Kisah Kelimabelas - We Need to Talk | 2018
"Kita perlu berbicara."
Aku tertegun ketika dia mengucapkan kata-kata keramat itu. Biasanya selalu ada hal serius yang mengikutinya. Pikiran buruk mulai merongrong. Apakah dia minta cerai? Apakah dia punya simpanan?
"Ya?" balasku berusaha tetap tenang. "Ada apa?"
Dia mengangkat bahu. "Kapan kau bisa?"
"Sekarang?"
Dia menggeleng. "Jangan, kau sedang sibuk." Tatapannya mengarah pada tas kerja yang sudah tergenggam. "Nanti saja, sepulang kantor."
Aku mengangguk pelan sambil merunut jadwal hari itu. Harusnya aku ada janji untuk reuni dengan teman-teman dari kantor lama, tapi sepertinya aku harus membatalkannya.
Seusai mengucap kata pisah, kami berdua menuju kantor masing-masing. Seharian aku berusaha fokus tapi isi kepalaku tidak pernah lepas dari sebaris kalimat itu. Aku agak takut mendengar apa yang ingin dia bicarakan tapi juga penasaran. Sejauh ini pernikahan kami baik-baik saja. Aku masih sangat mencintainya dan tidak ada orang lain di hubungan kami, setidaknya dari sisiku.
Begitu jam kantor selesai, aku langsung pulang. Hal langka karena biasanya aku lembur lalu dilanjutkan aktivitas lain seperti bertemu teman atau menjamu klien. Jam enam tepat aku sudah di rumah, mendapati dia sudah berganti pakaian dan membaca majalah di sofa tamu.
"Apa yang ingin kamu bicarakan?" tanyaku membuat kepalanya mendongak.
"Mandi dulu aja," elaknya.
Aku menurut. Dengan baju rumah, aku duduk di sampingnya, kembali mengutarakan hal yang sama. Dia tersenyum.
"Aku merasa kita perlu berbicara," ucapnya membuat jantungku berdebar ngeri. "Seperti saat kita pacaran dulu."
Aku terdiam, memasang wajah bingung yang membuat senyumnya melebar.
"Kita sudah terlalu sibuk dengan kegiatan masing-masing hingga nyaris tidak pernah berbincang secara mendalam."
Aku tersenyum lega. "Kamu benar. Aku rindu bertukar pikiran denganmu."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top