Mimpi Demam | 2024
Aku mengerjapkan mata. Suara itu terdengar ramah tapi sesuatu yang dingin mengaliri tulang punggungku, memberi firasat. Sambil mengambil napas aku menoleh ke arah sumber suara.
Sebuah senyum menyapaku, masalahnya, hanya ada senyum, tanpa mata, tanpa hidung. Seluruh wajahnya hanya berupa mulut.
Aku tersentak dan langsung berdiri.
"Kau tidak apa-apa?" tanyanya mengulurkan sesuatu menyerupai tangan, hanya saja tidak berjari. Aku segera mengelak dan menjauh dari jangkauannya.
Dengan cepat mataku memandang sekeliling, mencari pintu keluar. Tempat itu tak lebih dari sebuah kemah kumuh dengan beberapa rongsokan di beberapa sisi. Lemari kayu dengan pintu yang patah, tempat tidur reot yang tadi kutiduri, dan beberapa benda lain yang tidak kulihat jelas.
Mulut di depanku membentuk lekuk bingung, memintaku kembali istirahat tapi aku segera melesat keluar.
Harapanku untuk melihat sesuatu yang lebih normal sia-sia. Begitu aku membuka pintu kemah, pemandangan ajaib lain menyambutku. Bangunan-bangunan tinggi berwarna putih mencakar langit kelabu, sulur tanaman merambati gedung-gedung itu. Ketika aku menurunkan pandanganku aku melihat hal yang tak kalah mengerikan. Makhluk-makhluk dengan satu panca indera menoleh ke arahku secara bersamaan.
Bulu kudukku merinding, melihat lidah raksasa menjulur, telinga meneleng, dan jempol mengarah ke arahku.
Di mana aku?
Kesadaran siapa lagi yang aku diami?
Sebelum mereka bertindak, aku langsung berlari ke arah di mana tidak ada apa pun menghalangiku. Ke arah hutan rimbun yang mengakar dan menguasai alam. Pepohonan mengikat erat di beton-beton yang membantuk gedung, alih-alih batang kayu. Hutan yang tak sepenuhnya terbuat dari kayu.
Aku merasakan tanah becek di kakiku sementara aku berlari, membuatku sadar aku tidak bersepatu. Sambil terus berusaha mencerna apa yang terjadi, aku melihat tubuhku.
Berbentuk manusia.
Syukurlah.
Namun rasa lega itu tak berlangsung lama. Sesuatu bergerak menembusku, membuat rasa dingin membekukan menyebar dari dada hingga ke ujung kaki. Diriku kehilangan tenaga seketika dan jatuh berlutut.
Sambil memegangi dada yang terasa beku, aku menoleh ke arah makhluk yang menembusku. Sesosok transparan berpendar emas berbentuk manusia mengulurkan tangan, berusaha menyentuhku.
Tidak.
Cukup sekali aku merasakan rasa dingin yang seakan menarik semua kehidupan keluar dari tubuhku. Merangkak mundur, aku berusaha menghindar. Makhluk itu terlihat makin agresif untuk menyentuhku, robekan berbentuk mulut terbentuk di tempat di mana wajah seharusnya berada dan suara melolong terdengar membuat merinding.
Bahaya.
Aku berusaha bangkit berdiri dan berlari. Makhluk itu mengejarku membuatku memaksakan tubuhku bergerak walau sisa-sisa kaku masih terasa.
Mimpi buruk apa ini?
Aku merasakan lengannya nyaris menyentuh pundakku, hawa dingin menusuk di tempat di mana kami nyaris bersentuhan. Menaikkan kecepatan, aku melihat sebuah lobang di dalam akar pohon. Segera aku menjatuhkan tubuhku untuk melewati tempat itu. Berharap benda itu menyerah.
Tubuhku bergesek dengan tanah, sebelum meloloskan aku melewati pohon. Napasku terengah, aku menoleh ke belakang hanya untuk mendapati sosok itu dengan mudah menembus beton berlilit tanaman.
Dia mengulurkan tangan dan menyentuh wajahku.
Hal terakhir yang aku rasakan adalah rasa dingin yang menyengat.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top