Datang untuk Pergi | 2024

"Masih ada waktu sampai Profesor Braham datang. Aku sudah mengirim anggota grupku untuk menjemput mereka."

Derek berkata sambil berjalan cepat. Aku berusaha mengikutinya. Terima kasih untuk sandal yang diberikan, kakiku tidak perlu sakit terkena kerikil dan batu.

Kami berjalan kira-kira ke arah utara, dari posisi matahari yang kira-kira kulihat dan sepanjang perjalanan aku hanya melihat lebih banyak reruntuhan kota lama. Perlahan-lahan reruntuhan itu semakin jarang hingga kami akhirnya tiba di sebuah padang pasir luas dengan angin berpasir bertiup tanpa henti.

Derek memberi kode untuk terus maju. Dia berjalan di depan dengan lebih waspada, memegang senjata laras panjang sementara aku di belakangnya dengan sebuah pipa besi yang kutemukan di salah satu bangunan runtuh.

Dengan langkah yakin, Derek terus berjalan sementara aku mengikutinya walau sebuah perasaan aneh membuatku tidak nyaman. Kami tidak berbicara banyak, aku juga tidak ingin makan pasir setiap mulutku terbuka.

Sesekali Derek melihat kebelakang, tidak ada tanda-tanda pengejar kami. Dia berkata kalau rombongan profesor dapat mengejar mereka karena mereka memakai kendaraan tapi bersyukur karena angin yang lumayan kencang akan menghapus jejak kami di atas pasir.

Malam tiba dan kami memutuskan untuk beristirahat di salah saru menara tua yang masih berdiri di tengah angin walau besi-besinya berderit dan berkarat. Derek bilang, jauh lebih mudah untuk meninggal karena udara dingin di luar daripada kemungkinan menaranya roboh. Dia menawariku makan tapi kutolak dengan alasan belum lapar, yang memang itu yang terjadi. Aku tidak merasa capek atau lapar dengan badan ini.

Derek menghabiskan makan malamnya sementara aku bercerita lebih banyak tentang kondisiku. Bagaimana aku tidak butuh makan, serta beberapa hal tentang masaku.

Dia terkejut tapi hanya itu. Derek berkata, semoga di koloni keluarganya aku bisa mendapat jawaban.

Aku menikmati percakapan sederhanaku dengan dia, untuk pertama kalinya sejak aku tiba di dunia asing, aku memiliki teman untuk bertukar kata. Dia kemudian menceritakan tentang masa lalunya, aku membalasnya dengan kisah keluargaku dan mengapa aku ingin pulang.

Kami bercengkrama walau aku tidak bisa mengusir perasaan tidak nyamanku. Seakan sebuah firasat bahwa hal buruk akan terjadi.

Perlahan matahari tenggelam sepenuhnya di cakrawala, menyisakan gelap. Derek memutuskan untuk sekali lagi mengecek sekeliling sebelum beristirahat. Aku menunggunya sambil membersihkan tempat agar lebih nyaman untuk tidur.

Namun tiba-tiba, terdengar bunyi tembakan. Firasat burukku menyala seperti alarm. Aku segera berlari ke arah sumber suara hanya untuk mendapati Derek telah terbaring di lantai dengan bercak darah di baju hazmatnya. Aku segera bersembunyi dari jarak pandang para penyerang sebelum mereka memegokiku dan memandang sedih ke arah Derek yang tidak bergerak.

Temanku.

Aku tertegun selagi para penyerang berbicara tentang mencari spesimen, yang kuduga adalah aku.

Easy come, easy go.

Sesuatu yang mudah didapat juga akan dengan mudah pergi.

Aku mengatupkan mulut, tidak terima dengan frasa yang tiba-tiba terngiang dalam benak.

Derek adalah teman yang kudapat. Aku yakin dia masih hidup dan aku harus membereskan profesor sebelum aku dapat menolongnya.

Dengan tekad itu, aku mulai bergerak.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top