Kisah Kesebelas - Jembatan Merah | 2018
"Apa kamu yakin buat ngelakuinnya?" tanya Iria pada seorang gadis yang berpakaian serba tertutup di sampingnya. "Kalau kamu ga mau, aku ngerti kok. Aku bisa cari cara lain buat tahu masa lalu kakekku." Wanita itu mendesah tajam. "Jadinya aku nyesel minta tolong kamu."
"Tidak apa-apa." Lawan bicaranya tersenyum, ada lesung pipi yang muncul di kedua pipinya. "Aku yang ingin melakukannya."
Gadis yang memakai coat panjang itu membuka sarung tangan putihnya. Iria mengamati gerak gerik Sarah yang memandang sekeliling. Saat itu mereka berada di Jembatan Merah. Tak jauh dari mereka berdiri sebuah mall grosir, Iria mengenalnya sebagai Jembayan Merah Plaza. Tempat itu tampak ramai dengan kendaraan dan orang walau waktu beranjak sore. Di salah satu pusat kegiatan Surabaya Utara, tempat itu tidak pernah sepi. Hanya seusai jam kantor kegiatan di sana berangsur kurang tapi kuliner yang buka di malam hari membuat keramaian kembali menggeliat.
Iria sudah tahu sejarah tempat itu dan dia tidak ingin Sarah mengintip ke masa lalu mengerikan yang terjadi di sana. Sarah mengambil napas sekali lagi sebelum tangannya bergerak ke arah besi jembatan.
"Sarah, kamu ga harus melakukannya." Iria sekali lagi memperingatkan.
Sarah kembali tersenyum. "Nenekmu sudah sangat baik kepadaku. Ini hanya hal kecil yang bisa kulakukan untuk membalas kebaikannya. Jika aku bisa mencari tahu bagaimana nasib suaminya ...."
Iria menggigit bibir bawah, menahan diri untuk berkata-kata, tahu bahwa Sarah sudah mengambil keputusan. "Baiklah. Hati-hati," ucap wanita berusia tiga puluh tahun itu pasrah.
Sarah tersenyum sebelum menyentuh gagang besi bercat merah dan merasakan kilasan ingatan merangsek masuk ke dalam kepalanya. Perutnya serasa diaduk dan pikirannya penuh. Rasa mual naik hingga ke ulu hati, untung saja dia sudah terbiasa dengan sensasi psikometri yang dialami sehingga bisa mengendalikan efek sampingnya.
Perlahan inderanya kembali aktif. Hal pertama yang dia dengar adalah rentetan peluru dan teriakan komando. Sarah membiasakan penglihatannya dan keadaan yang dia lihat membuat rasa mualnya menghebat. Mayat berhamburan di jalan, darah mengalir hingga jalan berwarna kelam. Ada yang terkena luka tembak, ada yang kehilangan anggota tubuhnya. Ledakan demi ledakan terdengar dan bau amis memenuhi udara bercampur dengan bau mesiu. Sarah mati-matian menguatkan mentalnya dan fokus mencari sesosok orang yang dia kenal baik dari sebuah foto yang dipegang oleh nenek Iria.
Gadis itu melihatnya, seorang pemuda sedang bersembunyi di balik tiang penyangga gedung, melindungi diri dari serangan peluru. Dari bajunya dia hanya rakyat sipil. Sarah segera menghampirinya dan napasnya tercekat, pemuda itu sedang melindungi seorang gadis lain.
"Jangan khawatir, Lau Fang. Kita aman di sini." Pemuda itu mengamati keadaan sekitar sebelum berlari masuk ke dalam gedung menggandeng gadis itu. "Perang akan berakhir dan kita bisa memulai hidup baru. Tidak ada lagi yang menentang hubungan kita."
Gadis keturunan cina itu mengangguk dan mengikuti sang pemuda ke balik pintu. Sarah tertegun, tidak menyangka inilah kebenarannya. Terdengar gemuruh meriam dan sebuah bola besi meluncur menghantam gedung itu beberapa kali. Selagi Sarah melihat, bangunan itu terguncang hebat sebelum runtuh.
Tiba-tiba sebuah sentakan membuat Sarah tercerabut dari masa lalu. Satu helaan napas dan dia membuka mata, sudah berada di keramaian kendaraan bermotor. Iria berdiri di sampingnya sambil memegang bahu Sarah. Raut wajahnya menampilkan rasa khawatir.
"Kamu gak apa-apa?"
Sarah menggeleng sambil menyeka keringat di dahi. Kakinya terasa lemas tapi dia segera mengambil sarung tangan dan memakainya sebelum memegang besi bercat merah itu. Sarah menenangkan diri selama beberapa saat sebelum dia memandang Iria.
"Bagaimana?" tanya Iria khawatir. "Apakah kamu melihat kakek?"
Sarah mengangguk. "Ya, dia meninggal dalam perang. Hal terakhir yang dia ucapkan adalah dia mencintai nenekmu."
Iria menghela napas lega. "Untunglah, nenek selalu merasa bahwa kakek tidak benar-benar mencintainya karena pernikahan mereka yang dipaksa. Sekarang nenek bisa meninggal dengan tenang."
Sarah tersenyum. Dalam diam dia menyimpan kejadian yang sebenarnya.
=============================
Jembatan merah adalah salah satu ikon di kota Surabaya. Di zaman kemerdekaan terjadi peperangan dahsyat antara pasukan sekutu dan Indonesia hingga konon sungai berwarna merah karena korban berjatuhan di kedua belah pihak.
Sejarah yang menarik, sayang aku tidak sempat mempelajari lebih lanjut untuk cerita ini.
Btw ini pertama kalinya aku menulis lebih dari 500 kata untuk challenge. Hahahah. Berikan tepuk tangan! //Dikeplak
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top