Diri Dalam Cermin | 2024

Lorong ketiga, berkelok di beberapa sudut dengan mayat di antara ubin. Pemandangan ini tak lagi membuatku berjengit, sungguh mengerikan kemampuan adaptasi manusia.

Aku memeriksa sekitar dan menemukan ruangan-ruangan. Tempat penelitian lagi dengan bahasa ilmiah yang tak kupahami membuatku sadar jika aku ingin mendapat lebih banyak informasi, aku harus mencari orang hidup untuk membantuku mencari tahu. Orang yang bisa menjelaskan tiap tulisan, istilah dan simbol.

Pertanyaan berikutnya adalah, di mana aku bisa menemukan orang seperti itu?

Mungkin jika aku keluar dari tempat ini, aku bisa bertemu dengan penyintas wabah ini.

Semoga.

Aku melanjutkan perjalananku menuju pintu ganda di ujung lorong, tapi sebelum sempat membukanya sebuah pemandangan lain tiba-tiba mengganti penglihatanku.

Sebuah kedai dengan asap mengepul, aku mendapati diriku sedang berbicara dengan sang penjual.

"Mie ayamnya satu."

Suara berat yang tak kukenali. Jantungku kembali berdetak kencang sementara aku mendudukkan diri.

Terjadi lagi.

Ingatan asing yang mengambil tubuhku tanpa permisi.

"Baik, Bang. Seperti biasa ya? Ayamnya dikurangin, sayurnya dibanyakin, sama kuahnya dobel?" balas sang penjual. Wajah asing penuh senyum yang tak kukenal.

Dia memanggilku abang?

Aku mengerutkan alis. Orang dalam ingatan memberi tanda jempol pada sang penjual sebelum menatap ke depan, di mana sebuah cermin terpasang di tembok, memantulkan bayangan bapak-bapak sedang memasukkan mie ke dalam air mendidih.

Namun yang kuperhatikan adalah pantulan diriku yang ada di sana. Seorang pemuda berusia dua puluh tahun, memakai kaos putih dengan tulisan yang sama dengan yang kupakai sebelum aku terlempar ke masa ini, meletakkan ransel yang persis sama dengan milikku ke samping meja.

Yang lebih membuat hatiku mencelus adalah, betapa mirip wajah pemuda itu denganku, seakan kami adalah kembar berbeda gender.

Tenggorokanku tercekat sementara rasa mual naik ke kerongkongan.

Pemuda itu tersenyum lebar pada pantulannya dan berkata, "Halo Tira. Akhirnya kita bertemu."

Tiba-tiba pandanganku berganti.

Lorong putih familiar menyambutku yang mengucurkan keringat dingin.

Apa itu?

Tanyaku pada diri sendiri sementara dentuman jantung terasa menghantam dada. Mulutku pahit sementara aku segera meringkuk memeluk diri sambil gemetar.

Siapa pemuda yang begitu mirip itu? Mengapa dia seperti dapat melihatku?

Pertanyaan demi pertanyaan tumpang tindih dalam kepala sementara aku mempertanyakan kewarasanku.

Apa yang terjadi?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top