Kisah Kedua Puluh Tujuh - Tips Bertahan Hidup Ketika Diserang Mantan Haus Darah

Seumur hidupku, aku belum pernah merasakan nyawaku terancam seperti ini. Percayalah, ketika aku mengatakannya, aku mengatakannya dengan sungguh-sungguh. Aku pernah menghadapi sekawanan preman yang memalak adik kelas. Pernah juga berhadapan dengan juara judo tingkat propinsi di pertandingan. Bahkan ketika aku harus menghadapi invasi  makhluk antar dimensi sekali pun, aku merasa lebih aman.

Saat ini aku ingin segera menulis surat wasiat dan memberi pesan kepada ibuku bahwa aku mencintainya.

Di hadapanku, berdiri Susan dengan mata coklat berkilat marah. Aku berani bersumpah melihat aura super saiyan berwarna kuning di sekelilingnya. Dia berjalan ke arahku dengan langkah cepat tapi sialnya, aku tidak punya tempat untuk kabur. Salahkan diriku yang buta arah sehingga salah belok gang. Salahkan juga sahabat tercintaku yang memberikan arahan yang salah. Apa pun masa laluku, sepertinya masa depanku berakhir di sini.

"ANDREAAAAS!!!" Suara Rika menjadi dalam dan berat, membuatku merinding dan panik. 

Aku melihat kanan kiri dan hanya mendapati tembok-tembok tinggi menjulang sementara Rika semakin dekat.

"KENAPA KEMARIN KAMU NINGGALIN AKU SENDIRIAN DI TENGAH JALAN RAYA?!"

Oke, sebelum kalian menghakimi aku sebagai cowok tidak bertanggung jawab, biarkan aku menjelaskan situasinya di waktu yang singkat ini. Kemarin aku dan sahabatku tercinta--orang yang sama yang memberikan aku petunjuk arah yang salah--berjalan-jalan di salah satu situs keramat. Keramat bukan dalam artian mistik, tapi keramat untuk didatangi oleh makhluk-makhluk berjenis kelamin pria. Bisa kalian tebak? Betul sekali teman-temanku yang kukasihi, itu adalah tempat mangkal waria yang sedang mencari pelanggan.

Terkutuk si Hendra itu! Demi mendapatkan data untuk karya ilmiahnya, dia memaksaku untuk ikut terjerumus dalam lembah kelam itu dengan imbalas semangkok bakso Cak Mat yang tersohor itu. Harusnya aku meminta traktiran di tempat yang lebih mewah kalau tahu konsekuensinya seperti ini, melibatkan nyawaku menjadi taruhan. Singkat cerita, setelah melewati seribu macam rintangan dan sepuluh ribu cobaan, Hendra mendapatkan datanya dan aku mendapatkan gebetan. Susanlah orang itu. Rambutnya panjang dan halus, wajahnya ayu dan manis. Aku sontak menawarkannya untuk kuantar pulang. Sebagai cowok yang gentleman, aku tidak bisa membiarkan seorang perawan di sarang penyamun. Hendra kubiarkan pulang sendiri dengan sepeda motor bebek yang jalannya makin mirip bebek lambatnya.

Lalu, hal itu terjadi. 

Susan memaksa berhenti di taman kota, di salah satu tempat rimbun yang terhalang pandangan manusia. Ehm, karena nyawaku dalam hitungan detik akan melayang, aku tidak akan menjelaskan apa yang hendak kami lakukan di sana. Pokoknya sesuatu yang akan kalian tonton secara sembunyi-sembunyi dari orang tua atau guru. Selagi enak-enaknya, aku mengetahui sebuah kebenaran yang membuatku tercengang dan tersentak, lalu terbirit-birit mengegas sepeda motormeninggalkan Susan di sana sendirian dalam keadaan setengah telanjang.

Aku baru tahu, kalau Susan ternyata Susanto. 

Aku tidak perlu melihat KTP untuk tahu nama aslinya. 

Sial!

Susan a.k.a Susanto kini hanya berjarak semeter dariku. Aku dapat melihat dia menyingsingkan lengan bajunya dan tampaklah otot-otot menonjol di baliknya. Kemarin, aku pasti sudah mabok segalon air ketika menganggapnya manis. Penyesalan selalu datang terlambat. Hebat sekali.

Tips nomor satu dalam menghadapi mantan (teman semalam) yang haus darah, jangan pernah menginjakkan kaki di tempat keramat. Jika terlanjur, JANGAN PERNAH TERTIPU dengan penampilan.

Nomor dua, jadilah cowok yang beneran gentleman, jangan mengambil kesempatan di dalam kesempitan. Aku curiga ini hukuman Tuhan karena libidoku yang kelewat batas.

Nomor tiga, jangan percaya sama sahabatmu terutama kalau kalian sama-sama buta arah.

Nomor empat, tulis surat wasiat sekarang juga karena mantan haus darah bisa muncul di mana-mana. Percayalah, aku sudah membuktikannya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top