pemuda mengangkat kepala, membuat harapan Calista melambung. Asal bertatapan di saat jam mereka habis, berarti Calista sudah menemukan yang dia cari

Lima detik.

Calista ditabrak oleh seseorang. Pandangannya terhadap pemuda yang dia kira pasangannya terputus. Gantinya dia menatap orang yang menabraknya.

Nol.

Calista ternganga. Pasangannya adalah seseorang yang sama sekali tidak dia duga.

==================

Silakan rajam saya.

Aku memang ga berminat memberi tahu siapa ahahahahahah!

Cuma lempar ide yang selama ini di kepala. Kayanya seru ya kalo bikin slice of life plus scifi seperti ini :3

Ringan2 gitu lah. Nanti kalau memang Takdir mengizinkan hahahaha

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top